Menu

Kamis, 27 Oktober 2011

Hak-Hak Karib Kerabat



Perintah Menunaikan Hak-Hak Karib Kerabat
               
Firman Allah Subhanahu Wata’ala:

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ

“ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya “ (QS. Al Isra: 26)

                                وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى
”Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat,...” (QS. An-Nisa’: 36)


Siapa Karib Kerabat ?

KEUTAMAAN SEPULUH HARI DZULHIJJAH DAN AMALAN-AMALAN YANG DISYARI'ATKAN

Segala puji hanya milik Allah ta'ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada utusan Allah, Nabi Muhammad r, keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Keutamaan Sepuluh Hari Dzul Hijjah
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas t, bahwasanya Rasulullah t bersabda:
 { مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أََحَبُّ إِلَىاللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنيِ أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ }
"Tiada hari yang lebih di cintai Allah ta'ala untuk berbuat suatu amalan yang baik dari pada hari-hari ini yaitu sepuluh hari Dzul Hijjah, para sahabat bertanya," wahai Rasulullah, tidak pula dengan jihad fii sabilillah? Rasulullah menjawab," tidak, tidak pula jihad fii sabilillah, kecuali jika ia keluar dengan jiwa dan hartanya, kemudian ia tak kembali lagi".

Kamis, 08 September 2011

BAGAIMANA MENANAMKAN OBSESI YANG TINGGI (HIMMAH ‘ALIYAH)




BAGAIMANA MENANAMKAN OBSESI YANG TINGGI/HIMMAH  ‘ALIYAH
Oleh : Syaikh Hasan Al Bugisy (Penj.Ust.Ihsan Zainuddin dan Ust.Syaibani)

Rasulullah Õá ÇááÉ Úáíå æÓáã bersabda : ”Nama yang tepat bagi seorang muslim adalah Hammam dan Harist dan nama yang paling Allah cintai adalah Abdullah dan Abdurrahman ".
Al Hammam adalah niat yang kuat, sedangkan “Al Harits” adalah sosok dari hasil Himmah  atau hammam yaitu bekerja untuk mendapatkan obsesi/keinginan tersebut. Jadi setiap manusia punya keinginan, namun tidak semua manusia memiliki keinginan “Himmah ” yang kuat.

A.    DEFINISI HIMMAH
Himmah  tidak bisa dilihat secara dhohir karena Himmah  adalah masalah yang hati dan akal pikiran manusia, bukan masalah amal. Secara bahasa Himmah  berarti “An Niah“ (niat), “Iradah” (kehendak), “Al ‘azimah” (tekad). Dalam makna ini terdapat tiga kata yang berbeda yaitu berupa niat yang sifatnya biasa-biasa, kemudian iradah atau kehendak yang kuat lalu dilanjutkan dengan tekad untuk melaksanakan kehendak tersebut.
Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì berfirman : “ Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda dari tuhannya ( QS. Yusuf : 24)

Senin, 05 September 2011

Jangan Salah Faham "Do'a agar hidup dan mati dalam keadaan miskin


Diantara sekian banyak do'a-do'a yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan kepada umatnya adalah do'a dibawah ini :


عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا ، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا ، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ) . وقَالَ الترمذي : هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ .

"Allahumma ahyinii miskiinan, wa amitnii miskiinan, wahsyurnii fii zumratil masaakiin yaumal qiyamah".

"Artinya : Ya Allah ! Hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang miskin".

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam At Tirmidzi dan beliau : Hadits Ghorib

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menanggapi bahwa hadits tersebut : Dhoif, dalam kitab "البداية والنهاية" (6/75) karena di dalam sanadnya terdapat Yazid bin sinan dan dia perawi yang sangat lemah. Wallahu a'lam

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (no. 4126) dan lain-lain. Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini derajatnya : hasan. [Lihat pembahasannya di kitab beliau : Irwaul Ghalil (no. 861) dan Silsilah Shahihah (no. 308)]

Senin, 29 Agustus 2011

BERPISAH DENGAN RAMADHAN



Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya) yang Kemudian”. "Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda : "Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan-ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu."
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda : "Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "

Minggu, 28 Agustus 2011

Wahdah Islamiyah - Tuntunan Iedul Fitri

Wahdah Islamiyah - Tuntunan Iedul Fitri

Menyatukan Idul Fitri Secara Syar’i dan Elegan

Oleh: Muhammad Zaitun Rasmin, Lc
(Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah)


Artikel ini berangkat dari keprihatinan akan perbedaan umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan shalat Idul Fitri, yang terjadi hampir setiap tahun.


Tulisan ini juga terdorong oleh upaya Wapres Jusuf Kalla yang sejak tahun lalu menggagas upaya penyatuan Idul Fitri dengan mengumpulkan tokoh-tokoh ormas Islam terkemuka. Perbedaan hari Idul Fitri dan juga Idul Adha sangat penting untuk dicari solusinya. Sebab perbedaan hari Id di antara kaum muslimin akan mengurangi makna syiar Id sebagai hari persatuan dan solidaritas umat Islam, terutama bagi yang berada dalam satu wilayah  atau negara. Berbeda dengan awal puasa yang sekalipun terjadi perbedaan hari, tidak terlalu menampakkan perbedaan diantara umat.

Simpul persoalan yang melatari perbedaan waktu shalat Idul Fitri ini adalah metode penetapan awal dan akhir Ramadhan. Yang dikenal ada dua metode: rukyah dan hisab. Yang pertama dipegang oleh kalangan Nahdlatul Ulama (NU), sedang yang kedua dianut oleh Muhammadiyah. Pemerintah berpegang pada metode pertama. Karenanya, terdapat tim yang disebarkan untuk memantau dan melihat munculnya bulan pada tanggal 29 Sya’ban dan 29 Ramadhan. Setelah itu, tim tersebut bersidang untuk menetapkan (itsbat) awal puasa dan Idul Fitri. Adapun metode hisab didasarkan pada perhitungan bintang yang lazim dalam ilmu falaq.

Finalis Finalis Ramadhan

By: Abu Fadhl Al-Bugisiy

Ramadhan sebentar lagi meninggalkan kita semua, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka dan begitulah ia selalu, entah ramadhan tersebut telah memberi makna kepada kita atau tidak, setelah beramal kita hanya bisa berharap dan berdo'a kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala mudah-mudahan kita termasuk diantara orang yang sukses dalam pertemuan dengan bulan mulia ini dan menjadikan kita sebagai finalis-finalis Ramadhan

a.     Definisi Finalis Finalis Ramadhan
Finalis-finalis dalam Bahasa Arab dikenal dengan الفائزون
dari kata فاز  bersinonim dengan kata فلح  yang berarti menang dan beruntung atau kejayaan, atau yang sampai pada final

Finalis Finalis Ramadhan adalah orang-orang yang mampu memanfaatkan ramadhan sejak awal hingga akhir dengan amal sholeh sehingga ia mendapatkan lipatan ganda pahala, ampunan dosa dan  dimasukkan ke surga dan bebas api naraka kelak di akhirat, dan amal shalihnya tersebut terus berlanjut hingga ia bertemu kembali dengan ramadhan berikutnya atau hingga ia bertemu dengan Rabbnya.

Zakat Fitri

          Zakat fitri merupakan salah satu syariat yang telah ditetapkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya.
       Berkata Ibnu Umar radhiyallahu anhuma 
) أَنَّ رَسُولَ اللهِ r فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى الـنَّـاسِ ( رواه البخاري ومسلم
“Rasulullah r mewajibkan zakat fitri pada bulan Ramadhan kepada manusia (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan tuntunan Rasulullah r tentang masalah ini sangatlah sempurna baik dari segi hukum,  waktu, ukuran, batasan, siapa yang harus mengeluarkan dan siapa yang berhak menerimanya serta hikmah disyariatkannya.
Definisi

     Zakat fitri disandarkan pada kata Al Fitri  "اَلْفِطْر"ِ (berbuka) karena dia diwajibkan pada saat dibolehkannya berbuka dari puasa Ramadhan dan dia merupakan sedekah bagi badan dan jiwa.

Sabtu, 23 April 2011

Melirik keshohihan hadits "Menundukkan Hawa Nafsu"

بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Abu Dzakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi rahimahullahu Ta'ala berkata:

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ

[حَديثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ وَرَوَيْنَاهُ فِي كِتَابِ الْحُجَّة بإسنادٍ صحيحٍ ]

Dari Abu Muhammad Abdillah bin Amr bin ‘Ash radhiallahuanhuma dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : "Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa “

Hadits hasan shahih dan kami riwayatkan dari kitab Al Hujjah dengan sanad yang shahih.

Tanggapan Para Ulama Hadits tentang keshohihannya:


(Hadits ini tergolong dho’if. Lihat Qowa’id Wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyah, karangan Nazim Muhammad Sulthan hal. 355, Misykatul Mashabih takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 167, juz 1, Jami’ Al Ulum wal Hikam oleh Ibn Rajab)

Minggu, 17 April 2011

WAJIBKAH SHALAT BERJAMA’AH?


Abu Fadhl el-Bulukumbawiy
Shalat berjama’ah adalah ibadah yang disyariatkan dalam Agama Islam, tak ada perselisihan diantara Para Ulama, lalu apakah shalat fardhu lima waktu, wajib ditunaikan oleh setiap laki-laki Muslim?
Ada empat pandangan berbeda di kalangan para ulama madzhab, disebabkan perbedaan dalam memahami nash-nash yang menjelaskan tentang hukum shalat berjama’ah.

Kisah Pertempuran Ain Jalut

Perang Ain Jalut, yang terjadi pada 3 September 1260 Masehi atau 25 Ramadan 658 Hijriah, meru pakan salah satu pertempuran besar dalam sejarah Islam. Selain itu, pertempuran ini, menurut banyak ahli sejarah, termasuk salah satu pertempuran yang penting dalam sejarah penaklukan bangsa Mongol di Asia Tengah. Dalam perang itu, untuk pertama kalinya bangsa Mongol mengalami kekalahan telak dan tidak mampu membalasnya di kemudian hari. Padahal Mongol (Tartar) telah menguasai banyak daerah Islam dan bahkan menjatuhkan Khilafah Abbasiah. Mereka juga berhasil membunuh Khalifah Mu’tashim Billah di Bagdad pada 656 H/1256 M.

Kamis, 24 Maret 2011

Kekeliruan Sikap Di Masa Muda

بسم الله الرحمن الرحيم

Masih amat banyak para pemuda yang jatuh dalam pergaulan yang salah, senang dengan tindakan brutal dan kekerasan, ugal-ugalan, hura-hura dan bahkan kemaksiatan seperti, minum minuman keras, pergaulan bebas dan sebagainya. Termasuk tingkat yang mengkhawatirkan adalah meninggalkan kewajiban yang seharusnya dilaku-kan oleh setiap muslim yang telah baligh, seperti shalat dan puasa Ramadhan. Alasannya sangat sederhana, yakni memang begitulah seharusnya seorang pemuda itu, kalau tidak demikian namanya bukan anak muda.

Selasa, 22 Maret 2011

Etika di Jalanan

Etika di Jalanan


1.    Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". (Luqman: 18)
2.    Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Katakanlah kepada orang laki- laki beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya...." (An-Nur: 30-31).
3.    Tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan di jalan-jalan manusia, dan tidak buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka bernaung.

Etika Berpakaian dan Berhias

1. Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.

2. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : "Apabila Allah Tabaroka wata'ala mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

3. Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.

Adab Buang Hajat

Etika (Adab) Buang Hajat
1.    Segera membuang hajat.
2.    Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
3.    Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits yang bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan " Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka beliau menjauh". (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Senin, 21 Maret 2011

Etika Tidur dan Bangun

1. Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah Subhanahu wata'ala dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.

Kamis, 17 Maret 2011

MANHAJ AHLUSSUNNAH DALAM MENGKRITIK DAN MENGHUKUMI ORANG LAIN

Tujuan umum materi:

1.Agar seorang muslim mengetahui kaidah-kaidah pokok yang benar dalam mengkritik orang lain.
2.Agar jalinan ukhuwah tetap terjaga, terhindar dari perpecahan dan pertikaian.
3.Untuk menjaga kehormatan saudara semuslim.
4.Membiasakan diri menjaga lisan untuk keselamatan di akhirat.

Rabu, 16 Maret 2011

Ingkar Sunnah Menolak Kebenaran Hadits Rosulullah

Assalamu'alaikum wr. wb

Bagaimana kita menerangkan kebenaran hadits-hadits Rosulullah SAW kepada gerakan ISA BUGIS, karena mereka tidak mau mengambil hadits-hadits tsb dengan alasan dari sekian ratus ribu hadits yang ada hanya sekitar enam ribu hadits saja yang bisa dipegang itupun masih bisa diperdebatkan. Maka dari itu kita lebih baik mengkaji al-quran saja ! (kata mereka)

Kamis, 10 Maret 2011

DALIL YANG HALAL DAN YANG HALAM TELAH JELAS

HADITS KE-6

عن أبي عبدالله النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إن الحلال بين و الحرام بين , وبينهما مشتبهات قد لا يعلمهن كثير من الناس , فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه , ومن وقع في الشبهات فقد وقع في الحرام , كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه , ألا وأن لكل ملك حمى , ألا وإن حمى الله محارمه , إلا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله , وإذا فسدت فسد الجسد كله , ألا وهي القلب
Dari Abu 'Abdillah An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma berkata,"Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang Halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya. Ingatlah setiap raja memiliki larangan dan ingatlah bahwa larangan Alloh apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.

[Bukhari no. 52, Muslim no. 1599]


Hadits ini merupakan salah satu pokok syari’at Islam. Abu Dawud As Sijistani berkata, “Islam bersumber pada empat (4) hadits.” Dia sebutkan diantaranya adalah hadits ini. Para ulama telah sepakat atas keagungan dan banyaknya manfaat hadits ini.

Saudariku, Jangan Sebarkan Fitnahmu!

Semua perasaan condong kepadanya, perbuatan haram pun terjadi karenanya. Mengundang terjadinya pembunuhan permusuhan disebabkan karenanya. Sekurang-kurangnya ia sebagai insan yang disukai di dunia. Kerusakan mana yang lebih besar daripada ini? (Al Imam Al Mubarakfuri rahimahullah fi At Tuhfah Al Ahwadzi 8/53)

TA'ZHIMUS SUNNAH

Potret Pengagungan Ulama Salaf Terhadap Sunnah

Karya: Fadhilatus Syaikh Abdul Qoyyum as-Suhaibaniy -Hafidhahullah-

Alih Bahasa: Abu Shafa Luqmanul Hakim

Bagian I

Muqaddimah
إنّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا هادي له, أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده و رسوله.
قال تعالى : يا أيّها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون.
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam.[1]
قال تعالى : يا أيها النّاس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبثّ منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحام إنّ الله كان عليكم رقيبا.
Artinya: Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahmi, sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu.[2]
قال تعالى : يا أيّها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا, يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما.
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu, dan mengampuni dosa-dosamu, dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia mendapat kemenangan yang besar.[3]
إنّ أصدق الحديث كتاب الله, وخير الهدي هدي محمد –صلى الله عليه وسلم-, وشرّ الأمور محدثاتها, وكلّ محدثة بدعة, وكل بدعة ضلالة, وكلّ ضلالة في النار.
Amma Ba'du, Sesungguhnya Allah mengutus Rasulnya kepada umat manusia demi menjelaskan yang Allah turunkan kepada mereka berupa agama, mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju kepada cahaya, dan membawa mereka kepada jalan yang lurus, serta mewajibkan bagi manusia untuk menaatinya, mencintainya, memuliakannya, dan mengagungkannya.
Allah berfirman:
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan [taatilah] Ulul Amri [para pemegang kekuasaan].[4]

Dan Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda:
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبّ إليه من والده وولده والناس أجمعين
Artinya: Tidak [sempurna] iman salah seorang diantara kalian, hingga mencintai saya melebihi cintanya kepada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia.[5]
Dan sesungguhnya generasi yang telah meniti jalan ini dan layak untuk menjadi qudwah bagi kita adalah generasi para sahabat–radhiyallahu anhum-, mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai dan menaati Rasulullah –shallallhu alaihi wasallam-, mereka adalah generasi yang menjadikan sunnah Nabi dan petunjuknya melebihi segalanya di dunia ini, perkataan Nabi bagi mereka adalah yang terdepan, dan mereka mendahulukannya dari seluruh perkataan manusia siapapun juga.

Rabu, 16 Februari 2011

Antara Cinta Rasul dan Maulid Nabi

Cinta terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam merupakan salah satu syarat beriman kepadanya, bahkan kecintaan kepada beliau harus melebihi segala kecintaan pada makhluk lainnya.


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian, sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orangtuanya, dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu menggambarkan kecintaannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, dan menempatkan posisi cintanya kepada beliau di bawah kecintaannya terhadap dirinya sendiri, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menafikan kesempurnaan imannya hingga dia menjadikan cintanya kepada beliau di atas segala-galanya.
Setiap orang berhak untuk mengklaim dirinya sebagai pencinta Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam, namun klaim tersebut tidak akan bermanfaat jika tidak dibuktikan dengan ittiba’ (mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam), taat dan berpegang teguh pada petunjuknya. Klaim cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tidak dapat diterima dengan sekadar memeringati hari kelahiran beliau.

Sejarah Peringatan Maulid Nabi
Dalam sejarah pun, motivasi orang-orang yang mula-mula melakukan peringatan maulid nabi (pengikut mazhab Bathiniyyah), bukan didasari rasa cinta kepada beliau, tapi untuk tujuan politis.

Pelopor pertama peringatan maulid nabi adalah Bani Ubaid al-Qaddaah atau yang lebih dikenal dengan al-Fathimiyyun atau Bani Fathimiyyah pada pertengahan abad ke empat Hijriyah, setelah berhasil memindahkan dinasti Fathimiyah dari Maroko ke Mesir pada tahun 362 H.

Perayaan maulid diadakan untuk menarik simpati masyarakat yang mayoritasnya berada dalam kondisi ekonomi yang sangat terpuruk untuk mendukung kekuasaannya dan masuk ke dalam mazhab bathiniyahnya yang sangat menyimpang dari akidah, bahkan bertentangan dengan Islam.
Pakar sejarah yang bernama Al Maqrizy menjelaskan bahwa begitu banyak perayaan yang dilakukan oleh Fatimiyyun dalam setahun.

Beliau menyebutkan kurang lebih 25 perayaan yang rutin dilakukan setiap tahun dalam masa kekuasaannya, termasuk di antaranya adalah peringatan maulid Nabi. Tidak hanya perayaan-perayaan Islam tapi lebih parah lagi, mereka juga mengadakan peringatan hari raya orang-orang Majusi dan Nashrani yaitu hari Nauruz (tahun baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), dan hari Khomisul ‘Adas (perayaan tiga hari sebelum Paskah).

Kenyataan sejarah peringatan maulid yang tidak ditemukan pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan masa tiga generasi yang disebut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai generasi terbaik umat ini, menyebabkan banyak di antara ulama yang mengingkarinya dan memasukkannya ke dalam bid'ah haram.

Tak dipungkiri, di antara ulama ada yang menganggapnya sebagai bid'ah hasanah, inovasi yang baik, selama tidak dibarengi dengan kemungkaran. Pendapat ini diwakili antara lain oleh Ibnu Hajar al Atsqolani dan as-Suyuti. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid nabi adalah bid’ah mahmudah (bid’ah terpuji). Tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, tetapi keberadaannya membawa maslahat walaupun juga tidak lepas dari berbagai mudharat.

Keabsahan peringatan maulid nabi bagi mereka disandarkan pada dalil umum yang tidak berhubungan langsung dengan titik permasalahan, sedangkan para ulama yang menentangnya membangun argumen-tasinya melalui pendekatan normatif tekstual yang tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam al Quran dan juga al hadits, dan diperkuat dengan kaedah umum dalam ibadah yang menuntut adanya dalil spesifik yang menunjang disyariatkannya suatu ibadah.

Hujjah Pendukung Peringatan Maulid
Para pendukung maulid berusaha mencari dalil untuk melegitimasi bolehnya peringatan maulid tersebut, antara lain:

Pertama: Sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam ketika mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Puasa tersebut adalah ungkapan syukur kepada Allah Azza Wajalla atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran Fir’aun. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam pun menyerukan untuk berpuasa pada hari tersebut.

Peringatan maulid nabi, menurut Ibn Hajar dan as-Suyuti merupakan ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam ke muka bumi.

Hujjah ini ditolak oleh ulama lainnya. Mereka menganggapnya sebagai alasan yang dipaksakan, mengingat dasar suatu ibadah adalah adanya dalil yang memerintahkannya dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, bukan pada logika, analogi dan istihsan.

Puasa asyura termasuk sunnah yang telah dipraktikkan dan diserukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam, sedangkan peringatan maulid tidak pernah dilakukan apalagi diserukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Sebaliknya, beliau telah mewanti-wanti ummatnya dari kreasi-kreasi bid'ah, seperti dalam sabdanya, "Jauhilah amalan yang tidak aku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah sesat." (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Benar bahwa kita dituntut untuk senantiasa mensyukuri nikmat Allah Subhaanahu Wata’ala, dan nikmat terbesar yang tercurah pada ummat ini adalah diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai seorang rasul, bukan saat dilahirkannya. Karenanya, al Qur'an menyebut pengutusan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai nikmat, "Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri." (QS. Ali Imran: 164).

Ayat ini sama sekali tidak menyinggung kelahiran beliau dan menyebutnya sebagai nikmat. Seandainya peringatan tersebut dibolehkan, seharusnya yang diperingati adalah hari ketika beliau dibangkitkan menjadi nabi, bukan hari kelahirannya. Lagi pula, status Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam yang mensyariatkan puasa Asyura' berbeda dengan status umatnya. Beliau adalah musyarri' (pembuat syariat), adapun umatnya hanya muttabi' (pengikut), sehingga tak dapat disamakan dan dianalogikan dengan beliau.

Dan sekiranya peringatan maulid merupakan bentuk syukur kepada Allah, tentu tiga generasi terbaik, serta para imam mazhab yang empat tidak ketinggalan untuk melakukan peringatan tersebut, sebab mereka adalah orang-orang yang pandai bersyukur, sangat cinta pada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam, dan sangat antusias melakukan berbagai kebaikan.

Hal yang juga mengundang tanya, mengapa ungkapan rasa syukur, penghormatan dan pengagungan pada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam hanya sekali dalam setahun, 12 Rabi’ul Awwal saja? Bukankah bersyukur kepada Allah, mengagungkan dan mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dituntut setiap saat dengan menaati dan selalu ittiba’ pada sunnahnya?

Kedua: Nabi memeringati hari kelahirannya dengan berpuasa
Sebagian beralasan dengan puasa seninnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam yang merupakan hari kelahirannya. Ketika beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam ditanya mengenai puasa Senin, beliau pun menjawab, “Hari tersebut adalah hari kelahiranku, hari aku diangkat sebagai Rasul atau pertama kali aku menerima wahyu.” (HR. Muslim). Ini menunjukkan bolehnya memeringati hari kelahirannya.

Alasan ini juga tidak dapat diterima, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tidak pernah puasa pada tanggal yang diklaim sebagai kelahirannya, 12 Rabi'ul Awwal. Yang beliau lakukan adalah puasa pada hari Senin. Seharusnya kalau ingin mengenang hari kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dengan dalil di atas, maka perayaan maulid diadakan tiap pekan, bukan sekali setahun. Selain itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam juga tidak berpuasa hanya pada hari Senin setiap pekan, tapi juga hari Kamis. Alasan beliau, "Keseluruhan amalan diperhadapkan kepada Allah pada hari Senin dan Kamis sehingga aku senang amalanku diperhadapkan kepada Allah sedang aku dalam keadaan berpuasa." (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi).

Ketiga: Peringatan maulid nabi dianggap sebagai bid’ah hasanah (bid’ah yang baik). Anggapan ini lahir dari klasifikasi sebahagian ulama terhadap bid'ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah (jelek) atau dholalah (sesat).

Alasan ini dibantah oleh sebagian ulama bahwa peringatan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tidak dapat diterima sebagai bid'ah hasanah, karena dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tidak dikenal sama sekali adanya bid’ah hasanah. Bahkan yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan diyakini oleh sahabat adalah setiap bid’ah sesat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim).

Keempat: Peringatan Maulid merupakan salah satu sarana untuk lebih mengenal sosok Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Tidak ada perselisihan di kalangan ulama tentang pentingnya mengenal sosok Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Hanya saja, sebagian di antara mereka tidak menerima suatu bid'ah dipoles menjadi sarana kebaikan, karena tujuan yang baik tidak dapat dijadikan alasan untuk menghalalkan segala cara. Lagi pula, mengenal sosok beliau tidaklah pantas dibatasi oleh bulan atau tanggal tertentu. Jika ia dibatasi oleh waktu tertentu, apalagi dengan cara tertentu pula, maka sudah masuk ke dalam lingkup bid’ah. Lebih dari itu, upaya mengenal sosok beliau lewat peringatan maulid merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang Nashrani yang merayakan kelahiran Nabi Isa Alaihissalam melalui natalan. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Wallahu Ta'ala A'la wa A'lam bish-Showab

Benarkah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam lahir tanggal 12 Rabi'ul Awwal?

Masalah kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam   adalah satu perkara yang diperselisihkan oleh para Ulama sejarah Islam, Mulai dari tahun, bulan, dan harinya.

Tahun berapa?

Pendapat Pertama:Pada tahun kejadian Pasukan bergajah: merekapun berbeda pendapat; ada yang mengatakan 50 hari setelahnya (Ibnu Abbas), ada juga 55 hari, ada juga satu bulan, dan ada juga 40 hari setelahnya.

Pendapat kedua: 20 tahun setelah Kejadian Pasukan bergajah
Pendapat ketiga: 10 tahun setelahnya
Pendapat keempat: 15 tahun
Dan sebagainya.

Sabtu, 22 Januari 2011

HADITS KE-5 SEMUA PERBUATAN BID'AH TERTOLAK

عن أم المؤمنين أم عبدالله عائشة رضي الله عنها قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد " رواه البخاري ومسلم , وفي رواية لمسلم " من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak".
(Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”)

[Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718]


Kata “Raddun” menurut ahli bahasa maksudnya tertolak atau tidak sah. Kalimat “bukan dari urusan kami” maksudnya bukan dari hukum kami.
Hadits ini merupakan salah satu pedoman penting dalam agama Islam yang merupakan kalimat pendek yang penuh arti yang dikaruniakan kepada Rasulullah. Hadits ini dengan tegas menolak setiap perkara bid’ah dan setiap perkara (dalam urusan agama) yang direkayasa. Sebagian ahli ushul fiqih menjadikan hadits ini sebagai dasar kaidah bahwa setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak.

Pada riwayat imam muslim diatas disebutkan, “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak” dengan jelas menyatakan keharusan meninggalkan setiap perkara bid’ah, baik ia ciptakan sendiri atau hanya mengikuti orang sebelumnya. Sebagian orang yang ingkar (ahli bid’ah) menjadikan hadits ini sebagai alas an bila ia melakukan suatu perbuatan bid’ah, dia mengatakan : “Bukan saya yang menciptakannya” maka pendapat tersebut terbantah oleh hadits diatas.

Hadits ini patut dihafal, disebarluaskan, dan digunakan sebagai bantahan terhadap kaum yang ingkar karena isinya mencakup semua hal. Adapun hal-hal yang tidak merupakan pokok agama sehingga tidak diatur dalam sunnah, maka tidak tercakup dalam larangan ini, seperti menulis Al-Qur’an dalam Mushaf dan pembukuan pendapat para ahli fiqih yang bertaraf mujtahid yang menerangkan permasalahan-permasalahan furu’ dari pokoknya, yaitu sabda Rosululloh . Demikian juga mengarang kitab-kitab nahwu, ilmu hitung, faraid dan sebagainya yang semuanya bersandar kepada sabda Rasulullah dan perintahnya. Kesemua usaha ini tidak termasuk dalam ancamanhadits diatas.

Wallahu a’lam

Selasa, 11 Januari 2011

Hadits-Hadits Dho'if dan Maudhu Seputar Bulan Rajab

Hadits Pertama :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه كَانَ رسول الله صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ رَجَب قَالَ : « اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ »
Dari Anas bin Malik radhiyallohu anhu adalah Nabi shallallohu alaihi wa sallam jika sudah berada di bulan Rajab, beliau berdoa: "Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban serta perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan"
Takhrij :
Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa imam di kitab hadits mereka, diantaranya :
1. Imam Thabrani di Al Mu’jam Al Ausath (4/189) dan di kitab Ad Du’a (1/284); lafal hadits di atas sebagaimana yang beliau riwayatkan di Al Ausath
2. Imam Ahmad di Musnad; Kitab Musnad Bani Hasyim, Bab Bidayah Musnad Abdullah bin Abbas (2342), akan tetapi beliau meriwayatkan dengan lafazh: “...wa baarik lanaa fi Ramadhan”
3. Baihaqi di Syu’abul Iman (3/375) dan di kitab Fadhoil Al Awqat (1/105)
4. Bazzar di Musnadnya (2/290)
5. Ibnu As Sunni di Amal Al Yaum wal Lailah
6. Abu Muhammad Hasan bin Muhammad Al Khallal di Fadhlu Rajab (no.1)
Keterangan :
Dalam sanad hadits ini ada dua perowi yang lemah;
Pertama : Zaidah bin Abu Ruqad Al Bahili; dia seorang yang munkarul hadits (haditsnya mungkar) sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhari, Nasai, dan Al Hafizh Ibnu Hajar. Abu Hatim Ar Rozi mengatakan, “Dia meriwayatkan dari Ziyad An Numairi dari Anas bin Malik hadits-hadits yang marfu’ namun mungkar...”. Ibnu Hibban di kitabnya Al Majruhin menerangkan, “Dia meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar dari perawi-perawi yang terkenal”
Kedua : Ziyad bin Abdullah An Numairi dia juga seorang yang dinilai lemah oleh Imam Yahya Bin Ma'in, Abu Daud dan Al Hafizh Ibnu Hajar. Abu Hatim berkata : “Haditsnya boleh ditulis namun tidak dijadikan sebagai hujjah”.

Rabu, 05 Januari 2011

Hadits 4 (TAKDIR MANUSIA TELAH DITETAPKAN )

عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق " إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة
Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anh, dia berkata : bahwa Rasulullah telah bersabda, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.

[Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643]


Kalimat, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya ” maksudnya yaitu Air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, “Nutfah yang memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruh pembuluh darah perempuan sampai kepada kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itulah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya” Setelah 40 hari Nutfah menjadi ‘Alaqah (segumpal darah)

Kalimat, “kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya” yaitu Malaikat yang mengurus rahim

Kalimat "Sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga........" secara tersurat menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke surga sehingga dia hampir dapat masuk ke surga kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya karena taqdir yang telah ditetapkan bagi dirinya di akhir masa hayatnya dengan melakukan perbuatan ahli neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, bila ternyata pada akhirnya tertutup dengan amal buruk, maka seperti yang dikatakan pada sebuah hadits: "Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya." Maksudnya, menurut kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu. Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata: " Seseorang melakukan amalan ahli surga dalam pandangan manusia, tetapi sebenarnya dia adalah ahli neraka." Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pujian/popularitas. Yang perlu diperhatikan adalah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya' semata-mata karena karunia dan rahmat Allah Ta'ala.

Kalimat " maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. " Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi manusia yang tidak baik berubah menjadi baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik.

Firman Allah, “Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” menunjukkan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala kejadian berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya. Firman Allah, QS. Al-Anbiya’ : 23, “Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab” menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melakukan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaa-Nya itu.

Imam Sam’ani berkata : “Cara untuk dapat memahami pengertian semacam ini adalah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka dia akan sesat dan berada dalam kebingungan, dia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini karena taqdir merupakan salah satu rahasia Allah yang tertutup untuk diketahui oleh manusia dengan akal ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, karena itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya”.

Ada pendapat yang mengatakan : “Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk ketika mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak dapat diketahui”.

Beberapa Hadits telah menetapkan larangan kepada seseorang yang tdak mau melakukan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari’at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang mudah menuju kepada taqdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah :
“Maka Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh keberuntungan”.
(QS. Al Lail :7)

“Kemudian Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh kesusahan”.
(QS.Al Lail :10)

Para ulama berkata : “Al Qur’an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja, tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, karena hanya Allah yang mengetahui”.

Allah berfirman : “Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah kehendaki”.(QS. Al Baqarah : 255)

HUKUM SHALAT BERJAMAAH

Fungsi & fadhilah shalat berjama’ah yang dijelaskan oleh Rasulullah ,merupakan suatu jaminan yang pasti akan diperoleh oleh pelakunya sela-ma dia melaksanakannya sesuai dengan tuntunan Rasulullah , semoga fadhilah-fadhilah tersebut memantapkan keyakinan dan menguatkan semangat kita untuk selalu melaksanakannya secara maksimal, namun terkadang kita masih mendapatkan kaum muslimin yang masih bermalas ma-lasan untuk melaksanakan shalat berja-ma’ah hal ini dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang hukum shalat berjama’ah itu sendiri.
Hukum Shalat Berjama’ah
Para fuqaha (ahli fiqh) antara lain dari kalangan Madzhab Maliki, Syafi’i, dan sebagian Madzhab Hanafiyah berpanda-ngan bahwa hukum shalat berjama’ah adalah sunnah muakkadah ada pula sebagi-an fuqaha mengatakan hukumnya wajib kifayah begitulah pendapat kedua dari mazhab Syafi’i sedangkan fuqaha lainnya lagi mengatakan wajib ‘ain, demikianlah pandangan Atha, Al-Auza’i, Abu Tsaur dan umumnya tokoh madzhab Hambali dan Zhohiri. Pendapat ketiga inilah yang
paling kuat, berdasarkan banyaknya riwa-yat yang shahih tentang kewajiban shalat berjama’ah bagi setiap muslim yang terlepas dari udzur. Adapun dalil-dalinya adalah :
Dalil Dari Al-Qur’an
1. Perintah Allah  untuk melakukan ruku’ bersama orang-orang yang ruku’, Firman Allah  :
 وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ  البقرة : 43
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku” (QS. Al Baqarah :43)
Konteks ayat “Ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’, mengisyaratkan wajib-nya shalat berjama’ah sebab jika dikata-kan ayat diatas hanya menunjukkan pe-rintah shalat maka lafadz “Wa aqimush shalah” (Dirikanlah shalat) itu sudah cukup.
Berkata Al Hafizh Ibnul Jauzi رحمه الله ketika menafsirkan ayat ini : “Yaitu sha-latlah bersama-sama orang yang shalat“ (Lihat Zaadul Masiir 1:75)
Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan “Dan ba-nyak para ulama yang menjadikan ayat ini sebagai dalil diwajibkannya shalat berjama’ah”.(Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1:85)
Jika dikatakan bahwa perintah “Ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’, juga telah dikatakan kepada Maryam padahal sebagaimana yang diketahui bahwa wani-ta tidak wajib shalat berjama’ah. Allah  berfirman:
 يَامَرْيــَمُ اقْنُتِي لِرَبــِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ  آل عمران :43
"Hai Maryam, ta`atlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku`lah bersama orang-orang yang ruku”. (Ali Imran : 43)
Maka kita katakan bahwa ayat ini tidak mewajibkan atas wanita umumnya akan tetapi perintah tersebut dikhususkan untuk Maryam, karena ibu beliau pernah bernadzar untuk menjadikannya hamba yang selalu tunduk dan patuh kepada Allah  dan untuk beribadah kepada-Nya serta mengabdi dan memakmurkan mas-jid, sedangkan wanita selain beliau lebih utama melaksanakan shalat di rumah mereka masing-masing, hal ini berdasar-kan sabda Rasulullah  :
 صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِي اْلمَسْجِدِ  رواه حاكم
“Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada shalatnya di masjid” (HR. Hakim)
2. Perintah untuk melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan takut.
Perintah untuk melaksanakan shalat ber-jama’ah bukan hanya diperintahkan keti-
ka dalam keadaan tenang/ damai bahkan hal ini juga diperintahkan ketika dalam keadaan takut, hal ini berdasarkan firman Allah  yang artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyan-dang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyan-dang senjata”. (QS. Annisa : 102)
Telah disebutkan di atas bahwa "..dan hendaklah datang segolongan kedua yang belum shalat, lalu bershalatlah bersamamu...". Ini adalah dalil bahwa shalat berjama’ah adalah fardhu 'ain, bukan fardu kifayah, ataupun sunnah. Jika hukumnya fardhu kifayah, pastilah gugur kewajiban berja-ma’ah bagi kelompok kedua karena telah ditunaikan oleh kelompok pertama. Dan jika hukumnya adalah sunnah, pastilah ala-san yang paling utama untuk meninggal-kan shalat berjama’ah adalah karena takut.
Kalau saja Allah  tetap mewajibkan untuk shalat berjama’ah dalam keadaan takut/ perang maka tentunya dalam situasi tenang dan aman hukumnya akan lebih wajib.
3. Firman Allah  :
 يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلاَ يَسْتَطِيعُونَ  خَاشِعَةً أَبـْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَالقلم:42-43
“Pada hari betis disingkapkan dan mereka di-panggil untuk bersujud; maka mereka tidak kua-
sa,  (dalam keadaan) pandangan mereka tun-duk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keada-an sejahtera.” (QS.Al-Qalam 42-43)
Berkata Said bin Musayyib رحمه الله ketika menafsirkan ayat di atas : “Mereka adalah orang-orang yang mendengarkan hayya ‘alashshalah hayya ‘alal falah namun me-reka tidak memenuhi panggilan tersebut”
Berkata Ka’ab bin Al-Ahbar رحمه الله berkata “Demi Allah tidaklah ayat ini diturunkan kecuali sebagai peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan sha-lat berjama’ah”
Dalil Dari As-Sunnah
1. Perintah Rasulullah  untuk melak-sanakan shalat berjama’ah, Rasulullah  bersabda :
 فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُـؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمـَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ  رواه البخاري و مسلم
“…Apabila telah datang waktu shalat maka azanlah untuk kalian salah seorang dari kalian dan hendaklah menjadi imam orang yang paling tua diantara kalian” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan hal yang memperkuat wajibnya me-laksanakan shalat secara berjama’ah adalah perintah Rasulullah  untuk melaksana-kannya bagi musafir walaupun hanya dua orang saja. Rasulullah  bersabda :
 إِذَا أَنــْتُمَا خَرَجْتُمَا فَأَذِّنـــَا ثُمَّ أَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمـَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا رواه البخاري
“Apabila kalian berdua keluar (musafir) maka adzanlah kemudian iqamahlah lalu hendaklah menjadi imam diantara kalian yang tertua” (HR. Bukhari)
2. Larangan keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan
Rasulullah  bersabda :
 إِذَا كُنـــْتُمْ فِي الْمـــَسْجِدِ فَنــُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَلاَ يَخْرُجْ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُصَلِّيَ  رواه أحمد
“Apabila kalian berada di dalam masjid kemu-dian dikumandangkan adzan untuk shalat maka janganlah salah seorang dari kalian keluar (dari masjid) hingga ia melaksanakan shalat” (HSR. Ahmad)
Oleh sebab itu Abu Hurairah  menghu-kumi orang yang keluar dari masjid sete-lah adzan sebagai orang yang telah bermaksiat terhadap Rasulullah . Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Sya’tsa’ beliau berkata : “Kami duduk-duduk di dalam masjid bersama Abu Hurairah  lalu dikumandangkan adzan maka berdirilah seorang laki-laki lalu berjalan kemudian Abu Hurairah  mengikutinya dengan pandangan hingga keluar masjid lalu berkata : “Adapun orang ini maka ia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rasulullah) ” (R. Muslim)
3. Tidak adanya keringanan dari Rasulullah  untuk meninggalkan sha-lat berjama’ah.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Ummi Maktum  pernah bertanya kepada Rasululllah :
يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي رَجُلٌ ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ وَلِي قَائِدٌ لاَ يُلاَئِمُنِي فَهـَلْ لِي رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَـيْتِي قَالَ :  هَلْ تَسْمَعُ النـِّدَاءَ  قَالَ نَعَمْ قَالَ:  لاَ أَجِدُ لَكَ رُخْصَة ً  رواه أبو داود
“Wahai Rasulullah ! Saya adalah orang yang buta, rumah saya jauh (dari masjid), dan saya tidak mempunyai penuntun yang selalu menun-tun saya (ke masjid) Apakah saya mendapatkan keringanan untuk shalat (fardhu) di rumah ? Bersabda Rasulullah  : “Apakah kamu mende-ngarkan adzan ?”, beliau menjawab “Ya”, lalu Rasulullah  bersabda : “Saya tidak mendapat-kan keringanan untukmu" (HSR. Abu Daud)
Di dalam hadits di atas Rasulullah  tidak memberikan keringanan kepada Ibnu Ummi Maktum  untuk shalat fardhu di rumahnya (tidak berjama’ah) kendati ada alasan, diantaranya karena beliau orang yang buta, rumahnya jauh dari masjid dan tidak mempunyai penuntun yang selalu menuntunnya menuju ke masjid, dan diri-wayat lain disebutkan bahwa beliau telah lanjut usia, banyak hewan-hewan buas yang berkeliaran di sekitar kota Madinah dan adanya pohon-pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang ada diantara rumah beliau dan masjid.
4. Keinginan Rasulullah  membakar rumah orang-orang yang tidak melak-sanakan shalat berjama’ah
Rasulullah  bersabda :
 لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ فِتْيَـتِي فَيَجْمَعُوا حُزَمًا مِنْ حَطَبٍ ثُمَّ أَاتِيَ قَوْمًا يُصَلُّونَ فِي بُيُوتِهِمْ لَيـْسَتْ بِهِمْ عِلَّةٌ فَأُحَرِّقَهـَا عَلَيـْهِمْ  رواه أبو داود
“Sungguh aku ingin memerintahkan anak-anak muda untuk mengumpulkan ikatan kayu bakar kemudian saya mendatangi sekelompok kaum
yang shalat di rumah-rumah mereka (masing-masing) tanpa ada udzur lalu aku membakar rumah mereka” (HSR. Abu Daud)
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله : “Adapun hadits yang terdapat dalam bab ini maka nampak bahwa shalat berja-ma’ah hukumnya fardhu ‘ain sebab seandainya hukumnya sunnah niscaya orang yang meninggalkannya tidaklah diancam bakar dan seandainya hukum-nya adalah fardhu kifayah niscaya shalat yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah  bersama shahabatnya telah cukup” (Lihat Fathul Baari 2:125-126)
Perkataan Salafus Shalih
Berkata Abdullah bin Mas’ud رحمه الله : “Barang siapa yang mendengar panggilan shalat (adzan) kemudian dia tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa adanya alasan syar’i, maka tidak ada shalat baginya”.
Semoga Allah  memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada selu-ruh kaum muslimin.
-Abu Muhammad Muhammad Salim Ahmad-

Maraji’ : Ahammiyatu Shalatil Jama’ah, Dr. Fadhlu Ilahi

Selasa, 04 Januari 2011

BEBERAPA CONTOH DARI HADIST-HADITS DHO’IF YANG TERKENAL DI TENGAH MASYARAKAT

1. اعمل لدنياك كأنّك تعيش أبدا واعمل لآخرتك كأنّك تموت غدا
“Beramallah kamu untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok”
Ket:Hadits ini tidak mempunyai asal yang marfu’[Silsilah Al Ahadits Adh Dho’ifah no.8]
2. حبّ الوطن من الإيمان
“Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman”
Ket: Hadits ini maudhu’ sebagaimana yang disebutkan oleh Ash Shoghany Rohimahullah .[Silsilah Al Ahadits Adh Dho'ifah no.36, lihat juga Majmu’ah Rosaail At Taujihaat, hal.:236]
3. احتلاف أمّتي رحمة
“ Ikhtilafnya ummatku adalah suatu rahmat”
Ket: Hadits ini tidak mempunyai asal, berkata Ibnu Hazm Rohimahullah :”Perkataan ini serusak-rusak perkataan, karena kalau ikhtilaf adalah suatu rahmat berarti ittifaq (kesepakatan) adalah sesuatu hal yang dibenci. Dan beliau berkata di tempat yang lain bahwa hadits ini bathil dan dusta (atas nama Rosulullah ).[Silsilah Al Ahadits Adh Dho'ifah, no.57, dan Muqoddimah Sifat Sholat Nabi, hal:58)
4. اطلب العلم ولوبالصّين
“Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina”
Ket: Hadits ini dimasukkan oleh Ibnul Jauzy Rohimahullah dalam bukunya yang mengumpulkan hadits-hadits palsu, kemudian beliau menukil perkataan Ibnu Hibban Rohimahullah tentang hadits ini yaitu bahwa hadits ini bathil dan tidak mempunyai asal.[ Silsilah Al Ahadits Adh Dho'ifah, no.416, Majmu’ah Rosaail At Taujihaat,hal:236]
5. الدّين هوالعقل ومن لا دين له لا عقل له
“Dien itu adalah (sesuai) dengan akal, dan barangsiapa yang tidak mempunyai Ad Dien maka dia itu tidak mempunyai akal”.
Ket: Hadits ini bathil, berkata Ibnu Qoyyim Rohimahullah:”Seluruh hadits-hadits tentang keutamaan akal adalah dusta” [ Lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dho'ifah ,no.1]
6. من لم يهتمّ بأمرالمسلمين فليس منهم
“Barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka dia termasuk mereka”
Ket: Hadits ini mempunyai banyak jalan namun kebanyakan maudhu’ dan dho’if jiddan. Yang terbaik dari jalan itu adalah yang diriwayatkan oleh Thabrani di Mu’jam Shagir dan Ausath namun sanadnya lemah.[ Silsilah Al Ahadits Adh Dho'ifah ,no.309-312]
7. خيرالأمورأوسطها
“Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan”
Ket: Hadits ini tidak shohih marfu’, namun yang benar dia adalah perkataan salah seorang ulama Salaf.
8. كاد الفقرأن يكون كفرا
“Hampir-hampir kefaqiran itu menyebabkan kekufuran”
Ket: Hadits ini lemah dan sebagian ulama menisbatkan kepada perkataan Ali. Wallahu A’lam.[Takhrij Musykilatul Faqr oleh Asy-Syaikh Al Albany,hadits no.2]

9. من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكرلم يزددمن الله إلاّ بعدا
“Barangsiapa yang sholatnya tidak bisa mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar maka dia tidak bertambah kepada Allah kecuali bertambah jauh”
Ket: Hadits ini bathil dari segi sanad dan matan, berkata Syaikhul Islam dalam satu fatwanya:”Hadits ini tidak tsabit dari Rosulullah  namun sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar sebagaimana yang Allah sebutkan dalam Kitab-Nya, dengan keadaan apapun sholat itu tidak akan mengakibatkan orang yang melakukannya bertambah jauh (dari Allah) bahkan orang yang sholat lebih bagus dan lebih dekat kepada Allah daripada orang yang tidak sholat, walaupun orang yang sholat masih berbuat kefasikan”. [ Silsilah Al Ahadits Adh Dho'ifah ,no.2]
10. لو يعلم العباد مافي رمضان لتمنّت أمّتي أن يكون رمضان السّنة كلّها..
“Seandainya hamba-hamba Allah mengetahui (fadhilah-fadhilah)di bulan Ramadhan maka ummatku ini akan menginginkan bulan Ramadhan itu sepanjang tahun”
Ket: Hadits ini maudhu’ sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhari dan Ibnul Jauzy Rohimahullah .[Sifat Shoum An Naby, hal:109]
11. صومواتصحّوا..
“Berpuasalah kalian pasti akan sehat”
Ket: Hadits ini merupakan potongan dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Ady dan Thabrany namun sanadnya lemah.[Sifat Shoum An Naby,hal:111]
12. القصّة الّتي ذكرهابعض المفسّرين سببالنزول قوله تعالى في سورة التوبة:75-77 وهي القصّة عن الصّحبى الجليل ثعلبة رضي الله عنه
“ Kisah yang disebutkan oleh beberapa ahli tafsir sebagai sababun nuzul firman Allah di QS.At-Taubah:75-77 yaitu kisah tentang shahabat yang mulia Tsa’labah"
Ket: Kisah ini disebutkan dalam tiga riwayat namun seluruhnya mempunyai cacat antara matruk (ditinggalkan) dengan dho’if jiddan atau tertuduh sebagai dusta dan matan hadits ini pun mungkar karena Tsa’labah bin Hathib adalah termasuk Ahli Badar (orang yang mengikuti perang Badar), padahal Rosulullah  telah bersabda tentang Ahli Badar :
لعلّ الله الطلع على أهل بدر فقال افعلواماشعتم فقدوجبت لكم الجنّة أوفقد غفرت لكم
“ Sungguh Allah telah mengetahui seluruh (keadaan) Ahli Badar dan Dia  berfirman: "Perbuatlah apa yang kalian inginkan karena sesungguhnya kalian pasti akan masuk surga atau karena sesungguhnya Aku telah mengampuni kalian”(Diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad dan selainnya)
Untuk mengetahui pendapat Ulama tentang kisah ini secara lengkap lihat buku Asy Syihaab Ats Tsaaqib fil Adz Dzabbi ‘An Ash Shohaby Al Jalil Tsa'labah bin Hathib.
13. Nama-nama yang paling dicintai oleh Allah adalah apa-apa yang disembah (dengan menggunakan kata ‘abdul) dan apa-apa yang dipuji (seperti Ahmad, Muhammad dll)”
hadits tidak ada asalnya (Kasyful khofaa` 1/390/51)
14. “Para sahabatku seperti bintang-bintang dengan siapa saja kamu mengikuti mereka maka berarti kamu telah mendapatkan petunjuk”
hadits maudhu’/palsu (As-Silsilah Adh-Dhoifah 1/78/58)
15. “Jibril telah mewasiatkan kepadaku (untuk berbuat baik) kepada tetangga sampai empat puluh rumah, sepuluh dari sini, sepuluh dari sini, sepuluh dari sini, sepuluh dari sini”
Hadits Dhoif/lemah (As-Silsilah Adh-dhoifah 1/294/274)
16. “Tidak ada sholat bagi tetangga masjid kecuali di masjid”
hadits Dhoif/lemah (As-Silsilah Adh-Dhoifah 1/216/183)
17. “Bertawasullah dengan kehormatanku karena kehormatanku di sisi Allah sangat besar”
Tidak ada asalnya (As-Silsilah Adh-dhoifah 1/30/22)
18. “Barang siapa menikah sebelum berhaji maka sungguh ia telah memulai dengan kemaksiatan”
hadits Maudhu /palsu (As-Silsilah Adh-dhoifah 1/250/222)
19. “Kebaikan itu selalu ada pada diriku dan pada umatku sampai hari kiamat nanti”
tidak asalnya (As-Silsilah Adh-dhoifah 1/51/30)
20. " Siapa yang adzan maka dialah yang qamat."
Hadits dhoif (Silsilah hadits dhoif I/no 35)
21. " Barangsiapa menunaikan ibadah haji tetapi tidak menziarahi kuburku berarti telah menjauhiku."
Hadits maudhu' (silsilah hadits dhoif I/45)
22. " Barangsiapa mengenal dirinya, berarti ia telah mengenal Tuhannya."
Hadits dhoif (Silsilah hadits dhoif I/ 66)
23. " Bunyikanlah rebana-rebana kalian semoga Allah memberkahi kalian."
(hadits ini yang melatarbelakangi lagu tholaal badru 'alaina)
hadits la ashla lahu/tidak ada asalnya (silsilah haadits dhoif I/488)
24. 'Hendaknya kalian baca surat yasiin untuk orang yang mati diantara kalian"
Hadits dhoif/lemah ( Dhoif jami' ash shaghir wa ziadatuhu 1072/151)
25. "Sesungguhnya Allah dan MalaikatNya bersholawat kepada orang-orang yang berada di shof-shof kanan "
Hadits dhoif (dhoif Abi dawud 153)
26. "Janganlah kamu melihat kecilnya kemaksiatan , akan tetapi lihatlah keagungan yang dimaksiati"
Hadits maudhu'Al Qowaid Al Majmu'ah fi ahaditsil maudhu'ah 87/250)
27. "Jika kamu sekalian meminta kepada Allah maka mintalah dengan kedudukanku, sebab kedudukanku di sisi Allah sangat agung"
hadits maudhu'(majmu' fatawa ibnu taimiyah 27/126)
28. "Barang siapa yang ikhlas kepada Allah selama 40 hari maka akan muncul hikmah dari lisannya yang bersumber dari hatinya".
Hadits dhoif (al ahaditsu Adh dhoifah wal batilah 27/24)
29. 'Kita kembali dari jihad yang kecil kepada jihad yang besar'.
Hadits tidak ada asalnya (Majmu' fatawa 11/197)
30. 'Seorang yang berilmu (faqih) lebih berat bagi syetan daripada seribu orang ahli ibadah'.
Hadits batil ( Hadits dhoifah dan bathilah 28/108)
31. 'Barangsiapa yang berpegang teguh dengan sunnahku di saat terjadi kerusakan umat maka baginya pahala seratus orang yang mati syahid.'
Hadits dhoif jiddan/sangat lemah ( Silsilah dhoifah 1/133/326)
32. 'Sesungguhnya termasuk dari sunnah mengantarkan tamu sampai ke pintu rumah.'
Hadits dhoif ( Dhoif jami' shaghir wa ziyadatuhu 290/1996
33. 'Barangsiapa tengah berbicara kemudian dia bersin, maka pembicaraannya itu benar'.
Hadits bathil ( Silsilah hadits dho'if dan maudhu 136 )
34. 'Tiga hal yang menyenangkan dan mengembangkan badan, yaitu: wewangian(parfum), pakaian yang lunak, dan minum madu'.
Hadits maudhu ( Silsilah hadits dho'if dan maudhu 138 )
35. 'Orang yang paling sengsara ialah yang padanya terkumpul kefakiran dunia dan akhirat'
Hadits maudhu ( Silsilah hadits dho'if dan maudhu 139 )
36. 'Zina itu mengakibatkan kefakiran.'
Hadits bathil ( Silsilah hadits dho'if dan maudhu 140 )
37. Kepedulian terhadap dunia dan akhirat
"sebaik-baik kalian adalah yang tidak meninggalkan urusan akhiratnya untuk kepentingan dunianya dan tidak pula meninggalkan kepentingan dunianya untuk kepentingan akhiratnya dan tidak menjadi beban bagi manusia"
hadist maudhu'.Hadist no. 501 / II
38. cukuplah kematian sebagai nasehat
"cukuplah kematian sebagai nasehat, cukuplah keyakinan sebagai kekayaan, dan cukuplah ibadah sebagai kesibukan" …
hadist ini sangat dho'if hadis no. 502 / II
39. PEMUDA YANG MENIKAH PADA USIA MUDA
Pemuda mana saja yang menikah pada usia mudanya, maka berteriaklah syetan "celakalah dia telah terjaga agamanya dari godaanku."
Hadis maudhu' (palsu) Sisilah hadis dho'if dan maudu' jilid 2 no. 659
40. TIDURNYA ORANG YANG BERPUASA DICATAT SEBAGAI IBADAH
Orang yang berpuasa dicatat sebagai orrang yang seddang ibadah kendatipun ia tidur diatas ranjangnya.
Hadis dho'if (lemah) Sisilah hadis dho'if dan maudu' jilid 2 no. 653
41. MENUNTUT ILMU KETIKA KECIL BAGAI MENGUKIR DIATAS BATU
Perumpamaan ornag yang menuntut ilmu dimasa kecil bagaikan ukiran pada batu, dan perumpamaan orang yang menuntut ilmu dimasa tua bagaikan orang menulis diatas air.
Hadis maudhu' (palsu) Sisilah hadis dho'if dan maudu' jilid 2 no. 618
42. Sebaik-baik makanan
"sebaik-baik makanan adalah kismis, dapat menguatkan otot-otot, menghilangkan kesakitan atau kepenatan, meedakan emosi, menghilangkan bau mulut, menghilangkan riya', membeningkan warna… (perawi menyebutkan sepuluh keistimewaanya, namun tidak dihafalnya)….
Hadis maudhu' no. 504 / II
43. Orang yang tidak rela dengan qodar Allah
Allah swt berfirman dalam hadis qudsi,
"barang siapa tidak rela dengan qadha (ketetapan-Ku) dan tidak pula bersabar dengan cobaan-Ku, maka hendaklah ia mencari tuhan selain Aku. ….
Hadis sangat dha'if no 505/II
44. Hati melunak dimusim dingin
Hati anak cucu adam akan melunak pada musim dingin, karena Allah swt menciptakan adam dari tanah dan tanah itu akan melembek ketika musim dingin. …
hadis maudhu' no. 511 / ii
45. Rakyat dan pemimpin
Tidaklah rakyat akan binasa sekalipun zalim dan bejat moralnya, apabila para penguasanya membimbing dan terbimbing. Dan tidaklah rakyat itu akan binasa apabila mereka membimbing dan terbimbing, meskipun para penguasanya zalim dan bejat moralnya. …
hadis dha'if no. 514 / ii
46. Jima'
"Apabila seorang dari kalian menjimak istrinya atau budak wanitanya, maka jangan melihat kepada kemaluanya, karena yang demikian dapat menyebabkan kebutaan."
hadits maudhu' 195/I
Dari segi makna hadis diatas bertentangan dengan hadis shahih yang ada dalam hadis Shahihaini dan Ashabus Sunan lainya, yang menyebutkan bahwa Aisyah Ra. Mandi bersama Rasulullah saw dengan bergantian gayungnya dan bahkan saling berebutan gayung. Hadis tersebut dengan jelas menunjukkan pembolehan suami istri saling melihat kemaluan masing-masing, baik dalam keadaan mandi bersama atau ketika bersetubuh. Yang lebih menguatkan akan hal ini adalah riwayat Ibnu Hibban dari sanad Sulaiman bin Musa bahwasanya ia ditanya tentang seorang seorang suami yang melihat kemaluan istrinya, maka ia menjawab, "Aku tanyakan kepada Atha, maka ia menjawab, 'Aku tanyakan kepada Aisyah ra., maka Ia menjawab seraya menyebutkan hadis. Demikianlah penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari I/190. Ia berkata, "inilah Nash tentang pembolehan seorang suami melihat lkemaluan istrinya atau sebaliknya."
47. Jenggot
"Termasuk dari kebahagiaan seseorang adalah memendekkan (menipiskan) jenggotnya"
hadits maudhu' no. 193/I
48. Hati hamba-hamba allah
"sesungguhnya (ketika) allah memperhatikan hari para hamba-Nya, maka Ia tidak mendapatkan hati yang lebih bersih dari hati para sahabatku, karena itulah allah memilih mereka dan menjadikan (mereka) sebagai sahabatku. Maka, apa yang dilihat oleh mereka sebagai sesuatu yang baik, baik pula disisi allah dan apa yang dianggap mereka buruk, buruk pula disisi allah."
hadits maudhu' no. 532 / ii
49. Bahasa arab
barang siapa diantara kalian yang dapat berbicara dengan bahasa arab secara baik, maka janganlah menggunakan bahasa persia karena yang demikian itu dapat menyebabkan kemunafikan. …
hadis maudhu no. 523 /ii
50. Makanan yang berminyak
Makanlah (makanan) yang berminyak dan gunakanlah (minyak) untuk menggosok karena sesungguhnya minyak itu dapat menyembuhkan tujuh puluh penyakit, diantaranya adalah kusta. …
hadis mungkar no. 512 / ii
51. Membersihkan alat dapur dan halaman
Membersihkan alat dapur dan halaman rumah bisa menyebabkan kekayaan …
hadis maudhu' no. 513/ii
52. Haji
Ayam adalah sebagai daging kambing bagi kaum fuqara' dari umat-ku dan shalat jum'at adlah sebagai haji kaum fuqara'
hadis maudhu' no. 192/i
53. Sholat
Barangsiapa yang sholatnya tidak dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak menambah sesuatupun dari Allah SWT kecuali kejauhan
hadis bathil no. 2 / I.
54. Amal
Beramalah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan beramalah untuk akhiratmu seolah-olah engkau mati esok.

55. Berbincang-Bincang Dalam Masjid
Berbincang-bincang dalam masjid itu menggerogoti pahala-pahala seperti binatang ternak memakan rerumputan.
Hadits tidak bersumber. Al Ghozali meriwayatkannya dalam kitab Ihya Ulumiddin I/136. Silsilah Hadits Dho'if no.4 / I.
56. Debu
Hindarilah debu, karena darinyalah timbulnya penyakit asma.
Silsilah Hadits Dho'if no. 6 / I.