Menu

Senin, 04 Januari 2016

🔮 Perbanyaklah mentadabburi Firman Allah Subhana Wa Ta'ala:

يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini". (QS. 89. Al Fajr : 24)

📹 Allah mengatakan :
لِحَيَاتِي
"Untuk hidupku di (akhirat) ini"

Dan Allah tidak mengatakan:
فِيْ حَيَاتِي

Pada kehidupanku (di dunia)

🔐 Apa hikmah/rahasianya?

🔓 Hal ini untuk mengajarkan kepada kita bahwa kehidupan kita belum dimulai, atau

🔓 Agar kita memahami bahwa kehidupan yang hakiki bukanlah kehidupan kita yang sekarang di dunia ini.

Wallahu A'lam

✏ Abu Qais Al Bukhari

Minggu, 03 Januari 2016

Kata-kata ثقيلاً (Berat) di dalam Al Qur'an



      Terdapat dua kata ثقيلاً  (Berat) di dalam Al Qur'an,

      1.       Firman Allah Subhana Wa Ta’ala :

إِنَّ هَؤُلَاء يُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَاءهُمْ يَوْماً ثَقِيلاً ﴿٢٧﴾

               “Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak     
        memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat)”. (QS. 76. Al Insan: 27)
               
         Yang dimaksud dengan يَوْماً ثَقِيلاً  (hari yang berat) adalah hari akhirat
         
      2.       Firman Allah Subhana Wa Ta’ala :

إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلاً ثَقِيلاً ﴿٥﴾

             Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (QS. 73. Al 
        Muzzammil: 5)

        Yang dimaksud dengan قَوْلاً ثَقِيلاً  perkataan yang berat adalah Al Qur’an

      Apa rahasia dan hubungannya?

       Barangsiapa yang ingin selamat pada يَوْماً ثَقِيلاً  (hari yang berat) maka hendaklah ia berpegang
     teguh kepada قَوْلاً ثَقِيلاً  (Al Qur’an)

                                                                              Wallahu A'lam

Jumat, 01 Januari 2016

Jenis-jenis Al-Munāsabah (Part 3)



            A.     Jenis-jenis Al-Munāsabah
Sesungguhnya diantara para Ulama ada yang memberi perhatian yang besar terhadap ilmu al-Munāsabah  ini, hingga mereka menyusun kitab-kitab khusus untuk membahas tentang al-Munāsabah , dimana ilmu manasabah ini dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis
Pertama: Al-Munāsabah  ayat
a.       Al-Munāsabah  ayat antara satu ayat dengan ayat yang lain
Sebagai contoh:
Antara ayat-ayat puasa dengan ayat larangan memakan harta dengan cara yang batil, Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
           Terjemahannya:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka[1].
Setelah menyebutkan ayat-ayat puasa pada surah Al-Baqarah dari ayat 183-187 Allah mendatangkan ayat:
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٨﴾
Terjemahannya:
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui[2].
Berkata Abu ‘Sa’ud dalam tafsirnya: ayat tersebut menunjukkan  larangan memakan harta sebahagian dengan sebahagian yang lain dengan jalan yang batil, setelah Allah melarang orang-orang mukmin untuk menahan diri dari makan siang pada bulan ramadhan[3].

Urgensi, Keutamaan dan Hukum Mempelajari Al-Munāsabah (Part 2)


       1.      Urgensi memelajari al-Munāsabah  
Urgensi ilmu al-Munāsabah  mengungkap satu sisi kemukjizatan Al-Quran, yaitu keterkaitan diantara lafal-lafal, susunan, dan penjelasan tentang hubungan antara ayat-ayat Al-Quran dan surah-surahnya.
Sungguh para ulama klasik telah memberi perhatian yang besar pada ilmu ini, sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar al-Naisaburi yang mencela (menyedihkan) ulama Baghdad karena tidak mengetahui ilmu al-Munāsabah .
Urgensi ilmu ini juga dijelaskan oleh ibnu al-‘Arabi Rahimahullah dalam kitabnya: Siraj al-Muridin : hubungan antara satu ayat Al Qur’an dengan ayat yang lain sampai menjadi seperti satu kalimat memiliki makna yang luas, tata bahasa yang teratur merupakan ilmu yang agung[1]. Maka beliau menyifati ilmu al-Munāsabah   ini sebagai ilmu yang agung.

Al Munasabah Dalam Al Qur'an (Part 1)



Segala puji hanya milik Allah semata yang telah menurunkan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang tidak ada kebohongan di dalamnya.
Belum ditemukan satu kitabpun dari kitab-kitab yang ada di muka bumi ini yang dijaga dan dipelihara dengan penuh perhatian dan semangat serta keikhlasan yang tinggi hingga sampai pada taraf pensucian dan pemuliaan seperti Kitab Al Qur’an Al Karim dalam bentuk hafalan, bacaan, kajian, pengajaran dan pelajaran, penjelasan serta penafsiran.
Hal ini dapat kita saksikan sejak generasi awal dari kalangan para sahabat Ridhwānul Lahi ‘Alaihim Ajma’în yang menukil secara langsung Al Qur’an dari sang Nabi tercinta Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  dengan menghafalkannya dari huruf ke huruf berikutnya, dari satu kata ke kata berikutnya, dari satu ayat ke ayat berikutnya, dari satu surah ke surah berikutnya, dari pertama diturunkannya hingga ia disempurnakan. Bahkan hingga dikumpulkannya dalam satu kitab pada kekhilafaan Abu Bakar al-Shiddiiq dan ‘Utsman Radhiyallāhu ‘Anhuma sebagai bukti akan janji Allah dalam firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴿٩﴾


Terjemahannya:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. al-Hijr/15: 9)