Menu

Minggu, 28 November 2010

Mari Berhenti Sejenak

Perjalanan hidup ini melelahkan,
ya sangat melelahkan.
Betapa tidak, di saat idealisme kita dihadapkan pada realita yang beraneka ragam corak dan warnanya, kita harus bertahan karena kita tidak ingin tujuan hidup ita yang jauh ternodai dengan kepentingan sesaat.
Ini bukan soal halal atau haram terhadap dunia dengan segala keindahannya, tapi soal menyikapinya agar tidak tergiur dan terpedaya olehnya.

Gambaran ini dapat kita rasakan di saat harus mengatakan “tidak” di hadapan mereka semua yang berkata “iya”.
Ketika ramai-ramai orang bicara ini dan itu dengan segala argumentasinya, tuntutan idealisme kita membisikkan kita untuk “diam”, tatkala orang lain menilai bahkan mengecam kita dengan tuduhan ini dan itu, idealisme kitapun hanya mengisyaratkan kita untuk sekedar senyum tanpa kata-kata.
Di saat orang beretorika dengan segala keahlian bahasanya, idealisme kitapun hanya meminta kita untuk membaca pikiran di balik pikiran.
Dan ketika orang ramai-ramai memperbincangkan dunia dengan segala kenikmatannya, idealisme kitapun hanya mengalunkan satu kata, “Qonaah”.
Itulah idealisme kita di hadapan mereka.
Terkadang tanpa terasa idealisme kita tergeser lantaran pikiran kita terbawa arus yang kita tidak menyadarinya.
Belum lagi kondisi jiwa kita yang terus bergejolak mempengaruhi pikiran kita.
Pikiran-pikiran itu selalu datang silih berganti tanpa kenal henti seiring dengan perjalanan hidup ini.
Memang, ini semua kita pahami sebagai sunnah kehidupan.
Gelombang dan badai harus dipahami sebagai ladang ujian,
problematika hidup merupakan hal tidak bisa dipisahkan dari hidup,
pahit getir menjadi bumbu yang harus dirasakan oleh setiap kita,
jatuh bangun adalah tangga yang harus dilalui dalam menggapai sebuah cita-cita.
Letih,
lelah
itulah yang sering kita rasakan,
kita sering merasakan kejenuhan, bosan bahkan tidak peduli dengan kondisi. Namun jangan pernah ada perasaan pesimis apalagi putus asa, karena di balik semua itu pasti ada sesuatu yang dapat kita jadikan pengalaman yang berarti.
Dan yang kita perlukan adalah berhenti sesaat.

Berhenti bukan berarti selesai atau sampai di sini.
Berhenti untuk merenungi kembali perjalanan yang telah kita lalui,
berhenti untuk memompa kembali semangat beramal,
berhenti untuk mencas batrei keimanan kita agar tidak redup.
Kita butuh waktu untuk melihat kondisi jiwa kita agar tetap stabil dan tahan dalam menghadapi segalanya.
Kita terkadang lupa bahwa ada yang harus kita tengok dalam diri kita, “ruhiyah” kita.
Kondisi ruhiyah kita yang selalu membutuhkan suasana yang teduh, tenang sehingga ia menjadi kekuatan yang akan melindungi jiwa kita dari berbagai rintangan yang akan menghalangi kita.
Kita memerlukan nuansa ruhiyah yang nyaman agar dapat berpikir jernih dan tetap semangat menjalani hidup ini.
Kita butuh ketegaran jiwa dalam menghadapi hiruk pikuk hidup.
Inilah yang senantiasa diajarkan oleh Muadz bin Jabal Radiyallahu Anhu kepada sahabatnya dengan ungkapannya yang menyejukkan hati “mari duduk sesaat untuk beriman”.
Berhenti sejenak untuk menengok kembali kondisi keimanan agar tetap terjaga.
Karena segala yang kita alami dalam hidup harus dihadapi dan bukan lari darinya,
Ingatlah bahwa lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah itu, bisa jadi justru akan menambah masalah baru.
Memperbaharui keimanan akan membawa kita untuk memahami hakekat hidup ini dengan segala problematikanya.
Mari kita sempatkan untuk selalu memperbaharui keimanan kita ditengah kesibukan dan hiruk pikuk kehidupan.[abuthalhah.wordpress.com]

Tulisan Ustadz Muh. Ihsan Zainuddin, Lc.M.Si.

Motifator Amal Sholeh

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Alloh, Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasululloh sollallohu ‘alaihi wa sallam, wa ba’du

Sesungguhnya pintu-pintu pahala banyak sekali, amalan kebaikan adalah agung, Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam telah bersabda dalam meriwayatkan firman Robbnya Azza Wa jalla :
إن الله كتب الحسنات والسيئات ثم بين ذلك فمن همّ بحسنة فلم يعملها كتبها الله له عنده حسنة كاملة رواه البخاري 6010 ومسلم 187.
Sesungguhnya Alloh telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menerangkan hal itu, maka barang siapa berkehendak melakukan suatu kebaikan kemudian tidak melakukannya Alloh mencatatnya baginya di sisiNya kebaikan secara sempurna ..
Barang siapa yang menunjukkan suatu kebaikan dan mengarahkan kepadanya baginya pahala yang besar, Rasululloh sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
منْ دعاَ إلى هُدَى كَانَ له من الأجرِ مثلُ أُجورِ منْ تَبِعَهُ لا ينْقُصُ ذَلِكَ منْ أُجْورِهمْ شَيْئاً ومنْ دعاَ إِلىَ ضَلاَلةِ كاَن عليهِ من الإثمِ مثْلُ آثامِ مَنْ تبعَهُ لاَ ينْقُصُ ذَلِكَ من آثامهم شَيئاً رواه مسلم 4831.

Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Barangsiapa menyeru kepada hidayah (petunjuk) maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa yang mengerjakannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” .

diantara pintu-pintu kebaikan adalah yang disebutkan berikut ini :

1-Wudzu dan sholat dua roka’at setelahnya :
قال صلى الله عليه وسلم : من توضأ نحو وضوئي هذا ثم صلى ركعتين لم يحدث فيهما نفسه غفر الله له ما تقدم من ذنبه [ البخاري 159 مسلم 331]
Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : barang siapa berwudhu seperti wudhu saya ini kemudian sholat dua rokaat, dan ia tidak melamun dalam sholatnya, pastilah Alloh mengampuni dosanya yang telah lalu .

2- Memelihara sholat sunnah rowatib dua belas roka’at :
Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من ثابر على ثنتي عشرة ركعة في اليوم والليلة دخل الجنة، أربعاً قبل الظهر، وركعتين بعدها، وركعتين بعد المغرب، وركعتين بعد العشاء، وركعتين قبل الفجر [صحيح الترغيب 580، وصحاح السنن الترمذي 338، والنسائي 1693 وابن ماجه 935 للألباني ]

Barang siapa yang rutin melakukan dua belas roka’at pada siang dan malam hari masuklah dia ke surga: empat roka’at sebelum dzuhur, dua roka’at setelahnya, dua roka’at setelah maghrib, dua roka’at setelah ‘Isya’ dua roka’at sebelum subuh

3- Berjalan ke sholat jama’ah.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من مشى إلى صلاة مكتوبة في الجماعة فهي كحجة، ومن مشى إلى صلاة تطوع فهي كعمرة [صحيح الجامع 6556]
Barang siapa berjalan ke sholat wajib berjamaah maka ia seperti mengerjakan haji, dan barang siapa berjalan menuju sholat sunnah maka seperti melakukan umroh.

4- Sholat subuh.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من صلى الصبح فهو في ذمّة الله، فلا يطلبنكم الله في ذمته بشيء، فإنه من يطلبه في ذمته بشيء يدركه، ثم يكبه على وجهه نار جهنم [صحيح الجامع 2890]
Barang siapa sholat subuh dia berada dalam jaminan Alloh, maka janganlah kalian dituntut oleh Alloh dengan sesuatu dalam jaminanNya, karena sesungguhnya orang yang dituntut oleh Alloh dalam jaminanNya pasti ditangkapNya kemudian Alloh sungkurkan wajahnya ke dalam api neraka .
Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من توضأ فأسبغ الوضوء، ثم مشى إلى الصلاة المكتوبة فصلاها مع الناس غفر الله له ذنوبه [ابن خزيمة صحيح الجامع 6173]
Barang siapa berwudhu untuk sholat, dia sempurnakan wudhunya, kemudian berjalan ke sholat wajib dan dia lakukan bersama jamaah, Alloh mengampuni dosa-dosanya.

6-menjaga dalam mendapatkan takbirotul ihrom imam yang pertama.
من صلّى لله أربعين يوماً في جماعة يدرك التكبيرة الأولى كتب له براءتان براءة من النار وبراءة من النفاق [ الصحيحة 1979]
Barang siapa sholat empat puluh hari di dalam jama’ah mendapatkan takbir pertama, ditulis baginya dua kebebasan, kebebasan dari neraka dan kebebasan dari kemunafikan.

7- mensholati janazah dan mengantarkan ke kuburan.
Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من أتبع جنازة مسلم إيماناً واحتساباً وكان معه حتى يصلي عليها ويفرغ من دفنها فإنه يرجع من الأجر بقيراطين كل قيراط مثل أحد ومن صلّى عليها ثم رجع قبل أن تدفن فإنه يرجع بقيراط[ صحيح الترغيب 3498]
Barang siapa mengikuti jenazah seorang muslim dengan iman dan mengharapkan pahala Alloh , dan bersamanya sehingga mensholatinya hingga selesai dari penguburannya maka dia pulang dengan pahala dua qiroth setiap satu qiroth seperti gunung Uhud, dan barang siapa mensholatinya kemudian pulang sebelum dikebumikan maka dia pulang dengan satu qiroth.

8- Haji Mabrur.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من حج هذا البيت ، فل يرفث، ولم يفسق، رجع كما ولدته أمه [ صحيح النسائي 2464]
Barang siapa haji ke Rumah ini [Baitulloh] tidak berbuat rofats[sesuatu yang mengarah kepada sexsual] serta tidak berbuat fasiq dia pulang seperti dilahirkan ibunya[tanpa dosa]

9-Thowaf dan sholat dua roka’at setelahnya .

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من طاف بالبيت [سبعاً]، وصلّى ركعتين، كان كعدل رقبة [ الصحيحة 2725].
Barang siapa yang thowaf di rumah Alloh [Ka’bah] tujuh kali, serta sholat dua roka’at adalah seperti memerdekakan budak.

10- kesungguhan dalam memohon untuk mati sayhid.

من طلب الشهادة صادقاً أعطيها، ولو لم تصبه [ صحيح الترغيب 1277.
Barang siapa memohon mati syahid dengan kesungguhan ia diberikan syahadah walaupun tidak terbunuh.

11-memandikan mayit dan menutup aib yang dilihatnya.

Nabi bersabda :
من غسل ميتا فستره، ستره الله من الذنوب، ومن كفن مسلماً كساه الله من السندس[ الصحيحة 3353]
Barang siapa yang memandikan mayit serta menutupi aibnya, Alloh menutupi dosa-dosanya, dan barang siapa yang mengkafani seorang muslim, Alloh memberikannya pakaian sutra.

12-memintakan ampun buat kaum mu’minin.

Nabi bersabda :
من استغفر للمؤمنين والمؤمنات، كتب الله له بكل مؤمن ومؤمنة حسنة [ الصحيحة 6026]
Siapa yang memintakan ampunan bagi kaum mukmin laki dan wanita , Alloh mencatat buatnya dengan setiap mukmin laki dan wanita satu kebaikan.

13- membaca AlQur’an

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من قرأ حرفاً من كتاب الله فله به حسنة، والحسنة بعشر أمثالها لا أقول [ ألم ] حرف ولكن ألف حرف ولام حرف، وميم حرف [ الصحيحة 3227]
Siapa yang membaca satu huruf dari kitabulloh maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan dengan sepuluh lipat, saya tidak mengatakan alif laam miim satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.

14-tasbih.

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من قال سبحان الله وبحمده في يوم مائة مرة، حطت عنه خطاياه وإن كانت مثل زبد البحر [صحيح الكلم الطيب 7]
Siapa yang mengatakan subhaanalloh wa bihamdihi satu hari seratus kali, dihapus dosa-dosanya walaupun seperti buih dilautan.
من قال سبحان الله العظيم وبحمده غرست له نخلة في الجنة [ الصحيحة 64]
Siapa yang mengucapkan subhaanallohil ‘adzim wa bi hamdihi ditanamkan baginya pohon kurma di surga.

15-sholawat kepada Rasul sollallohu ‘alaihi wa sallam.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من صلّى عليّ حين يصبح عشراً وحين يمسح عشراً أدركته شفاعتي يوم القيامة [ صحيح الجامع 6357]
Siapa yang bersholawat kepadaku sepuluh kali ketika pagi dan sepuluh kali ketika sore hari akan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.
من صلّى عليّ صلّى الله عليه عشراً [ صحيح الترمذي 402]
Siapa yang bersholawat kepadaku Alloh bersholawat kepadanya sepuluh kali .

16-membangun masjid .

nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من بنى لله مسجداً بنى الله له بيتاً في الجنة أوسع منه [ الصحيحة 3445]
Siapa yang membangun masjid untuk Alloh, Alloh membangun baginya rumah disorga yang lebih luas darinya .

17-membaca tahlil :

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من قال في يوم مائة مرة لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيء قدير، كان له عدل عشر رقاب، وكتبت له مائة حسنة ومحي عنه مائة سيئة وكان له حرزاً من الشيطان سائر يومه إلى الليل ولم يأت أحد بأفضل مما أتى به إلا من قال أكثر [ صحيح ابن ماجه 3064]
Siapa yang mengucapkan satu hari sebanyak seratus kali :
لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيء قدير
Tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Alloh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, baginya saja segala kerajaan dan bagiNya saja segala pujian dan Dia atas segala sesuatu berkuasa.
Adalah untuknya pahala sebanding memerdekakan sepuluh budak, ditulis untuknya seratus kebaikan dihapus seratus keburukan dan baginya benteng dari setan pada harinya itu sampai malam hari dan tidak ada seorangpun yang datang dengan kebaikan yang labih baik dari kebaikan yang ia datang dengannya kecuali orang yang mengucapkan lebih darinya.
من قال لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيء قدير، عشراً، كان كمن أعتق رقبة من ولد إسماعيل [صحيح الجامع 4653]
Siapa yang mengucapkan:
لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيء قدير
Tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Alloh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya baginya saja segala kerajaan dan bagiNya saja segala pujian dan Dia atas segala sesuatu berkuasa.[sepuluh kali]
Adalah seperti memerdekakan budak dari anak Nabi Isma’il.

18- mengahafal sepuluh ayat dari surat Al Kahfi :

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من حفظ عشر آيات من أول سورة الكهف عصم من الدجال [ صحيح الجامع 2601]
Siapa yang yang hafal sepuluh ayat pertama dari surat Kahfi terjaga dari dajjal.

19-Do’a ketiga melihat orang yang dicoba .

Nabi bersabda :
من رأى مبتلى فقال : الحمد لله الذي عافاني مما ابتلاك به وفضلني على كثير مما خلق تفضيلاً، لم يصبه ذلك البلاء [ الصحيحة 602]
Siapa yang melihat orang yang dicoba ia berkata : segala puji bagi Alloh yang menyelamatkan saya dari apa yang kamu dicoba dengannya serta melebihkan saya kelebihan yang banyak atas kebanyakan yang Dia ciptakan, tidak akan terkena balak tersebut.
Catatan : hendaklah membacanya dengan pelan supaya tidak terdengar oleh orang yang dicoba agar tidak menyakitinya.

20-mencintai orang-orang Anshor.

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الأنصار لا يحبهم إلا مؤمن ولا يبغضهم إلا منافق، فمن أحبهم أحبه الله، ومن أبغضهم أبغضه الله [ الصحيحة 1975]
Orang-orang Anshor tidak mencintai mereka kecuali orang mukmin, tidak membenci mereka kecuali munafiq, maka barang siapa yang mencintai mereka Alloh mencintainya, barang siapa yang membenci mereka Alloh membenci mereka .

21- memberikan kelonggaran waktu orang yang kesulitan .

Nabi bersabda :
من أنظر معسراً أو وضع له أظله الله يوم القيامة تحت ظل عرشه يوم لا ظل إلا ظله [صحيح الترمذي 1052] .
Siapa yang memberikan kelonggaran waktu kepada orang yang kesulitan atau membebaskannya Alloh memberikan naungan kepadanya pada hari kiamat di bawah anungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya.

22- menutupi aib saudara muslim.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ومن ستر مسلماً ستره الله يوم القيامة [ البخاري 2262 مسلم 4677]
Siapa yang menutupi [aib] seorang muslim Alloh menutup [aibnya] hari kiamat.

23-mendidik anak perempuan.

من كان له ثلاث بنات، فصبر عليهن، وأطعمهن وسقاهن، وكساهن من جدته، كن له حجاباً من النار يوم القيامة [ الصحيحة 294]
Siapa yang memiliki tiga anak, sabar dalam mendidik mereka, memberikan makan dan minum mereka dan pakaian mereka dengan hasil usahanya, adalah mereka pada hari kiamat sebagai dinding penghalang untuknya dari api neraka .

24- membela nama baik saudara muslim

من ذب عن عرض أخيه بالغيبة كان حقاً على الله أن يعتقه من النار. [ صحيح الترغيب 284].
Siapa yang membela kehormatan saudaranya dalam kondisi tidak bertemu, adalah wajib bagi Alloh untuk memerdekakannya dari api neraka.

25-menahan marah

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من كظم غيظه وهو قادر على أن ينفذه، دعاه الله على رؤوس الخلائق يوم القيامة حتى يخيره من الحور العين ما شاء [ صحيح الترغيب 2753]
Siapa yang menahan marahnya sementara dia mampu untuk melampiaskan Alloh akan memanggilnya di hadapan seluruh mahkluq pada hari kiamat sehingga di persilahkan memilih bidadari mana yang ia kehendaki.

26- tawadhu’

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من تواضع لله رفعه الله [ الصحيحة 2328]
Siapa yang merendahkan diri karena Alloh, Alloh akan meninggikan derajatnya.

27-silaturrohim

من أحب أن يبسط له في رزقه، وينسأ له في أثره فليصل رحمه [ البخاري 5527 مسلم 4629]
Siapa yang menhendaki untuk diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah menyambung persaudaraannya.

28- membunuh cecak dengan satu pukulan.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من قتل وزغاً في أول ضربة كتبت له مائة حسنة وفي الثانية دون ذلك وفي الثالثة دون ذلك [صحيح الترغيب 2978]
Siapa yang membunuh cecak dalam satu pukulan dicatat buatnya seratus kebaikan, dalam pukulan kedua kurang dari itu, dalam pukulan ketiga kurang dari itu.


Sumber: sebuah catatan dari Seksi Terjemah Maktab Da’wah Jaliyat
Robwah

Sabtu, 27 November 2010

Profil Wanita Muslimah

Berikut Profil Wanita Muslimah, dapat dibagi dalam beberapa perkara

A Muslimah bersama Rabbnya:

a. Mu'minah yang sadar:

- Beriman kepada Allah dengan benar.
- Hubungan yang kuat dengan Allah.
- Senantiasa berzikir
- Bertawakkal kepada Allah.

b. Beribadah kepada Rabbnya:

- Menegakkan shalat fardhu.
- Melaksanakan sunat-sunnat.
- Mengeluarkan zakat.
- Puasa ramadhan.
- Rutin puasa sunnat.
- Menunaikan haji.
c. Taat terhadap perintah Rabbnya.
d. Memakai jilbab syar'i.
e. Tidak berkhalwat dan jabatan tangan dengan yang bukan mahramnya.
f. Ridha dengan qadha' dan qadr.
g. Perhatiannya adalah mencari ridha Allah.
h. Berusaha menolong Agama Allah.
i. Loyal hanya kepada Allah.
j. Banyak membaca al qur'an.

B. Muslimah bersama diriya:

a Bersama jasmaninya:

- Sederhana dalam makan dan minumnya.
- Bersih badan dan pakaian.
- Tidak tabarruj dan berlebih-lebihan dalam pakaian.

b. Bersama akalnya:

- Menuntut ilmu syar'i.
- Meluruskan fikrah dan wawasan.
- Menjauhi khurafat.
- Kontinyu dalam membaca.

c. Bersama rohaninya:

- Mensucikan jiwa dari:
* Hasad
* Sombong
* Gurur (tertipu dengan diri sendiri)
* Senang populeritas
* Senang harta
* Riya'
- Bergaul dengan wanita shalihah
- Banyak berdo'a dan brzikir

C. Muslimah bersama kedua orang tuanya:

Berbuat baik kepada keduanya lewat:

- Mengetahui keutamaan serta kewajiban kepada keduanya.
- Banyak merasa takut jika durhaka kepada keduanya.
- Berbuat baik kepada ibu kemudian kepada bapak.

D. Muslimah bersama rumah tangganya:
- Bersama suaminya; menjaga hak-hak suami.
- Bersama anak-anaknya, memberi perhatian yang besar dalam tarbiyahnya.
- Bersama keluarga suaminya, memuliakan mereka.

MARAJI':
1. Minhaj Al muslim/ Syekh Abu Bakar Al jazairy
2. Syakhsiyah muslimah/'Ali Al Hasyimy
3. Nisa haularrasul/ Muh.Ibrahim Sulaiman

Kekeliruan Sikap Di Masa Muda

بسم الله الرحمن الرحيم

Masih amat banyak para pemuda yang jatuh dalam pergaulan yang salah, senang dengan tindakan brutal dan kekerasan, ugal-ugalan, hura-hura dan bahkan kemaksiatan seperti, minum minuman keras, pergaulan bebas dan sebagainya. Termasuk tingkat yang mengkhawatirkan adalah meninggalkan kewajiban yang seharusnya dilaku-kan oleh setiap muslim yang telah baligh, seperti shalat dan puasa Ramadhan. Alasannya sangat sederhana, yakni memang begitulah seharusnya seorang pemuda itu, kalau tidak demikian namanya bukan anak muda.

Kita semuanya tanpa kecuali pasti menyadari, bahwa masing-masing kita mempunyai kesalahan dan pernah berdosa, terlupa serta khilaf. Hanya saja orang yang mendapatkan taufiq dan mau menyadari kekeliruannya pasti akan bersegera untuk bertaubat dan minta ampun kepada Allah. Menyesali perbuatan itu dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengulangi-nya, sebagaimana difirmankan Allah,
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan Surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (QS. 3:135-136)

Betapa Maha Besarnya Allah! Seseorang telah melakukan tindak kekejian, menganiaya diri sendiri, kemudian mau bertaubat, menyesal, minta ampunan dan meninggalkan kemaksiatan itu lalu Allah mengampuni dan memberikan untuknya kenikmatan abadi di Surga.Mengalir di bawahnya sungai-sungai, disediakan buah-buahan ranum tak kenal musim, keteduhan dan kedamaian, bidadari yang jelita dan memandang wajah Allah Yang Agung lagi Mulia yang merupakan nikmat paling besar bagi penduduk Surga.

Pangkal Kekeliruan

Berbagai tindakan menyimpang yang dilakukan para pemuda ternyata memiliki muara yang boleh dikatakan sama, yaitu kekeliruan dalam memaha-mi dan menyikapi masa muda. Hampir sebagian besar pemuda memiliki persangkaan dan persepsi, bahwa masa muda adalah masa berkelana, hura-hura, bersenang-senang, main-main, berfoya-foya dan mengabiskan waktu untuk bersuka ria semaunya.

Untuk menimbang dan meman-dang dari sudut syar’i dikatakan belum waktunya dan bukan trendnya. Padahal kenyataannya syari’at berbicara lain, yaitu masa muda adalah masa dimulainya seseorang untuk memikul suatu beban tanggung jawab sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi, bahwa ada tiga golongan yang pena diangkat (tidak ditulis dosanya) yang salah satunya adalah seorang anak hingga ia dewasa (menjadi pemuda). Maka bagaimanakah seorang pemuda muslim yang ketika itu catatan keburukan sudah mulai ditulis malah justru memperbanyak keburukannya?

Yang sebenarnya adalah, masa muda merupakan masa dimulainya seseorang memulai menumpuk dan memperbanyak amal kebajikan, masa menghitung dan introspeksi diri, masa penuh semangat dan jiwa membara untuk membangun dan beramal sebanyak-banyaknya. Masa di mana segenap kemampuan dan tenaga dicurahkan serta masa yang penuh dengan kesempatan emas untuk melakukan berbagai ketaatan dan kebaikan.

Bentuk-Bentuk Kesalahan yang Sering Dilakukan Pemuda

1. Meremehkan Kewajiban

Banyak sekali di antara para pemuda yang meremehkan kewajiban-kewajiban yang telah di tetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala , mereka lupa, bahwa Allah menciptakan manusia tidak lain adalah agar beribadah kepada-Nya. Allah telah berfirman,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan”. (QS. 51:56-57)

Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hadits qudsi, berfirman,
“Tidaklah hamba-Ku melakukan taqarrub (ibadah) dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari)
Kewajiban paling pokok yang sering dilupakan oleh kebanyakan anak-anak muda adalah shalat (lima waktu) yang merupakan ibadah paling agung setelah syahadatain. Nabi telah menegaskan dalam sabdanya,
“Pemisah antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah (dalam hal) meninggalkan shalat.” (HR Muslim).
Dan sabdanya yang lain, “Perjanjian antara kita (muslimin) dengan mereka (orang kafir) adalah shalat, maka barang siapa meninggalkannya ia telah kafir.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasai dishahihkan oleh Al-Albani).
Apabila seseorang telah menyia-nyiakan shalatnya, maka terhadap selain shalat biasanya lebih menyia-nyiakan lagi.

2. Terlalu Menuruti Hawa Nafsu

Yakni dengan tanpa memperhati-kan halal dan haram lagi, yang penting kemauannya terpenuhi. Jika saja ia mau bersungguh-sungguh memegang aturan Islam serta mau berpegang dangan talinya, maka tentu Allah akan menjaganya dari hal-hal yang haram. Kemudian Allah akan memberikan untuknya kesenangan yang halal yang dapat mencukupinya. Namun karena keimanan yang lemah dan rasa malu yang tipis, maka ia malah enggan dengan pemberian Allah tersebut dan lari darinya sehingga melanggar batas-batas yang telah ditetapkan Allah. Maka ia berhak mendapatkan celaan dari Allah dalam firmanNya,
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan.” (QS. 19:59)

3. Menyia-Nyiakan Waktu/Umur.

Hal ini disebabkab karena kitidak-tahuan terhadap hakekat fase masa muda, serta tujuan dari kehidupan. Seandainya para pemuda menyadari, bahwa waktu adalah kehidupannya dan umur adalah segala-galanya, tentu mereka tidak akan membuangnya dengan percuma.
Sebagian salaf berkata,”Wahai anak Adam! kalian adalah hari-hari yang berputar, tatkala lewat satu hari, maka bagian dari dirimu telah hilang.”

Mabuk-Mabukan dan Mengkonsumsi Narkoba

Ini merupakan bala’ yang sangat besar bagi kawula muda, karena dengan terjurumus di dalamnya berarti ia telah menyerahkan jiwanya untuk dikendalikan setan dan hawa nafsu yang buruk.
Khamer adalah biang kekejian sedangkan narkoba tak ada bedanya dengan khamer karena sama-sama memabukkan dan merusak akal. Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam dalam sabdanya telah menegaskan,
“Setiap yang memabukkan adalah khamer dan setiap yang memabukkan adalah haram.” (Muttafaq ‘alaih).

5. Merokok

Merokok memang bukan kategori miras atau narkoba, namun tetap saja merupakan sesuatu yang membahayakan ditinjau dari berbagai segi, baik kesehatan, kejiwaan, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu banyak ulama yang menyatakan keharamannya berdasarkan banyak dalil yang terkait dengan bahaya-bahaya tersebut. Di antara dampak negatif merokok adalah membahayakan kesehatan, jika dilaku-kan di tempat umum asapnya mengganggu dan membahayakan orang lain serta termasuk menyia-nyiakan uang untuk sesuatu yang tidak berguna.

6. Kebiasaan Rahasia (Onani)

Biasanya para pemuda yang melakukan ini karena khawatir terjerumus ke dalam dosa zina, maka dengan itu ia berharap agar dapat meredam gejolak syahwatnya. Namun kenyataannya tidak sesuai yang di harapkan, malahan justru menambah besar dorongan hawa nafsunya. Ia bukanlah obat penyembuh, dan bukanlah cara penyaluran yang sesuai syariat.
Obat yang dianjurkan adalah menikah, menjaga pandangan, puasa, menyibukkan diri dengan kegiatan positif, mencari teman yang baik, menjauhi tempat-tempat yang banyak fitnah, tidak menonton acara-acara yang merusak dll.

7. Suka Meniru Trend Orang Kafir (Tasyabbuh)

Masalah ini cukup serius dan membahayakan, muncul akibat perasaan kurang dan rendah kemauan yang membawanya berputar dalam lingkaran keburukan. Tidak mau menghiasi diri dengan tingginya akhlak yang diajarkan oleh agamanya sendiri. Mereka lupakan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam ,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongannya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud dishahihkan oleh Al-Albani)

8. Hobi Mengumbar Lisan

Bentuknya berupa mengejek dan mengolok-olok orang, menggunjing dan adu domba, dusta, mencela dan melaknat serta mengucapkan perkataan perkataan buruk dan jorok. Di antara firman Allah yang melarang hal-hal tersebut adalah surat Al-Hujurat :11-12.

9.Durhaka Kepada Kedua Orang Tua

Allah telah mengingatkan kita semua dengan firman-Nya
“Dan Kami perintahkan kepada manu-sia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya” (QS.Luqman :14)
Dan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam , “Terlaknatlah siapa saja yang mendurhakai kedua orang tuanya.”(HR. Ath-Thabrani dishahihkan oleh Al-Albani)

10. Mendengarkan Nyanyian dan Musik

Para pemuda dan juga kebanyakan manusia amat perhatian dengan musik dan nyanyian-nyanyian, hingga rumahnya penuh dengan koleksi lagu-lagu yang boleh dibilang sebagian besarnya berbicara tentang cinta, syahwat dan segala yang memancing tindakan buruk.
Nabi telah mensinyalir melalui sabdanya, “Sungguh akan datang suatu zaman pada umatku ini dimana saat itu orang-orang menganggap halal perzina-an, sutra, khamer dan musik.”(HR. Al-Bukhari)

11.Bangga dengan Perbuatan Dosa

Amat banyak anak muda yang merasa bangga apabila dapat mencelakai sesamanya, memukul atau menghajar hingga terluka, kuat minum sekian botol, tidak puasa Ramadhan dan lain sebagainya. Andaikan ia tidak terang-terangan dan merasa bangga dengan dosanya, maka besar kemungkinan Allah akan mengampuninya, karena dalam Hadits Muttafaq ‘Alaih, Nabi Salallahi alaihi wa salam telah bersabda, bahwa seluruh umatnya akan diampuni kecuali al-mujahirun (orang yang terang-terangan dalam berbuat dosa).

12. Tidak mensyukuri nikmat Allah dan menyia-nyiakannya.

13. Mengganggu dan menyakiti orang lain, tidak menghormati yang tua.

14. Memutuskan hubungan silatur rahmi.

15. Suka mengikuti program obrolan dengan lawan jenis via telepon.

16. Menunda taubat dan panjang angan-angan.

17. Terlalu banyak tertawa dan bercanda

18. Bergaul dengan teman yang buruk perangai.

19. Tidak perhatian dengan urusan-urusan kaum muslimin.

Sumber: Kutaib “Min Akhtha’ Asy Syabab” Qism Al-Ilmi Darul Wathan Riyadh.
dari: alsofwah.or.id

Pemuda dalam Islam dan peranannya

Pemuda dalam Islam

Sabda Nabbi Shallallahu 'Alaihi Wasallam “Gunakanlah lima kesempatan sebelum datangnya yang lima (udzur), yakni masa mudamu sebelum datang tuamu, masa sehatmu sebelum datang sakitmu, masa kayamu sebelum datang miskinmu, masa hidupmu sebelum datang matimu, waktu luangmu sebelum datang kesibukanmu.” (Hadist dari Ibnu Abbas Radhiyallahu "'Anhuma Riwayat Al Hakim)

Kecenderungan hidup santai adalah satu bentuk aktivitas pemuda, oleh karena itu, Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : “Ada dua nikmat di mana manusia banyak tertipu karenanya, yaitu kesehatan dan kesempatan.” (HR. Bukhari)
Pemuda dengan tenaga yang masih segar ditambah semangat yang menyala adalah beruntung jika potensinya itu digunakan untuk mengabdi kapada Allah SWT : “… Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad : 7)

“Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari yang tidak ada perlindungan selain perlindungannya … (satu di antaranya ialah) pemuda yang sejak kecil selalu beribadah kepada Allah.” (HR. Syaikhani)

Dalam usia yang sangat muda, gemblengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah mampu memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap Islam;

Umar bin Khattab 27 tahun, Zaid bin Haritsah 20 tahun, Sa’ad bin Abi Waqash 17 tahun, bahkan Ali Bin Abi Thalib 8 tahun.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah …”(QS. Ali Imran:110)

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam : “Perjuangan Aku didukung oleh pemuda, oleh sebab itu berwasiatlah yang baik untuk mereka.”

PERAN PEMUDA ISLAM

Menurut Hasan Al-Banna, perbaikan suatu umat tidak akan terwujud kecuali dengan perbaikan individu, yang dalam hal ini adalah pemuda. Perbaikan individu (pemuda) tidak akan sukses kecuali dengan perbaikan jiwa. Perbaikan jiwa tidak akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan pembinaan. Yang dimaksud dengan pembinaan adalah membangun dan mengisi akal dengan ilmu yang berguna, mengarahkan hati lewat do’a, serta memompa dan menggiatkan jiwa lewat instropeksi diri.

Dr. Syakir Ali Salim AD berpendapat, pemuda Islam merupakan tumpuan umat, penerus dan penyempurna misi risalah Ilahiah. Perbaikan pemuda berarti adalah perbaikan umat. Oleh karena itu, eksistensinya sangat menentukan di dalam masyarakat.

Beberapa ulama menggolongkan peranan pemuda Islam seperti di bawah ini :

1. Pemuda sebagai Generasi Penerus

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka.” (QS. Ath-Thur : 21)

2. Pemuda sebagai Generasi Pengganti
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintainya … (QS. Al-Maidah : 54)

3. Pemuda Sebagai Generasi Pembaharu (Reformer)

“Ingatlah ketika ia (Ibrahim-pen) berkata kepada bapaknya : ‘wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong sedikitpun’.” (QS. Maryam : 42)

Perbedaan jarak dan waktu bukan alasan bagi kita untuk menjadi generasi yang lemah. Contoh saja Yahya Ayyash, Imad Aqil, Izzudin Al Qasam, dan pemuda-pemuda Palestina lainnya, berkat ketangguhan, kesungguhan dan kedekatannya dengan Allah menjadikan mereka seorang mujahid muda Begitu juga dengan pemuda lainnya di berbagai tempat dan zaman.

Semoga kita dijadikan sebagai pemuda-pemuda yang dapat mengusung kebangkitan Islam menuju kehidupan yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala; Amin!

Wallahu Ta'ala A'laa Wa A'alam Bish-Showaab

10 WASIAT UNTUK PARA ISTRI

Sepuluh wasiat kepada para istri…., para perempuan…..,para pemilik rumah dan ibu bagi anak anaknya yang menginginkan keluarga serta rumah tangga sebagai tempat yang sejuk dan tenteram ,penuh dengan suasana cinta, kasih sayang dan kelembutan.

Wahai perempuan-perempuan muslimah,10 wasiat ini akan bisa menjadikan bahagianya para suami, ridhonya Allah Subhanahu wa ta’ala dan menjadi penjaga bagi kelangsungan rumah tangga .

Wasiat pertama:
Taqwa kepada Allah, jauh dari kemaksiatan

Jika engkau menghendaki hidup yang bahagia dan sentosa maka jauhkanlah olehmu bermaksiat kepada Allah, karena kemaksiatan–kemaksiatanlah yang menghancurkan negara, dan memporak –porandakan kekuasaan . Karenanya janganlah kamu porak – porandakan rumah tanggamu dengan bermaksiat kepada Allah . Sesungguhnya ketaqwaanlah yang menjadikan terpautnya hati, sementara kemaksiatan akan menjadikan bercerai berai . Karenanya perempuan sholehah takala melihat suaminya marah segera berkata:”Aku mohon ampun kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, ini disebabkan karena tingkah lakuku .”

Hukum dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla dan keutamaannya

Penjelasan tentang

Adapun hukumnya, ada sejumlah dalil dari Kitabullah dan as-Sunnah yang menunjukkan atas wajibnya berdakwah kepada Alloh Azza wa Jalla, dan bahwasanya dakwah itu termasuk kewajiban serta dalil-dalil tentangnya sangatlah banyak. Diantaranya firman Alloh Subhanahu :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali ’Imran : 104)

Firman-Nya Jalla wa ’Ala :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl : 125)

Firman-Nya Azza wa Jalla :

وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

”Dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS al-Qashshash : 87)

Dan firman-Nya Subhanahu :

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

”Katakanlah: Inilah jalanku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Alloh kepada hujjah yang nyata.” (QS Yusuf : 108)

Alloh Subhanahu menjelaskan bahwa para pengikut Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam, mereka adalah para du’at yang menyeru kepada Alloh dan mereka adalah ahlul basho`ir (orang-orang yang memiliki hujjah yang nyata, pent.). Maka merupakan kewajiban –sebagaimana telah maklum- adalah mengikuti beliau dan meniti di atas manhaj beliau ’alaihi ash-Sholatu was Salam, sebagaimana firman Alloh Ta’ala :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzaab : 21)

Para ulama menerangkan bahwa dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla itu hukumnya fardhu kifayah, selama negeri-negeri itu memiliki para du’at yang tinggal di dalamnya. Karena sesungguhnya setiap negeri dan wilayah, memerlukan dakwah dan memerlukan antusiasme di dalam dakwah. Dengan demikian, dakwah hukumnya fardhu kifayah apabila telah ada orang yang menegakkannya dan jika telah memadai maka gugur kewajiban dakwah bagi lainnya dan dakwah pada saat itu menjadi sunnah mu’akkadah dan termasuk amal shalih yang mulia.

Apabila para penduduk suatu wilayah atau negeri tertentu belum dapat menegakkan dakwah secara sempurna, maka semuanya berdosa dan hukumnya menjadi wajib atas seluruhnya, dan wajib bagi setiap orang untuk menegakkan dakwah sebatas kemampuan dan sebisanya.

Adapun tinjauan terhadap negeri-negeri secara umum, maka wajiblah kiranya ada sekelompok orang yang memiliki andil di dalam menegakkan dakwah kepada Alloh Jalla wa ’Ala di seluruh penjuru dunia, yang menyampaikan risalah Alloh dan menerangkan perintah Alloh Azza wa Jalla dengan segala cara yang memungkinkan. Karena Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam telah mengutus para delegasi dan mengirim surat-surat kepada manusia, kepada kerajaan-kerajaan dan para pembesar, beliau mengajak mereka kepada Alloh Azza wa Jalla.

Di zaman kita sekarang ini, sungguh Alloh azza wa Jalla lebih banyak mempermudah urusan dakwah ini dengan berbagai sarana yang belum pernah ada sebelumnya. Urusan dakwah di zaman ini jauh lebih mudah dengan berbagai sarana dan menegakkan hujjah kepada manusia di zaman ini dapat dilakukan dengan berbagai media yang beraneka ragam, seperti media penyiaran, televisi, cetak... dan media-media lainnya yang bermacam-macam.

Maka wajib bagi ahli ilmu dan iman, dan bagi para penerus Rasul untuk tetap menegakkan kewajiban ini dan saling bahu membahu di dalamnya. Mereka wajib menyampaikan risalah Alloh kepada hamba-hamba-Nya dan janganlah takut dengan celaan para pencela dan jangan pula pilih kasih di dalam dakwah hanya kepada orang tua, anak kecil, orang kaya atua orang miskin saja, namun hendaklah mereka menyampaikan perintah Alloh kepada semua hamba-Nya sebagaimana yang Alloh turunkan dan syariatkan.

Terkadang berdakwah itu hukumnya menjadi fardhu ’ain apabila anda berada di suatu tempat yang tidak ada seorangpun yang melaksanakannya kecuali anda. Seperti amar ma’ruf dan nahi munkar, maka hukumnya adalah fardhu ’ain dan acap kali dakwah itu berubah hukumnya menjadi fardhu kifayah.

Apabila anda berada di suatu tempat yang tidak ada seorangpun yang menyokong urusan ini dan menyampaikan perintah Alloh selain diri anda, maka wajib bagi anda untuk melaksanakannya. Namun apabila ada orang yang menegakkan dakwah dan tabligh, amar ma’ruf dan nahi munkar selain diri anda, maka pada saat itu dakwah merupakan suatu hal yang sunnah bagi anda.

Apabila anda bersemangat dan berantusias di dalam dakwah, maka anda dengan demikian telah berlomba-lomba di dalam kebaikan dan berlomba-lomba di dalam ketaatan. Diantara dalil yang dijadikan sebagai hujjah bahwa dakwah itu fardhu kifayah adalah firman Alloh Jalla wa ’Ala :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan” (QS Ali ’Imran : 104)

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata menjelaskan ayat ini yang maknanya sebagai berikut : Hendaklah ada diantara kalian sekumpulan orang yang memberikan andil di dalam urusan yang agung ini, menyeru kepada Alloh dan menyebarkan agama-Nya serta menyampaikan perintah-Nya Subhanahu wa Ta’ala.

Juga suatu hal yang telah diketahui, bahwa Rasulullah ’alaihi ash-Sholatu was Salam berdakwah kepada Alloh dan menegakkan perintah Alloh di Makkah dengan segenap kemampuan beliau. Para sahabat juga turut menegakkan hal ini dengan segenap tenaga mereka, semoga Alloh meridhai mereka semua dan mereka meridhai Alloh.

Kemudian ketika mereka berhijrah, mereka menegakkan dakwah lebih banyak dan lebih luas lagi. Tatkala mereka tersebar di penjuru negeri pasca wafatnya Nabi ’alaihi ash-Sholatu was Salam, mereka juga tetap menegakkan dakwah, semoga Alloh meridhai mereka semua dan mereka meridhai Alloh. Semuanya mereka lakukan dengan segenap kemampuan dan ilmu yang mereka miliki.

Di saat sedikitnya para du’at dan banyaknya kemungkaran serta mendominasinya kebodohan –sebagaimana keadaan kita pada hari ini-, maka dakwah menjadi fardhu ’ain atas setiap orang sebatas kemampuannya.

Apabila seseorang berada di suatu tempat yang terbatas (kecil) seperti di suatu desa, kota atau semisalnya, dan ia mendapatkan adanya orang yang menjalankan dakwah di dalamnya, yang menegakkan dan menyampaikan perintah Alloh, maka hal ini telah memadai dan hukum tabligh bagi orang itu adalah sunnah. Karena hujjah telah ditegakkan dan perintah Alloh telah ditunaikan melalui upaya orang selain dirinya.

Akan tetapi, berkenaan dengan bumi Alloh dan manusia lainnya, maka wajib bagi para ulama dan para penguasa dengan segenap kemampuan mereka, menyampaikan perintah Alloh ke setiap negeri dan setiap orang sebisanya, dan hal ini merupakan fardhu ’ain atasnya sebatas kemampuannya.

Dengan demikian, dapatlah diketahui bahwa dakwah itu bisa jadi berhukum fardhu ’ain dan bisa jadi fardhu kifayah. Hal ini adalah suatu hal yang nisbi (relatif) yang berbeda-beda (menurut keadaannya, pent.). Dakwah kadang kala menjadi fardhu ’ain atas suatu kaum atau individu, dan terkadang pula menjadi sunnah atas individu atau kaum lainnya, dikarenakan didapatkan di tempat atau daerah mereka ada orang yang menegakkan dakwah sehingga telah mencukupi bagi mereka.

Adapun yang berkaitan dengan para penguasa dan orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih luas, maka kewajiban atas mereka lebih banyak. Wajib bagi mereka menyebarkan dakwah ke negeri-negeri yang mereka sanggupi, dengan segenap kemampuan dan dengan segala cara yang memungkinkan, dengan bahasa sehari-hari yang manusia berbicara dengannya. Wajib bagi mereka menyampaikan perintah Alloh dengan bahasa-bahasa tersebut, sehingga tersampaikan agama Alloh kepada semua orang dengan bahasa yang difahaminya, baik dengan bahasa Arab atau selainnya.

Sesungguhnya, dakwah sekarang ini sangat memungkinan dan dimudahkan dengan sarana-sarana yang telah disebutkan sebelumnya. Demikian halnya wajib bagi para khathib –di acara perayaan, perkumpulan ataupun selainnya- untuk menyampaikan segala yang ia sanggupi dari perintah Alloh Azza wa Jalla dan menyebarkan agama Alloh menurut kesanggupan dan sebatas ilmu yang mereka miliki.

Mencermati penyebaran dakwah yang menyeru kepada ideologi yang membinasakan dan kepada ilhad (penistaan agama), yang mengingkari eksistensi Rabb semua makhluk, mengingkari risalah kenabian dan mengingkari akhirat, serta mencermati penyebaran dakwah kristiani di banyak negara dan dakwah-dakwah lain yang menyesatkan. Mencermati ini semua, maka sesungguhnya dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla pada hari ini adalah wajib secara umum : wajib bagi seluruh ulama dan para penguasa yang beragama Islam, wajib atas mereka menyampaikan agama Alloh dengan segenap kemampuan dan kekuatan, baik dengan tulisan maupun lisan, dengan media informasi dan semua sarana yang mereka sanggupi, dan janganlah mereka bersikap pasif dan melemparkan tanggung jawab ini kepada Zaid atau ’Amr, karena sesungguhnya yang diperlukan, bahkan sangat mendesak dibutuhkan pada hari ini, adalah adanya ta’awun (saling bekerjasama) dan berserikat serta saling bahu membahu di dalam urusan yang agung ini, lebih banyak daripada sebelumnya.

Karena sesungguhnya musuh-musuh Alloh, mereka saling bahu membahu dan bekerjasama dengan segala sarana yang ada untuk menghalang-halangi dari jalan Alloh, menyebarkan keragu-raguan tentang agama Alloh dan mengajak manusia untuk keluar dari agama Alloh Azza wa Jalla.

Oleh karena itu wajib bagi para pemeluk agama Islam untuk menghadapi antusiasme yang menyesatkan ini. Menghadapi antusiasme mulhid ini dengan antusiasme Islami dan dakwah Islamiyah melalui berbagai macam metoda serta dengan menghimpun berbagai bentuk sarana dan cara yang memungkinkan. Hal ini merupakan bagian pelaksanaan dakwah kepada Alloh yang telah Alloh wajibkan bagi hamba-hamba-Nya.



Keutamaan Dakwah

Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan tentang keutamaan dakwah dan keutamaan para du’at, sebagaimana pula dijelaskan di dalam hadits yang menceritakan tentang pengutusan delegasi oleh Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam yang mana hadits-hadits ini tidak tersamar atas ahli ilmu. Diantaranya adalah firman Alloh Jalla wa ’Ala :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang muslim?” (QS Fushshilat : 33)

Ayat yang mulia ini, menunjukkan sanjungan dan pujian terhadap para du’at dan menjelaskan bahwa tidak ada seorangpun yang lebih baik perkataannya dari mereka. Yang terdepan diantara mereka adalah para rasul ’alaihimush Sholatu was Salam, kemudian para pengikut mereka berdasarkan tingkatan mereka di dalam dakwah, ilmu dan keutamaan.

Maka anda wahai hamba Alloh, cukuplah bagi anda kemuliaan bahwa anda termasuk orang yang meneladani para rasul.

Diantara makna yang terangkai di dalam ayat yang mulia ini :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang muslim?” (QS Fushshilat : 33), adalah makna bahwa tidak ada seorangpun yang lebih baik perkataannya dari seorang da’i, disebabkan karena ia menyeru kepada Alloh, membimbing kepada-Nya dan mengamalkan segala apa yang ia dakwahkan kepada-Nya, yaitu ia mengajak kepada kebenaran dan mengamalkannya, mengingkari kebatilan dan berhati-hati darinya serta meninggalkannya.

Beserta itu pula ia menegaskan keyakinan yang ada pada dirinya tanpa merasa segan, bahwa ia mengatakan : ”sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim”, ia bergembira dan bersuka cita dengan anugerah Alloh yang ada pada dirinya. Bukannya seperti orang yang merasa enggan dan membenci menyebut dirinya sebagai muslim, atau orang yang mengajak kepada Islam hanya karena ingin diperhatikan oleh Fulan atau disikapi baik oleh Fulan, wa Laa haula wa Laa Quwwata illa billah.

Bahkan, seorang mukmin yang berdakwah kepada Alloh adalah orang yang kuat imannya, yang memahami perintah Alloh dan menerangkan hak Alloh, antusias di dalam dakwah ke jalan Alloh dan mengamalkan apa yang ia dakwahkan serta memperingatkan segala yang dilarang Alloh.

Ia adalah orang yang paling bersegera (mengamalkan) apa yang ia dakwahkan dan orang yang paling jauh dari segala yang dilarang. Disamping itu, ia menegaskan bahwa dirinya adalah muslim dan ia menyeru kepada Islam, ia bergembira dan bersuka cita dengannya sebagaimana yang difirmankan Alloh Azza wa Jalla :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

”Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus : 58)

Bergembira (Al-Farh) terhadap rahmat dan karunia Alloh dengan kegembiraan yang penuh suka cita dan kebahagiaan adalah perkara yang disyariatkan. Adapun gembira (Al-Farh) yang dilarang adalah kegembiraan karena kesombongan (bangga hati). Kegembiraan seperti ini adalah terlarang sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla yang mengkisahkan tentang Qorun :

لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

”Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (QS al-Qoshshosh : 76)

Al-Farh (Berbangga hati) di sini adalah kesombongan, merasa tinggi di hadapan manusia dan mengagung-agungkan diri. Kegembiraan seperti inilah yang dilarang.

Adapun Farh (bangga/bergembira) bersuka cita dan berbahagia dengan agama Alloh, farh dengan hidayah Alloh, merasa senang dengannya dan menegaskannya agar diketahui, maka hal ini adalah suatu yang disyariatkan, dipuji dan mulia.

Ayat yang mulia ini termasuk ayat yang paling jelas di dalam menunjukkan keutamaan dakwah, yang menunjukkan bahwa dakwah termasuk qurobat (ibadah/pendekatan diri) yang paling urgen, ketaatan yang paling utama, dan para pelakunya berada di puncak kemuliaan dan kedudukan tertinggi. Yang terdepan diantara mereka adalah para Rasul ’alaihimush Sholatu was Salam, sedangkan Rasul yang paling sempurna di dalam berdakwah adalah imam dan penghulu para Nabi, yaitu Nabi kita Muhammad ’alaihi wa ’alaihim afdhalush Sholati was Salam.

Diantara yang menunjukkan hal ini adalah firman Alloh Jalla wa ’Ala :

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

”Katakanlah: Inilah jalanku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Alloh kepada hujjah yang nyata.” (QS Yusuf : 108)

Alloh menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam berdakwah di atas bashiroh (hujjah yang nyata), dan demikian pula dengan para pengikut beliau. Hal ini menunjukkan keutamaan dakwah, dan menunjukkan bahwa para pengikut Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam adalah para du’at (penyeru) yang menyeru kepada jalan-Nya di atas bashiroh.

Al-Bashiroh adalah ilmu (pengetahuan) tentang apa yang didakwahkan dan apa yang dilarang. Hal ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan yang mereka miliki. Nabi yang mulia ’alaihish Sholatu was Salam bersabda di dalam sebuah hadits yang shahih :

من دل على خير فله مثل أجر فاعله

”Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan, maka baginya pahala yang sepadan dengan pelakunya.” (HR Muslim di dalam ash-Shahih)

Dan sabda beliau :

من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا

”Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka baginya pahala yang sepadan dengan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa yang sepadan dengan orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim).

Hadits ini menunjukkan keutamaan dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla. Telah shahih pula dari Nabi ’alaihish Sholatu was Salam, bahwa beliau bersabda kepada ’Ali radhiyallahu ’anhu wa ardhohu :

فوالله لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم

”Maka demi Alloh! Sekiranya Alloh memberikan petunjuk melalui perantaraanmu kepada seorang lelaki adalah lebih baik bagimu daripada unta merah.” (Disepakati keshahihannya).

Hadits ini juga menunjukkan kepada kita akan keutamaan dakwah kepada Alloh dan yang ada di dalamnya berupa kebaikan yang sangat besar.

Seorang da’i yang berdakwah kepada Alloh Jalla wa ’Ala, akan diberikan pahala yang sepadan dengan orang yang Alloh beri petunjuk melalui perantaraannya. Walaupun orang itu sebanyak ribuan atau jutaan, maka da’i tersebut tetap diberi pahala yang sepadan dengan pahala mereka. Maka mudah-mudahahan kebaikan yang agung ini menyenangkan anda wahai para da’i.

Dengan ini menjadi jelaslah pula bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam juga mendapatkan pahala yang sepadan dengan para pengikut beliau. Maka ini merupakan nikmat yang agung yang diperoleh nabi kita ’alaihish Sholatu was Salam yang sepadan dengan pahala para pengikut beliau sampai hari kiamat, dikarenakan beliau telah menyampaikan risalah Alloh dan menunjuki umat kepada kebaikan, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada beliau.

Demikian pula dengan para Rasul ’alaihimush Sholatu was Salam, mereka juga mendapatkan pahala yang semisal dengan para pengikut mereka. Juga demikian halnya dengan anda wahai para da’i di setiap zaman, anda akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala para pengikut anda dan orang-orang yang menerima dakwah anda. Maka, jagalah kebaikan ini dan bersegeralah melakukannya.

Hukum dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla dan keutamaannya

Penjelasan tentang

Adapun hukumnya, ada sejumlah dalil dari Kitabullah dan as-Sunnah yang menunjukkan atas wajibnya berdakwah kepada Alloh Azza wa Jalla, dan bahwasanya dakwah itu termasuk kewajiban serta dalil-dalil tentangnya sangatlah banyak. Diantaranya firman Alloh Subhanahu :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali ’Imran : 104)

Firman-Nya Jalla wa ’Ala :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl : 125)

Firman-Nya Azza wa Jalla :

وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

”Dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS al-Qashshash : 87)

Dan firman-Nya Subhanahu :

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

”Katakanlah: Inilah jalanku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Alloh kepada hujjah yang nyata.” (QS Yusuf : 108)

Alloh Subhanahu menjelaskan bahwa para pengikut Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam, mereka adalah para du’at yang menyeru kepada Alloh dan mereka adalah ahlul basho`ir (orang-orang yang memiliki hujjah yang nyata, pent.). Maka merupakan kewajiban –sebagaimana telah maklum- adalah mengikuti beliau dan meniti di atas manhaj beliau ’alaihi ash-Sholatu was Salam, sebagaimana firman Alloh Ta’ala :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzaab : 21)

Para ulama menerangkan bahwa dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla itu hukumnya fardhu kifayah, selama negeri-negeri itu memiliki para du’at yang tinggal di dalamnya. Karena sesungguhnya setiap negeri dan wilayah, memerlukan dakwah dan memerlukan antusiasme di dalam dakwah. Dengan demikian, dakwah hukumnya fardhu kifayah apabila telah ada orang yang menegakkannya dan jika telah memadai maka gugur kewajiban dakwah bagi lainnya dan dakwah pada saat itu menjadi sunnah mu’akkadah dan termasuk amal shalih yang mulia.

Apabila para penduduk suatu wilayah atau negeri tertentu belum dapat menegakkan dakwah secara sempurna, maka semuanya berdosa dan hukumnya menjadi wajib atas seluruhnya, dan wajib bagi setiap orang untuk menegakkan dakwah sebatas kemampuan dan sebisanya.

Adapun tinjauan terhadap negeri-negeri secara umum, maka wajiblah kiranya ada sekelompok orang yang memiliki andil di dalam menegakkan dakwah kepada Alloh Jalla wa ’Ala di seluruh penjuru dunia, yang menyampaikan risalah Alloh dan menerangkan perintah Alloh Azza wa Jalla dengan segala cara yang memungkinkan. Karena Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam telah mengutus para delegasi dan mengirim surat-surat kepada manusia, kepada kerajaan-kerajaan dan para pembesar, beliau mengajak mereka kepada Alloh Azza wa Jalla.

Di zaman kita sekarang ini, sungguh Alloh azza wa Jalla lebih banyak mempermudah urusan dakwah ini dengan berbagai sarana yang belum pernah ada sebelumnya. Urusan dakwah di zaman ini jauh lebih mudah dengan berbagai sarana dan menegakkan hujjah kepada manusia di zaman ini dapat dilakukan dengan berbagai media yang beraneka ragam, seperti media penyiaran, televisi, cetak... dan media-media lainnya yang bermacam-macam.

Maka wajib bagi ahli ilmu dan iman, dan bagi para penerus Rasul untuk tetap menegakkan kewajiban ini dan saling bahu membahu di dalamnya. Mereka wajib menyampaikan risalah Alloh kepada hamba-hamba-Nya dan janganlah takut dengan celaan para pencela dan jangan pula pilih kasih di dalam dakwah hanya kepada orang tua, anak kecil, orang kaya atua orang miskin saja, namun hendaklah mereka menyampaikan perintah Alloh kepada semua hamba-Nya sebagaimana yang Alloh turunkan dan syariatkan.

Terkadang berdakwah itu hukumnya menjadi fardhu ’ain apabila anda berada di suatu tempat yang tidak ada seorangpun yang melaksanakannya kecuali anda. Seperti amar ma’ruf dan nahi munkar, maka hukumnya adalah fardhu ’ain dan acap kali dakwah itu berubah hukumnya menjadi fardhu kifayah.

Apabila anda berada di suatu tempat yang tidak ada seorangpun yang menyokong urusan ini dan menyampaikan perintah Alloh selain diri anda, maka wajib bagi anda untuk melaksanakannya. Namun apabila ada orang yang menegakkan dakwah dan tabligh, amar ma’ruf dan nahi munkar selain diri anda, maka pada saat itu dakwah merupakan suatu hal yang sunnah bagi anda.

Apabila anda bersemangat dan berantusias di dalam dakwah, maka anda dengan demikian telah berlomba-lomba di dalam kebaikan dan berlomba-lomba di dalam ketaatan. Diantara dalil yang dijadikan sebagai hujjah bahwa dakwah itu fardhu kifayah adalah firman Alloh Jalla wa ’Ala :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan” (QS Ali ’Imran : 104)

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata menjelaskan ayat ini yang maknanya sebagai berikut : Hendaklah ada diantara kalian sekumpulan orang yang memberikan andil di dalam urusan yang agung ini, menyeru kepada Alloh dan menyebarkan agama-Nya serta menyampaikan perintah-Nya Subhanahu wa Ta’ala.

Juga suatu hal yang telah diketahui, bahwa Rasulullah ’alaihi ash-Sholatu was Salam berdakwah kepada Alloh dan menegakkan perintah Alloh di Makkah dengan segenap kemampuan beliau. Para sahabat juga turut menegakkan hal ini dengan segenap tenaga mereka, semoga Alloh meridhai mereka semua dan mereka meridhai Alloh.

Kemudian ketika mereka berhijrah, mereka menegakkan dakwah lebih banyak dan lebih luas lagi. Tatkala mereka tersebar di penjuru negeri pasca wafatnya Nabi ’alaihi ash-Sholatu was Salam, mereka juga tetap menegakkan dakwah, semoga Alloh meridhai mereka semua dan mereka meridhai Alloh. Semuanya mereka lakukan dengan segenap kemampuan dan ilmu yang mereka miliki.

Di saat sedikitnya para du’at dan banyaknya kemungkaran serta mendominasinya kebodohan –sebagaimana keadaan kita pada hari ini-, maka dakwah menjadi fardhu ’ain atas setiap orang sebatas kemampuannya.

Apabila seseorang berada di suatu tempat yang terbatas (kecil) seperti di suatu desa, kota atau semisalnya, dan ia mendapatkan adanya orang yang menjalankan dakwah di dalamnya, yang menegakkan dan menyampaikan perintah Alloh, maka hal ini telah memadai dan hukum tabligh bagi orang itu adalah sunnah. Karena hujjah telah ditegakkan dan perintah Alloh telah ditunaikan melalui upaya orang selain dirinya.

Akan tetapi, berkenaan dengan bumi Alloh dan manusia lainnya, maka wajib bagi para ulama dan para penguasa dengan segenap kemampuan mereka, menyampaikan perintah Alloh ke setiap negeri dan setiap orang sebisanya, dan hal ini merupakan fardhu ’ain atasnya sebatas kemampuannya.

Dengan demikian, dapatlah diketahui bahwa dakwah itu bisa jadi berhukum fardhu ’ain dan bisa jadi fardhu kifayah. Hal ini adalah suatu hal yang nisbi (relatif) yang berbeda-beda (menurut keadaannya, pent.). Dakwah kadang kala menjadi fardhu ’ain atas suatu kaum atau individu, dan terkadang pula menjadi sunnah atas individu atau kaum lainnya, dikarenakan didapatkan di tempat atau daerah mereka ada orang yang menegakkan dakwah sehingga telah mencukupi bagi mereka.

Adapun yang berkaitan dengan para penguasa dan orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih luas, maka kewajiban atas mereka lebih banyak. Wajib bagi mereka menyebarkan dakwah ke negeri-negeri yang mereka sanggupi, dengan segenap kemampuan dan dengan segala cara yang memungkinkan, dengan bahasa sehari-hari yang manusia berbicara dengannya. Wajib bagi mereka menyampaikan perintah Alloh dengan bahasa-bahasa tersebut, sehingga tersampaikan agama Alloh kepada semua orang dengan bahasa yang difahaminya, baik dengan bahasa Arab atau selainnya.

Sesungguhnya, dakwah sekarang ini sangat memungkinan dan dimudahkan dengan sarana-sarana yang telah disebutkan sebelumnya. Demikian halnya wajib bagi para khathib –di acara perayaan, perkumpulan ataupun selainnya- untuk menyampaikan segala yang ia sanggupi dari perintah Alloh Azza wa Jalla dan menyebarkan agama Alloh menurut kesanggupan dan sebatas ilmu yang mereka miliki.

Mencermati penyebaran dakwah yang menyeru kepada ideologi yang membinasakan dan kepada ilhad (penistaan agama), yang mengingkari eksistensi Rabb semua makhluk, mengingkari risalah kenabian dan mengingkari akhirat, serta mencermati penyebaran dakwah kristiani di banyak negara dan dakwah-dakwah lain yang menyesatkan. Mencermati ini semua, maka sesungguhnya dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla pada hari ini adalah wajib secara umum : wajib bagi seluruh ulama dan para penguasa yang beragama Islam, wajib atas mereka menyampaikan agama Alloh dengan segenap kemampuan dan kekuatan, baik dengan tulisan maupun lisan, dengan media informasi dan semua sarana yang mereka sanggupi, dan janganlah mereka bersikap pasif dan melemparkan tanggung jawab ini kepada Zaid atau ’Amr, karena sesungguhnya yang diperlukan, bahkan sangat mendesak dibutuhkan pada hari ini, adalah adanya ta’awun (saling bekerjasama) dan berserikat serta saling bahu membahu di dalam urusan yang agung ini, lebih banyak daripada sebelumnya.

Karena sesungguhnya musuh-musuh Alloh, mereka saling bahu membahu dan bekerjasama dengan segala sarana yang ada untuk menghalang-halangi dari jalan Alloh, menyebarkan keragu-raguan tentang agama Alloh dan mengajak manusia untuk keluar dari agama Alloh Azza wa Jalla.

Oleh karena itu wajib bagi para pemeluk agama Islam untuk menghadapi antusiasme yang menyesatkan ini. Menghadapi antusiasme mulhid ini dengan antusiasme Islami dan dakwah Islamiyah melalui berbagai macam metoda serta dengan menghimpun berbagai bentuk sarana dan cara yang memungkinkan. Hal ini merupakan bagian pelaksanaan dakwah kepada Alloh yang telah Alloh wajibkan bagi hamba-hamba-Nya.



Keutamaan Dakwah

Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan tentang keutamaan dakwah dan keutamaan para du’at, sebagaimana pula dijelaskan di dalam hadits yang menceritakan tentang pengutusan delegasi oleh Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam yang mana hadits-hadits ini tidak tersamar atas ahli ilmu. Diantaranya adalah firman Alloh Jalla wa ’Ala :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang muslim?” (QS Fushshilat : 33)

Ayat yang mulia ini, menunjukkan sanjungan dan pujian terhadap para du’at dan menjelaskan bahwa tidak ada seorangpun yang lebih baik perkataannya dari mereka. Yang terdepan diantara mereka adalah para rasul ’alaihimush Sholatu was Salam, kemudian para pengikut mereka berdasarkan tingkatan mereka di dalam dakwah, ilmu dan keutamaan.

Maka anda wahai hamba Alloh, cukuplah bagi anda kemuliaan bahwa anda termasuk orang yang meneladani para rasul.

Diantara makna yang terangkai di dalam ayat yang mulia ini :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang muslim?” (QS Fushshilat : 33), adalah makna bahwa tidak ada seorangpun yang lebih baik perkataannya dari seorang da’i, disebabkan karena ia menyeru kepada Alloh, membimbing kepada-Nya dan mengamalkan segala apa yang ia dakwahkan kepada-Nya, yaitu ia mengajak kepada kebenaran dan mengamalkannya, mengingkari kebatilan dan berhati-hati darinya serta meninggalkannya.

Beserta itu pula ia menegaskan keyakinan yang ada pada dirinya tanpa merasa segan, bahwa ia mengatakan : ”sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim”, ia bergembira dan bersuka cita dengan anugerah Alloh yang ada pada dirinya. Bukannya seperti orang yang merasa enggan dan membenci menyebut dirinya sebagai muslim, atau orang yang mengajak kepada Islam hanya karena ingin diperhatikan oleh Fulan atau disikapi baik oleh Fulan, wa Laa haula wa Laa Quwwata illa billah.

Bahkan, seorang mukmin yang berdakwah kepada Alloh adalah orang yang kuat imannya, yang memahami perintah Alloh dan menerangkan hak Alloh, antusias di dalam dakwah ke jalan Alloh dan mengamalkan apa yang ia dakwahkan serta memperingatkan segala yang dilarang Alloh.

Ia adalah orang yang paling bersegera (mengamalkan) apa yang ia dakwahkan dan orang yang paling jauh dari segala yang dilarang. Disamping itu, ia menegaskan bahwa dirinya adalah muslim dan ia menyeru kepada Islam, ia bergembira dan bersuka cita dengannya sebagaimana yang difirmankan Alloh Azza wa Jalla :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

”Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus : 58)

Bergembira (Al-Farh) terhadap rahmat dan karunia Alloh dengan kegembiraan yang penuh suka cita dan kebahagiaan adalah perkara yang disyariatkan. Adapun gembira (Al-Farh) yang dilarang adalah kegembiraan karena kesombongan (bangga hati). Kegembiraan seperti ini adalah terlarang sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla yang mengkisahkan tentang Qorun :

لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

”Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (QS al-Qoshshosh : 76)

Al-Farh (Berbangga hati) di sini adalah kesombongan, merasa tinggi di hadapan manusia dan mengagung-agungkan diri. Kegembiraan seperti inilah yang dilarang.

Adapun Farh (bangga/bergembira) bersuka cita dan berbahagia dengan agama Alloh, farh dengan hidayah Alloh, merasa senang dengannya dan menegaskannya agar diketahui, maka hal ini adalah suatu yang disyariatkan, dipuji dan mulia.

Ayat yang mulia ini termasuk ayat yang paling jelas di dalam menunjukkan keutamaan dakwah, yang menunjukkan bahwa dakwah termasuk qurobat (ibadah/pendekatan diri) yang paling urgen, ketaatan yang paling utama, dan para pelakunya berada di puncak kemuliaan dan kedudukan tertinggi. Yang terdepan diantara mereka adalah para Rasul ’alaihimush Sholatu was Salam, sedangkan Rasul yang paling sempurna di dalam berdakwah adalah imam dan penghulu para Nabi, yaitu Nabi kita Muhammad ’alaihi wa ’alaihim afdhalush Sholati was Salam.

Diantara yang menunjukkan hal ini adalah firman Alloh Jalla wa ’Ala :

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

”Katakanlah: Inilah jalanku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Alloh kepada hujjah yang nyata.” (QS Yusuf : 108)

Alloh menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam berdakwah di atas bashiroh (hujjah yang nyata), dan demikian pula dengan para pengikut beliau. Hal ini menunjukkan keutamaan dakwah, dan menunjukkan bahwa para pengikut Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam adalah para du’at (penyeru) yang menyeru kepada jalan-Nya di atas bashiroh.

Al-Bashiroh adalah ilmu (pengetahuan) tentang apa yang didakwahkan dan apa yang dilarang. Hal ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan yang mereka miliki. Nabi yang mulia ’alaihish Sholatu was Salam bersabda di dalam sebuah hadits yang shahih :

من دل على خير فله مثل أجر فاعله

”Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan, maka baginya pahala yang sepadan dengan pelakunya.” (HR Muslim di dalam ash-Shahih)

Dan sabda beliau :

من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا

”Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka baginya pahala yang sepadan dengan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa yang sepadan dengan orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim).

Hadits ini menunjukkan keutamaan dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla. Telah shahih pula dari Nabi ’alaihish Sholatu was Salam, bahwa beliau bersabda kepada ’Ali radhiyallahu ’anhu wa ardhohu :

فوالله لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم

”Maka demi Alloh! Sekiranya Alloh memberikan petunjuk melalui perantaraanmu kepada seorang lelaki adalah lebih baik bagimu daripada unta merah.” (Disepakati keshahihannya).

Hadits ini juga menunjukkan kepada kita akan keutamaan dakwah kepada Alloh dan yang ada di dalamnya berupa kebaikan yang sangat besar.

Seorang da’i yang berdakwah kepada Alloh Jalla wa ’Ala, akan diberikan pahala yang sepadan dengan orang yang Alloh beri petunjuk melalui perantaraannya. Walaupun orang itu sebanyak ribuan atau jutaan, maka da’i tersebut tetap diberi pahala yang sepadan dengan pahala mereka. Maka mudah-mudahahan kebaikan yang agung ini menyenangkan anda wahai para da’i.

Dengan ini menjadi jelaslah pula bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam juga mendapatkan pahala yang sepadan dengan para pengikut beliau. Maka ini merupakan nikmat yang agung yang diperoleh nabi kita ’alaihish Sholatu was Salam yang sepadan dengan pahala para pengikut beliau sampai hari kiamat, dikarenakan beliau telah menyampaikan risalah Alloh dan menunjuki umat kepada kebaikan, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada beliau.

Demikian pula dengan para Rasul ’alaihimush Sholatu was Salam, mereka juga mendapatkan pahala yang semisal dengan para pengikut mereka. Juga demikian halnya dengan anda wahai para da’i di setiap zaman, anda akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala para pengikut anda dan orang-orang yang menerima dakwah anda. Maka, jagalah kebaikan ini dan bersegeralah melakukannya.

Jumat, 26 November 2010

Hukum dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla dan keutamaannya

Penjelasan tentang

Adapun hukumnya, ada sejumlah dalil dari Kitabullah dan as-Sunnah yang menunjukkan atas wajibnya berdakwah kepada Alloh Azza wa Jalla, dan bahwasanya dakwah itu termasuk kewajiban serta dalil-dalil tentangnya sangatlah banyak. Diantaranya firman Alloh Subhanahu :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali ’Imran : 104)

Firman-Nya Jalla wa ’Ala :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl : 125)

Firman-Nya Azza wa Jalla :

وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

”Dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS al-Qashshash : 87)

Dan firman-Nya Subhanahu :

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

”Katakanlah: Inilah jalanku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Alloh kepada hujjah yang nyata.” (QS Yusuf : 108)

Alloh Subhanahu menjelaskan bahwa para pengikut Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam, mereka adalah para du’at yang menyeru kepada Alloh dan mereka adalah ahlul basho`ir (orang-orang yang memiliki hujjah yang nyata, pent.). Maka merupakan kewajiban –sebagaimana telah maklum- adalah mengikuti beliau dan meniti di atas manhaj beliau ’alaihi ash-Sholatu was Salam, sebagaimana firman Alloh Ta’ala :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzaab : 21)

Para ulama menerangkan bahwa dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla itu hukumnya fardhu kifayah, selama negeri-negeri itu memiliki para du’at yang tinggal di dalamnya. Karena sesungguhnya setiap negeri dan wilayah, memerlukan dakwah dan memerlukan antusiasme di dalam dakwah. Dengan demikian, dakwah hukumnya fardhu kifayah apabila telah ada orang yang menegakkannya dan jika telah memadai maka gugur kewajiban dakwah bagi lainnya dan dakwah pada saat itu menjadi sunnah mu’akkadah dan termasuk amal shalih yang mulia.

Apabila para penduduk suatu wilayah atau negeri tertentu belum dapat menegakkan dakwah secara sempurna, maka semuanya berdosa dan hukumnya menjadi wajib atas seluruhnya, dan wajib bagi setiap orang untuk menegakkan dakwah sebatas kemampuan dan sebisanya.

Adapun tinjauan terhadap negeri-negeri secara umum, maka wajiblah kiranya ada sekelompok orang yang memiliki andil di dalam menegakkan dakwah kepada Alloh Jalla wa ’Ala di seluruh penjuru dunia, yang menyampaikan risalah Alloh dan menerangkan perintah Alloh Azza wa Jalla dengan segala cara yang memungkinkan. Karena Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam telah mengutus para delegasi dan mengirim surat-surat kepada manusia, kepada kerajaan-kerajaan dan para pembesar, beliau mengajak mereka kepada Alloh Azza wa Jalla.

Di zaman kita sekarang ini, sungguh Alloh azza wa Jalla lebih banyak mempermudah urusan dakwah ini dengan berbagai sarana yang belum pernah ada sebelumnya. Urusan dakwah di zaman ini jauh lebih mudah dengan berbagai sarana dan menegakkan hujjah kepada manusia di zaman ini dapat dilakukan dengan berbagai media yang beraneka ragam, seperti media penyiaran, televisi, cetak... dan media-media lainnya yang bermacam-macam.

Maka wajib bagi ahli ilmu dan iman, dan bagi para penerus Rasul untuk tetap menegakkan kewajiban ini dan saling bahu membahu di dalamnya. Mereka wajib menyampaikan risalah Alloh kepada hamba-hamba-Nya dan janganlah takut dengan celaan para pencela dan jangan pula pilih kasih di dalam dakwah hanya kepada orang tua, anak kecil, orang kaya atua orang miskin saja, namun hendaklah mereka menyampaikan perintah Alloh kepada semua hamba-Nya sebagaimana yang Alloh turunkan dan syariatkan.

Terkadang berdakwah itu hukumnya menjadi fardhu ’ain apabila anda berada di suatu tempat yang tidak ada seorangpun yang melaksanakannya kecuali anda. Seperti amar ma’ruf dan nahi munkar, maka hukumnya adalah fardhu ’ain dan acap kali dakwah itu berubah hukumnya menjadi fardhu kifayah.

Apabila anda berada di suatu tempat yang tidak ada seorangpun yang menyokong urusan ini dan menyampaikan perintah Alloh selain diri anda, maka wajib bagi anda untuk melaksanakannya. Namun apabila ada orang yang menegakkan dakwah dan tabligh, amar ma’ruf dan nahi munkar selain diri anda, maka pada saat itu dakwah merupakan suatu hal yang sunnah bagi anda.

Apabila anda bersemangat dan berantusias di dalam dakwah, maka anda dengan demikian telah berlomba-lomba di dalam kebaikan dan berlomba-lomba di dalam ketaatan. Diantara dalil yang dijadikan sebagai hujjah bahwa dakwah itu fardhu kifayah adalah firman Alloh Jalla wa ’Ala :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan” (QS Ali ’Imran : 104)

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata menjelaskan ayat ini yang maknanya sebagai berikut : Hendaklah ada diantara kalian sekumpulan orang yang memberikan andil di dalam urusan yang agung ini, menyeru kepada Alloh dan menyebarkan agama-Nya serta menyampaikan perintah-Nya Subhanahu wa Ta’ala.

Juga suatu hal yang telah diketahui, bahwa Rasulullah ’alaihi ash-Sholatu was Salam berdakwah kepada Alloh dan menegakkan perintah Alloh di Makkah dengan segenap kemampuan beliau. Para sahabat juga turut menegakkan hal ini dengan segenap tenaga mereka, semoga Alloh meridhai mereka semua dan mereka meridhai Alloh.

Kemudian ketika mereka berhijrah, mereka menegakkan dakwah lebih banyak dan lebih luas lagi. Tatkala mereka tersebar di penjuru negeri pasca wafatnya Nabi ’alaihi ash-Sholatu was Salam, mereka juga tetap menegakkan dakwah, semoga Alloh meridhai mereka semua dan mereka meridhai Alloh. Semuanya mereka lakukan dengan segenap kemampuan dan ilmu yang mereka miliki.

Di saat sedikitnya para du’at dan banyaknya kemungkaran serta mendominasinya kebodohan –sebagaimana keadaan kita pada hari ini-, maka dakwah menjadi fardhu ’ain atas setiap orang sebatas kemampuannya.

Apabila seseorang berada di suatu tempat yang terbatas (kecil) seperti di suatu desa, kota atau semisalnya, dan ia mendapatkan adanya orang yang menjalankan dakwah di dalamnya, yang menegakkan dan menyampaikan perintah Alloh, maka hal ini telah memadai dan hukum tabligh bagi orang itu adalah sunnah. Karena hujjah telah ditegakkan dan perintah Alloh telah ditunaikan melalui upaya orang selain dirinya.

Akan tetapi, berkenaan dengan bumi Alloh dan manusia lainnya, maka wajib bagi para ulama dan para penguasa dengan segenap kemampuan mereka, menyampaikan perintah Alloh ke setiap negeri dan setiap orang sebisanya, dan hal ini merupakan fardhu ’ain atasnya sebatas kemampuannya.

Dengan demikian, dapatlah diketahui bahwa dakwah itu bisa jadi berhukum fardhu ’ain dan bisa jadi fardhu kifayah. Hal ini adalah suatu hal yang nisbi (relatif) yang berbeda-beda (menurut keadaannya, pent.). Dakwah kadang kala menjadi fardhu ’ain atas suatu kaum atau individu, dan terkadang pula menjadi sunnah atas individu atau kaum lainnya, dikarenakan didapatkan di tempat atau daerah mereka ada orang yang menegakkan dakwah sehingga telah mencukupi bagi mereka.

Adapun yang berkaitan dengan para penguasa dan orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih luas, maka kewajiban atas mereka lebih banyak. Wajib bagi mereka menyebarkan dakwah ke negeri-negeri yang mereka sanggupi, dengan segenap kemampuan dan dengan segala cara yang memungkinkan, dengan bahasa sehari-hari yang manusia berbicara dengannya. Wajib bagi mereka menyampaikan perintah Alloh dengan bahasa-bahasa tersebut, sehingga tersampaikan agama Alloh kepada semua orang dengan bahasa yang difahaminya, baik dengan bahasa Arab atau selainnya.

Sesungguhnya, dakwah sekarang ini sangat memungkinan dan dimudahkan dengan sarana-sarana yang telah disebutkan sebelumnya. Demikian halnya wajib bagi para khathib –di acara perayaan, perkumpulan ataupun selainnya- untuk menyampaikan segala yang ia sanggupi dari perintah Alloh Azza wa Jalla dan menyebarkan agama Alloh menurut kesanggupan dan sebatas ilmu yang mereka miliki.

Mencermati penyebaran dakwah yang menyeru kepada ideologi yang membinasakan dan kepada ilhad (penistaan agama), yang mengingkari eksistensi Rabb semua makhluk, mengingkari risalah kenabian dan mengingkari akhirat, serta mencermati penyebaran dakwah kristiani di banyak negara dan dakwah-dakwah lain yang menyesatkan. Mencermati ini semua, maka sesungguhnya dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla pada hari ini adalah wajib secara umum : wajib bagi seluruh ulama dan para penguasa yang beragama Islam, wajib atas mereka menyampaikan agama Alloh dengan segenap kemampuan dan kekuatan, baik dengan tulisan maupun lisan, dengan media informasi dan semua sarana yang mereka sanggupi, dan janganlah mereka bersikap pasif dan melemparkan tanggung jawab ini kepada Zaid atau ’Amr, karena sesungguhnya yang diperlukan, bahkan sangat mendesak dibutuhkan pada hari ini, adalah adanya ta’awun (saling bekerjasama) dan berserikat serta saling bahu membahu di dalam urusan yang agung ini, lebih banyak daripada sebelumnya.

Karena sesungguhnya musuh-musuh Alloh, mereka saling bahu membahu dan bekerjasama dengan segala sarana yang ada untuk menghalang-halangi dari jalan Alloh, menyebarkan keragu-raguan tentang agama Alloh dan mengajak manusia untuk keluar dari agama Alloh Azza wa Jalla.

Oleh karena itu wajib bagi para pemeluk agama Islam untuk menghadapi antusiasme yang menyesatkan ini. Menghadapi antusiasme mulhid ini dengan antusiasme Islami dan dakwah Islamiyah melalui berbagai macam metoda serta dengan menghimpun berbagai bentuk sarana dan cara yang memungkinkan. Hal ini merupakan bagian pelaksanaan dakwah kepada Alloh yang telah Alloh wajibkan bagi hamba-hamba-Nya.



Keutamaan Dakwah

Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan tentang keutamaan dakwah dan keutamaan para du’at, sebagaimana pula dijelaskan di dalam hadits yang menceritakan tentang pengutusan delegasi oleh Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam yang mana hadits-hadits ini tidak tersamar atas ahli ilmu. Diantaranya adalah firman Alloh Jalla wa ’Ala :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang muslim?” (QS Fushshilat : 33)

Ayat yang mulia ini, menunjukkan sanjungan dan pujian terhadap para du’at dan menjelaskan bahwa tidak ada seorangpun yang lebih baik perkataannya dari mereka. Yang terdepan diantara mereka adalah para rasul ’alaihimush Sholatu was Salam, kemudian para pengikut mereka berdasarkan tingkatan mereka di dalam dakwah, ilmu dan keutamaan.

Maka anda wahai hamba Alloh, cukuplah bagi anda kemuliaan bahwa anda termasuk orang yang meneladani para rasul.

Diantara makna yang terangkai di dalam ayat yang mulia ini :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang muslim?” (QS Fushshilat : 33), adalah makna bahwa tidak ada seorangpun yang lebih baik perkataannya dari seorang da’i, disebabkan karena ia menyeru kepada Alloh, membimbing kepada-Nya dan mengamalkan segala apa yang ia dakwahkan kepada-Nya, yaitu ia mengajak kepada kebenaran dan mengamalkannya, mengingkari kebatilan dan berhati-hati darinya serta meninggalkannya.

Beserta itu pula ia menegaskan keyakinan yang ada pada dirinya tanpa merasa segan, bahwa ia mengatakan : ”sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim”, ia bergembira dan bersuka cita dengan anugerah Alloh yang ada pada dirinya. Bukannya seperti orang yang merasa enggan dan membenci menyebut dirinya sebagai muslim, atau orang yang mengajak kepada Islam hanya karena ingin diperhatikan oleh Fulan atau disikapi baik oleh Fulan, wa Laa haula wa Laa Quwwata illa billah.

Bahkan, seorang mukmin yang berdakwah kepada Alloh adalah orang yang kuat imannya, yang memahami perintah Alloh dan menerangkan hak Alloh, antusias di dalam dakwah ke jalan Alloh dan mengamalkan apa yang ia dakwahkan serta memperingatkan segala yang dilarang Alloh.

Ia adalah orang yang paling bersegera (mengamalkan) apa yang ia dakwahkan dan orang yang paling jauh dari segala yang dilarang. Disamping itu, ia menegaskan bahwa dirinya adalah muslim dan ia menyeru kepada Islam, ia bergembira dan bersuka cita dengannya sebagaimana yang difirmankan Alloh Azza wa Jalla :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

”Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus : 58)

Bergembira (Al-Farh) terhadap rahmat dan karunia Alloh dengan kegembiraan yang penuh suka cita dan kebahagiaan adalah perkara yang disyariatkan. Adapun gembira (Al-Farh) yang dilarang adalah kegembiraan karena kesombongan (bangga hati). Kegembiraan seperti ini adalah terlarang sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla yang mengkisahkan tentang Qorun :

لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

”Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (QS al-Qoshshosh : 76)

Al-Farh (Berbangga hati) di sini adalah kesombongan, merasa tinggi di hadapan manusia dan mengagung-agungkan diri. Kegembiraan seperti inilah yang dilarang.

Adapun Farh (bangga/bergembira) bersuka cita dan berbahagia dengan agama Alloh, farh dengan hidayah Alloh, merasa senang dengannya dan menegaskannya agar diketahui, maka hal ini adalah suatu yang disyariatkan, dipuji dan mulia.

Ayat yang mulia ini termasuk ayat yang paling jelas di dalam menunjukkan keutamaan dakwah, yang menunjukkan bahwa dakwah termasuk qurobat (ibadah/pendekatan diri) yang paling urgen, ketaatan yang paling utama, dan para pelakunya berada di puncak kemuliaan dan kedudukan tertinggi. Yang terdepan diantara mereka adalah para Rasul ’alaihimush Sholatu was Salam, sedangkan Rasul yang paling sempurna di dalam berdakwah adalah imam dan penghulu para Nabi, yaitu Nabi kita Muhammad ’alaihi wa ’alaihim afdhalush Sholati was Salam.

Diantara yang menunjukkan hal ini adalah firman Alloh Jalla wa ’Ala :

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

”Katakanlah: Inilah jalanku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Alloh kepada hujjah yang nyata.” (QS Yusuf : 108)

Alloh menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam berdakwah di atas bashiroh (hujjah yang nyata), dan demikian pula dengan para pengikut beliau. Hal ini menunjukkan keutamaan dakwah, dan menunjukkan bahwa para pengikut Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam adalah para du’at (penyeru) yang menyeru kepada jalan-Nya di atas bashiroh.

Al-Bashiroh adalah ilmu (pengetahuan) tentang apa yang didakwahkan dan apa yang dilarang. Hal ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan yang mereka miliki. Nabi yang mulia ’alaihish Sholatu was Salam bersabda di dalam sebuah hadits yang shahih :

من دل على خير فله مثل أجر فاعله

”Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan, maka baginya pahala yang sepadan dengan pelakunya.” (HR Muslim di dalam ash-Shahih)

Dan sabda beliau :

من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا

”Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka baginya pahala yang sepadan dengan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa yang sepadan dengan orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim).

Hadits ini menunjukkan keutamaan dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla. Telah shahih pula dari Nabi ’alaihish Sholatu was Salam, bahwa beliau bersabda kepada ’Ali radhiyallahu ’anhu wa ardhohu :

فوالله لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم

”Maka demi Alloh! Sekiranya Alloh memberikan petunjuk melalui perantaraanmu kepada seorang lelaki adalah lebih baik bagimu daripada unta merah.” (Disepakati keshahihannya).

Hadits ini juga menunjukkan kepada kita akan keutamaan dakwah kepada Alloh dan yang ada di dalamnya berupa kebaikan yang sangat besar.

Seorang da’i yang berdakwah kepada Alloh Jalla wa ’Ala, akan diberikan pahala yang sepadan dengan orang yang Alloh beri petunjuk melalui perantaraannya. Walaupun orang itu sebanyak ribuan atau jutaan, maka da’i tersebut tetap diberi pahala yang sepadan dengan pahala mereka. Maka mudah-mudahahan kebaikan yang agung ini menyenangkan anda wahai para da’i.

Dengan ini menjadi jelaslah pula bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam juga mendapatkan pahala yang sepadan dengan para pengikut beliau. Maka ini merupakan nikmat yang agung yang diperoleh nabi kita ’alaihish Sholatu was Salam yang sepadan dengan pahala para pengikut beliau sampai hari kiamat, dikarenakan beliau telah menyampaikan risalah Alloh dan menunjuki umat kepada kebaikan, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada beliau.

Demikian pula dengan para Rasul ’alaihimush Sholatu was Salam, mereka juga mendapatkan pahala yang semisal dengan para pengikut mereka. Juga demikian halnya dengan anda wahai para da’i di setiap zaman, anda akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala para pengikut anda dan orang-orang yang menerima dakwah anda. Maka, jagalah kebaikan ini dan bersegeralah melakukannya.

DAKWAH KE JALAN ALLOH DAN AKHLAK SEORANG DA’I

الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، ولا عدوان إلا على الظالمين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، إله الأولين والآخرين، وقيوم السماوات والأرضين، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله وخليله وأمينه على وحيه، أرسله إلى الناس كافة بشيرا ونذيرا، وداعيا إلى الله بإذنه وسراجا منيرا، صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه الذين ساروا على طريقته في الدعوة إلى سبيله، وصبروا على ذلك، وجاهدوا فيه حتى أظهر الله بهم دينه، وأعلى كلمته ولو كره المشركون، وسلم تسليما كثيرا أما بعد:

Segala puji hanyalah milik Alloh Rabb (pemelihara) alam semesta, dan akibat (yang baik) hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa serta tidak ada permusuhan melainkan hanya kepada orang-orang yang berbuat aniaya (zhalimin). Aku bersaksi bahwa tiada ilaah (sesembahan) yang haq untuk disembah kecuali hanyalah Alloh semata yang tiada sekutu bagi-Nya, (Dialah) sesembahan yang pertama dan yang belakangan, yang menegakkan langit dan bumi. Aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya serta kekasih (khalil) dan kepercayaan (amin)-Nya yang bertugas menyampaikan wahyu-Nya, yang Alloh mengutus beliau kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan peringatan, yang menyeru kepada Alloh dengan izin-Nya dan pembawa pelita yang terang benderang. Sholawat dan Salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada beliau dan kepada keluarga beliau serta para sahabat beliau yang meniti di atas jalan beliau di dalam berdakwah ke jalan Alloh, yang mereka bersabar di atasnya dan berjihad di dalamnya sampai Alloh memenangkan bagi mereka agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, walaupun orang-orang musyrik membencinya. Amma Ba’du :

Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk beribadah kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan untuk mengagungkan perintah dan larangan-Nya serta untuk mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS adz-Dzaariyat : 56)

Dan firman-Nya Azza wa Jalla :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

”Wahai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang yang bertakwa.”

Dan firman-Nya Azza wa Jalla :

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

”Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah itu ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS ath-Tholaq : 12)

Alloh Subhanahu menjelaskan bahwa Dia menciptakan makhluk-Nya supaya Ia diibadahi, diagungkan dan ditaati perintah dan larangan-Nya, sebab ibadah adalah mentauhidkan-Nya dan mentaati-Nya disertai dengan pengagungan akan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya. Alloh Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa Ia menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya yang ada di dalamnya, agar supaya diketahui bahwa Ia berkuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa diantara hikmah keberadaan (eksistensi) makhluk-Nya adalah, supaya Alloh dikenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan Dia Jalla wa ’Ala adalah Maha Berkuasa dan Mengetahui atas segala sesuatu. Demikian pula diantara hikmah penciptaan makhluk dan eksistensi mereka adalah supaya mereka menyembah-Nya, mengagungkan-Nya, mensucikan-Nya dan merendahkan diri di bawah keagungan-Nya.

Sesungguhnya ibadah itu adalah dengan merendahkan diri kepada Alloh Jalla wa ‘Ala dan menghinakan diri di hadapan-Nya. Tugas-tugas berupa perintah (untuk melaksanakan perintah-Nya) dan meninggalkan larangan-Nya yang Alloh perintahkan kepada mukallaf disebut sebagai ibadah, dikarenakan ibadah itu dikerjakan dengan merendahkan dan menghinakan diri di hadapan Alloh Azza wa Jalla.

Kemudian, ketika ibadah itu tidak mungkin dapat ditentukan perinciannya secara bebas oleh akal, sebagaimana tidak mungkin pula akal dapat mengetahui hukum-hukum berupa perintah dan larangan secara terperinci, maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab suci untuk menjelaskan tentang tujuan Alloh menciptakan makhluk, menerangkan serta menguraikan perinciannya kepada manusia, sehingga mereka menyembah Alloh di atas petunjuk yang terang, dan sehingga mereka berhenti dari apa yang Alloh larang bagi mereka di atas petunjuk yang terang pula.

Para Rasul ‘alaihimush Sholatu was Salam, mereka adalah petunjuk bagi makhluk, mereka adalah para a`immatul huda (imam yang memberikan petunjuk) dan da’i bagi seluruh manusia dan jin yang berdakwah kepada ketaatan dan peribadatan hanya bagi Alloh. Alloh Subhanahu pun memuliakan hamba-hamba-Nya dengan eksistensi para Rasul dan menunjukkan kasih sayang-Nya dengan mengutus para Rasul kepada mereka.

Alloh menjelaskan melalui perantaraan para nabi ini jalan yang lurus dan shirathal mustaqim, sampai manusia memperoleh kejelasan akan urusan mereka dan sampai mereka tidak berkata lagi : “Kami tidak tahu apa yang Alloh kehendaki dengan kami, tidak datang kepada kami seorang pembawa berita gembira dan peringatan”, maka Alloh memutuskan dalih apologi ini dan menegakkan hujah dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab suci, sebagaimana firman Alloh Jalla wa ‘Ala :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.” (QS an-Nahl : 36)

Dan firman-Nya Subahanahu :

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS al-Anbiyaa’ : 25)

Dan firman-Nya Azza wa Jalla :

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

”Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan)” (QS al-Hadid : 25)

Dan firman-Nya Subhanahu :

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ

”Manusia itu dulunya adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (QS al-Baqoroh : 213)

Alloh Subhanahu menjelaskan bahwa Ia mengutus para rasul dan menurunkan kitab suci adalah untuk memberikan keputusan di tengah-tengah manusia dengan al-Haq (kebenaran) dan al-Qisthi (keadilan) dan untuk menerangkan kepada manusia tentang apa yang mereka perselisihkan di dalamnya berupa hukum-hukum dan aqidah serta tauhidullah dan syariat-Nya Azza wa Jalla.

Sesungguhnya firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala : { كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً } ”Manusia itu dulunya adalah umat yang satu”, maksudnya yaitu (manusia dulu) berada di atas al-Haq (kebenaran), mereka tidak berselisih semenjak zaman Adam ’alaihi ash-Sholatu was Salam sampai zaman Nuh... Dahulunya manusia berada di atas petunjuk, sebagaimana diutarakan oleh Ibnu ’Abbas radhiyallahu ’anhuma dan sekelompok dari kaum salaf dan kholaf. Kemudian kaum Nabi Nuh melakukan kesyirikan sehingga mereka saling berselisih tentang perkara yang ada pada mereka dan mereka berselisih tentang kewajiban mereka di dalam memenuhi hak Alloh. Tatkala kesyirikan dan perselisihan ini terjadi, Alloh-pun mengutus Nabi Nuh ’alaihi ash-Sholatu was Salam dan para rasul setelah beliau, sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla :

وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

”Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS an-Nahl : 64)

Alloh menurunkan kitab suci adalah untuk menjelaskan hukum Alloh terhadap segala hal yang manusia perselisihkan, untuk menjelaskan tentang segala hal yang tidak diketahui manusia dan untuk memerintahkan manusia agar mereka komitmen terhadap syariat Alloh dan berhenti pada batasan-batasannya serta melarang manusia dari segala hal yang dapat mencelakai mereka baik di dunia maupun di akhirat.

Alloh Jalla wa ’Ala menutup para rasul dengan rasul yang paling utama, imam mereka dan penghulu mereka, yaitu nabi kita, imam kita dan penghulu kita, Muhammad bin ’Abdillah –semoga shalawat dan salam dari Alloh senantiasa tercurahkan kepada beliau dan kepada para nabi lainnya-, beliau menyampaikan risalah, menunaikan amanah, menasehati ummat, berjihad di jalan Alloh dengan sebenar-benarnya jihad dan menyeru kepada Alloh baik secara sembunyi maupun terang-terangan.

Beliau mengalami kesulitan di jalan Alloh dengan kesulitan yang amat sangat, namun beliau tetap bersabar atasnya sebagaimana para nabi sebelum beliau bersabar –’alaihimush Shalatu was Salam-. Beliau bersabar sebagaimana mereka bersabar, menyampaikan risalah sebagaimana mereka menyampaikan, akan tetapi kesulitan beliau lebih banyak dan kesabaran beliau lebih besar.

Beliau menegakkan tanggung jawab risalah dengan sempurna, semoga Alloh memberikan shalawat dan salam kepada beliau dan para nabi lainnya, beliau menetap selama 13 tahun menyampaikan risalah Alloh dan menyeru kepada-Nya serta menyebarkan hukum-hukum Alloh. Diantaranya selama 13 tahuh beliau di Ummu Quro –Makkah al-Mukarramah-, berdakwah pertama kali dengan sembunyi-sembunyi kemudian secara terang-terangan, menjelaskan kebenaran, lalu beliau dihalang-halangi.

Akan tetapi, beliau tetap bersabar di dalam dakwah dan sabar terhadap gangguan manusia, padahal mereka (kaum kafir) mengakui akan kejujuran dan sifat amanah beliau. Mereka mengakui keutamaan, nasab dan kedudukan beliau, akan tetapi (mereka menolak) dikarenakan hawa nafsu, hasad (dengki) dan penentangan para pembesar mereka, dan dikarenakan kebodohan dan taklid kaum awam mereka. Para pembesar mereka menolak, angkuh dan dengki sedangkan kaum awam mereka bertaklid, membeo dan membebek, sehingga beliau pun –’alaihi ash-Sholatu was Salam- diganggu dengan sebab ini dengan gangguan yang luar biasa.

Firman Alloh Subhanahu berikut ini menunjukkan kepada kita betapa para pembesar (kaum kafir) mengakui kebenaran namun mereka menentangnya, yaitu :

قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ

”Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), Karena mereka Sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (QS al-’An’am : 33)

Alloh Subhanahu menjelaskan bahwa mereka bukanlah mendustakan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam, bahkan mereka mengetahui akan kejujuran dan sifat amanah Rasul di dalam batin mereka. Mereka dahulu menyebut Nabi sebagai ”al-Amin” (orang yang terpercaya) sebelum beliau ’alaihish Sholatu was Salam diberi wahyu, akan tetapi mereka mengingkari kebenaran dikarenakan dengki dan bersikap aniaya kepada beliau ’alaihish Sholatu was Salam.

Kendati demikian, Nabi ’alaihish Sholatu was Salam tidak peduli dan tidak ambil pusing terhadap hal ini, bahkan beliau tetap sabar, penuh harapan dan terus berjalan. Beliau senantiasa menyeru kepada Alloh Azza wa Jalla dan bersabar atas aral rintangan yang menghadang, bersungguh-sungguh dalam berdakwah dan menangkis segala gangguan dengan kesabaran, menolak segala gangguan yang berasal dari mereka dengan segenap kemampuan, sampai-sampai perkara ini semakin membesar sehingga kaum kafir itu berkeinginan untuk membunuh Nabi ’alaihish Sholatu was Salam.

Maka pada saat itulah Alloh mengizinkan beliau untuk keluar ke Madinah dan beliaupun ’alaihish Sholatu was Salam berhijrah ke sana. Madinah menjadi tempat pemelihara Islam yang pertama dan agama Alloh tampak di dalamnya. Kaum muslimin pun mulai memiliki negara dan kekuatan, Nabi ’alaihish Sholatu was Salam tetap terus berdakwah dan menerangkan kebenaran serta mensyariatkan berjihad dengan pedang.

Beliau mengutus delegasi-delegasi beliau untuk menyeru manusia kepada kebaikan dan petunjuk, dan merekapun memperluas dakwah nabi mereka ’alaihish Sholatu was Salam. Beliau juga mengutus saroya (pasukan ekspedisi kecil) dan turut berperang di dalam peperangan-peperangan yang telah dikenal, sampai Alloh memenangkan agama-Nya melalui perantaraan beliau dan sampai Alloh menyempurnakan agama dan menyempurnakan nikmat-Nya kepada umat-Nya, kemudian Nabi ’alaihish Sholatu was Salam meninggal dunia setelah Alloh menyempurnakan agama dan setelah beliau ’alaihish Sholatu was Salam menyampaikan risalah yang terang.

Para sahabat beliau memikul amanat sepeninggal beliau, mereka menapaktilasi jalan beliau dan menyeru kepada Alloh Azza wa Jalla. Mereka tersebar di seluruh penjuru dunia sebagai para du’at yang menyeru kepada kebenaran dan para mujahid di jalan Alloh Azza wa Jalla. Mereka tidak takut di jalan Alloh ini, celaan para pencela dan mereka tetap menyampaikan risalah Alloh. Mereka hanya takut kepada Alloh dan tidak takut kepada seorangpun kecuali hanya kepada Alloh Azza wa Jalla.

Mereka tersebar di muka bumi sebagai para mujahidin perang, du’at (penyeru) yang membawa petunjuk dan para shalihin yang melakukan perbaikan. Mereka menyebarkan agama Alloh dan mengajarkan manusia syariat-Nya. Mereka menerangkan aqidah yang Alloh mengutus para Rasul dengannya, yaitu mengikhlaskan ibadah hanya kepada Alloh semata dan meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya, baik kepada pepohonan, bebatuan, patung-patung dan selainnya. Tidak berdo’a melainkan hanya kepada Alloh saja, tidak beristighotsah (meminta pertolongan) melainkan hanya kepada Alloh, tidak berhukum kecuali dengan syariat-Nya, tidak sholat kecuali ditujukan untuk-Nya, tidak bernadzar melainkan untuk Alloh... dan perbuatan ibadah lainnya...

Mereka menerangkan kepada manusia, bahwa ibadah itu hanyalah hak Alloh semata. Mereka membacakan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Alloh Subhanahu :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ

”Wahai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian.”

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ

”Dan Tuhanmu telah memutuskan agar supaya kamu tidak menyembah melainkan hanya kepada-Nya”

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

”Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.”

فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

”Janganlah kalian menyeru (berdo’a) sesuatupun disamping Alloh.”

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

”Katakanlah : sesungguhnya sholatku, penyembelihanku, hidup dan matiku hanya untuk Rabb Pemelihara alam semesta.”

لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

”Tidak ada sekutu bagi-Nya dan dengan yang demikian inilah aku diperintahkan dan aku adalah orang pertama yang berserah diri.”

Mereka bersabar atas dakwah ini dengan kesabaran yang luar biasa dan mereka berjihad di jalan Alloh dengan sebesar-besarnya jihad. Alloh pun ridha terhadap mereka dan mereka juga ridha kepada Alloh.

Para imam pembawa petunjuk dari para tabi’in dan atba’ut tabi’in, baik dari Arab maupun non Arab, turut mencontoh mereka. Mereka meniti jalan ini, yaitu jalan dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla. Mereka mengemban tanggung jawab dakwah ini dan menunaikan amanat, diiringi dengan kejujuran, kesabaran dan ikhlas di dalam jihad di jalan Alloh. Mereka memerangi siapa saja yang keluar dari agama-Nya dan orang yang tidak membayar jizyah (upeti) yang telah Alloh wajibkan apabila mereka memang termasuk orang yang wajib membayarnya (kafir dzimmi, pent.). Mereka adalah pengemban dakwah dan imam petunjuk pasca Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam.

Demikianlah para pengikut sahabat dari para tabi’in dan atba’ut tabi’in serta para A`immatul Huda (imam pembawa petunjuk). Mereka meniti jalan ini sebagaimana pendahulu mereka dan mereka bersabar di dalamnya.

Agama Alloh tersebar dan kalimat-Nya menjadi tinggi melalui upaya para sahabat dan para pengikut mereka dari kalangan ahli ilmu dan iman, baik orang ’Arab maupun ’Ajam (non ’Arab), baik dari selatan atau utara Jazirah ini (Jazirah Arab, pent.) maupun dari luar jazirah dari seluruh penjuru dunia. Yang Alloh telah menetapkan atasnya kebahagiaan dan masuk ke dalam agama Alloh, turut bergabung di dalam dakwah dan jihad serta bersabar di atasnya.

Sehingga mereka memiliki kekuasaan, kepeloporan dan kepemimpinan di dalam agama oleh sebab kesabaran, keimanan dan jihad mereka di jalan Alloh Azza wa Jalla. Sungguh benar firman Alloh ini bagi mereka ketika menyebutkan Bani Israil :

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

”Dan kami jadikan di antara mereka itu para imam yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (QS as-Sajdah : 24).

Sungguh benar jika hal ini ditujukan bagi para sahabat Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam dan siapa saja yang meniti di atas jalan mereka. Mereka telah menjadi para imam yang memberi petunjuk dan du’at (penyeru) kepada kebenaran serta para figur pemimpin yang diteladani. Disebabkan oleh kesabaran dan keimanan itulah mereka dapat meraih kepemimpinan di dalam agama. Para sahabat Rasul Shallallahu ’alaihi wa Salam dan para pengikutnya yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari ini, mereka adalah para imam, para pemberi petunjuk dan mereka adalah teladan di dalam jalan kebenaran.

Dengan demikian, maka menjadi jelaslah bagi para penuntut ilmu, bahwa dakwah ke jalan Alloh merupakan suatu hal yang paling urgen, dan bahwasanya umat di setiap zaman dan tempat benar-benar sangat membutuhkan kepada dakwah, bahkan kebutuan mereka terhadap dakwah adalah suatu hal yang dharurat (sangat mendesak).

Pembahasan tentang dakwah ke jalan Alloh Azza wa Jalla ini teringkas dalam beberapa poin berikut :

Poin pertama : Hukum dan keutamaan dakwah

Poin kedua : Cara pelaksanaan dakwah dan sarana-sarananya.

Poin ketiga : Penjelasan tentang hal yang didakwahkan

Poin keempat : Penjelasan tentang akhlak (perangai) dan sifat (karakter) yang sepatutnya para da’i berperangai dengannya dan meniti di atasnya.

Maka kami katakan, dan hanya Alloh-lah Dzat yang dimintai pertolongan dan hanya kepada-Nya kita bertawakal serta Dia-lah yang maha menolong lagi memberikan taufiq kepada hamba-hamba-Nya Subhanahu wa Ta’ala.