Menu

Jumat, 01 Januari 2016

Jenis-jenis Al-Munāsabah (Part 3)



            A.     Jenis-jenis Al-Munāsabah
Sesungguhnya diantara para Ulama ada yang memberi perhatian yang besar terhadap ilmu al-Munāsabah  ini, hingga mereka menyusun kitab-kitab khusus untuk membahas tentang al-Munāsabah , dimana ilmu manasabah ini dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis
Pertama: Al-Munāsabah  ayat
a.       Al-Munāsabah  ayat antara satu ayat dengan ayat yang lain
Sebagai contoh:
Antara ayat-ayat puasa dengan ayat larangan memakan harta dengan cara yang batil, Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
           Terjemahannya:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka[1].
Setelah menyebutkan ayat-ayat puasa pada surah Al-Baqarah dari ayat 183-187 Allah mendatangkan ayat:
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٨﴾
Terjemahannya:
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui[2].
Berkata Abu ‘Sa’ud dalam tafsirnya: ayat tersebut menunjukkan  larangan memakan harta sebahagian dengan sebahagian yang lain dengan jalan yang batil, setelah Allah melarang orang-orang mukmin untuk menahan diri dari makan siang pada bulan ramadhan[3].
Sayyid Qutub mengatakan: Surah Al-Lail menjelaskan tentang tabiat alam dan manusia dari sisi amalan dan balasan
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى ﴿٤﴾ فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى ﴿٥﴾ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ﴿٦﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى ﴿٧﴾ وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى ﴿٨﴾ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى ﴿٩﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى ﴿١٠﴾
Terjemahannya:
04.  sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda
05.   Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
06.   dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
07.   maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
08.  Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
09.   serta mendustakan pahala yang terbaik,
10.   maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.[4]
Perbedaan amal di dunia mengakibatkan perbedan balasan di akhirat kelak, demikian pula perbedaan antara siang dan malam, laki-laki dan perempuan, yang berbeda jenis dan orientasinya. Dan inilah hubungannya dengan fenomena alam yang disebutkan oleh Allah di awal ayat dalam bentuk sumpah kepada makhluk-Nya
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى ﴿١﴾ وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى ﴿٢﴾ وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى ﴿٣﴾
Terjemahannya:
01.   Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
02.  dan siang apabila terang benderang,
03.   dan penciptaan laki-laki dan perempuan[5].
03.
b.      Al-Munāsabah  antara pembuka dan penutup ayat
Misalnya dalam firman Allah:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ ﴿١﴾
Terjemahannya:
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat[6].
Allah memulai dengan
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar” Kemudian menutupnya dengan
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
Sangat jelas al-Munāsabahnya dimana Allah mendengar pengaduan wanita tentang prihal suaminya kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam , Allah melihat dan mendengarnya, maka sangat cocok ditutup dengan kalimat Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat[7].
c.       Munasabah antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu ayat
Contoh bergandengnya antara kata shalat dengan zakat:
فَإِذَا انسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُواْ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَخَلُّواْ سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٥﴾
Terjemahnya:
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[8]
Abu Bakar berkata: Sungguh saya akan memerangi orang yang memisah antara Shalat dan zakat[9].
d.      Al-Munāsabah  ayat dalam bentuk yang berlawanan
Misalnya Allah mendatangkan ayat
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ ﴿٦﴾
Terjemahannya:
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman[10].
Setelah Allah menyebutkan jalan-jalan hidayah, dengan hikmah Tasywiq yang membuat penasaran dan sebagai penetapan yang benar bagi jalan yang pertama, karena dengan adanya hal yang bertentangan sesuatu itu menjadi jelas[11].
Contoh yang lain tentang keutamaan ilmu dan kebodohan yaitu pada surat al-‘Alaq/ 96 : 1-5 dengan ayat yang setelahnya QS al-‘Alaq /96 : 6-8.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿٣﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿٥﴾ ҆
Terjemahannya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,  Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[12].
كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى ﴿٦﴾ أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى ﴿٧﴾ إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى ﴿٨﴾
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.  Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu).[13]
Kata-kata Kallā adalah sanggahan bahwa ia tidak memiliki ilmu dan kerendahan derajatnya serendah binatang, yang mana perbuatannya dan kejahatannya tidak memberi manfaat sama sekali kepadnya melainkan hanya akan memudharatkan dirinya sendiri[14].
Diantara ulama yang menulis dalam kategori ini adalah:
a.     Imam Abu al-Sa’ud (Wafat 982 H) dalam tafsirnya: Irsyad al-‘Aql al-Salim ilā mazāyā al-Qur’an al-Karim.
b.    Imam al-Sayaukāni (Wafat 125 H) Fath al-Qadir al-jāmi’ baina fannai al-riwāyah wa al-dirāyah
c.     Al-Ālusi (Wafat 120 H) Ruh al-Ma’āni fi tafsir Al-Qur’an Al-Aṣim wa al-Sab’u al-matsāni
d.    Abu al-Thayyib Shiddiq ibnu Hasan al-Qunuji al-Bukhari (Wafat 1307) Fath al-Bayan fi Maqāsid Al-Qur’an[15]. Dan sebagainya.
Kedua: Al-Munāsabah  antara satu surat dengan surat yang lain
Bentuk al-Munāsabah  yang mereka lakukan adalah:
1.      Menjelaskan hubungan antara pembuka surah dan penutup surah sebelumnya,
Contoh al-Munāsabah  penutup surah al-Thur dengan awal surah al-Najm, Allah SUBHANA WA TA’ALA berfirman:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَإِدْبَارَ النُّجُومِ ﴿٤٩﴾
Terjemahannya:
“Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar)”[16].
Adapun awal Surah al-Najm, Allah SUBHANA WA TA’ALA berfirman:
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى ﴿١﴾  
Terjemahannya:
Demi bintang ketika terbenam,”[17].
Berkata al-Baqāi: Setelah Allah menutup surah al-Thur dengan memerintahkan nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  untuk bertasbih dan bertahmid di waktu fajar, yang tentu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  melaksanaknnya tanpa merasa terbebani, yang mendapatkan berbagai cercaan berupa tuduhan sebagai seorang tukang sihir, orang gila, dan sebagainya, maka Allah membuka surah al-Najm dengan bersumpah atas nama bintang[18].
2.      Awal surah dan penutupnya,
Berkata DR. Abdullah Dirāz: ketahuilah bahwa surah al-Baqarah yang panjang itu memiliki hubungan antara pembuka dan pentup dari empat sisi:
Sisi pertama: pada duapuluh ayat pertama (QS Al-Baqarah/2:  1-20) berisi akan inti Al-Qur’an dan penjelasan bahwa ia adalah petunjuk yang tidak terdapat keraguan di dalamnya bagi orang yang memiiki hati yang selamat, tidak ada yang berpaling darinya kecuali orang yang tak memiliki hati, atau ia memiliki hati yang sakit. Pada sisi ini terdapat ajakan untuk manusia seluruhnya untuk memeluk Islam dan berpegang teguh padanya.
Sisi kedua: Pada QS Al-Baqarah/2:  40-162, berisi tentang ajakan khusus kepada Ahlul Kitab untuk meninggalkan kebatilan mereka menuju kepada Agama Islam yang haq ini.
Sisi ketiga: QS Al-Baqarah/2: 178-283 berisi ajaran syariat Islam secara terperinci
Sisi kempat : QS Al-Baqarah/2: 284 berisi tentang konsekwensi orang-orang yang menerima dan menolak ajakan syariat, dan kelak mereka akan dibangkitkan sesuai dengan sikap mereka.
Kemudian surah ini ditutup dengan dua ayat QS Al-Baqarah/2: 285-286 berisi informasi yang menggembirakan bagi orang yang menerima ajakan Islam yang sempurna dari sisi-sisi tersebut, dan penjelasan tentang apa yang mereka harapkan di dunia dan di akhirat[19].
3.      Awal surah dan awal surah yang setelahnya
hubungan antara awal surah al-Falaq dengan awal surah al-Nas
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ﴿١﴾
Terjemahannya:
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾
Terjemahannya:
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
setelah Allah menyebutkan surah al-Falaq yang dimulai dengan isti’ādzah (memohon perlindungan) dari keburukan yang telah diciptakan Allah yang dapat membahayakan badan dan segala yang dimiliki oleh manusia, berupa sejumlah keburukan yang ada di setiap tempat dan zaman secara umum, lalu secara khusus, berlindung dari orang fasiq, tukang sihir dan orang hasad. Demikian pula Allah memulai dengan Isti’adzah secara khusus kepada Was-was.[20].
4.      Hubungan antara Lafal dan Makna kalimat dalam ayat
Sebagai contoh perkataan saudara-saudara Yusuf dalam Al Qur’an
وَمَا أَنتَ بِمُؤْمِنٍ لِّنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ ﴿١٧﴾
Terjemahannya:
Dan kamu sekali-kali tidak akan Beriman (percaya kepada kami), sekalipun kami adalah orang-orang yang benar[21].
Dan Allah tidak menyebutkan:
وَمَا أَنتَ بِمُصِدِّقٍ
Karena pada kata Bimu’min tidak mencakup apa yang ada pada kata Bimushaddiq, pada kata Mushaddiq hanya berupa pembenaran ucapan saja, sedangkan kata Bimukmin bermakna membenarkan ucapan yang disertai pemberian rasa aman itulah maksud perkataan mereka[22].
Ketiga: Al-Munāsabah  antara ayat dengan surat
Atau hubungan nama surah dan isi ayat-ayatnya
Secara umum kita mendapati dalam Al Qur’an bahwa nama surah rata-rata terletak di awal-awal ayat yang mejelaskan akan keterkaitan antara nama surah dan isi surah yang dikandungnya, namun sebagian surah kadang terdapat di tengah-tengah atau akhir-akhir surah.
Sepatutnya bagi seorang muslim berupaya menelaah setiap nama surah dan kandungannya, karena penamaan itu entah karena nama itu adalah sesuatu yang jaang disebut atau yang paling asing dalam surah itu, atau suatu sifat yang mengkhususkannya, atau ia menjadi pembahasan yang terpanjang dalam surah itu.
Misal penamaan surah Al-Ankabut (laba-laba), dan tidak terdapat riwayat yang menyebutkan selain nama ini[23], hal ini relevan dengan Firman Allah Subhana Wa Ta’ala
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاء كَمَثَلِ الْعَنكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتاً وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Terjemahannya:
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui[24].
Diantara ulama yang mengkhususkan tulisan mereka dalam hal ini adalah:
a.       Abu Jakfar ibnu al-Zubair (Wafat 708 H) al-Burhan fi tartib suwar Al-Qur’an
b.      Syaikh Abu Hayyān al-Andalusi (Wafat 745 H) dalam kitabnya al-Bahr al-Muhith
c.       Burhanuddin al-Baqāi (Wafat 885 H) Nadzhmu al-Durar Fi Tanāsub al-āyāt wa al-suwar, dan inilah kitab yang paling terkenal dalam menjelaskan jenis tanasub ini.
d.      Al-Suyuthi (Wafat 911 H)  Tanāsuq al-Durar  fi Tanāsub al-Suwar
e.       Ulama Hadits Muhammad ‘Abduh (Wafat  1905 M) yang dikumpulkan pendapat-pendapatnya oleh muridnya Rasyid Ridha (Wafat 1354) dalam Kitab Tasir al-Manar)
f.       Al-Muraghi (Wafat 1365 H) Tafsir al-Muraghi[25], dan sebagainya

Diantara kitab-kitab tafsir para ulama; kita dapati bagaimana mereka memberi perhatian besar dalam menjelaskan hubungan yang erat antara ayat dengan surah-surah Al Qur’an, berikut kitab-kitab yang masyhur tersebut:
a.         Burhanuddin al-Baqāi (Wafat 885 H) Nadzhmu al-Durar Fi Tanāsub al-āyāt wa al-suwar,
b.         Qathf al-Azhār fi Kasyf al-Asrār, oleh Imam al-Suyuthi
c.          Irsyad al-‘Aql al-Salim ilā mazāyā al-Qur’an al-Karim. Oleh Imam Abu al-Sa’ud (Wafat 982 H)
d.         Tafsir Nidzham al-Qur’an wa ta’wil al-Furqān bi al-Furqān, oleh Abdul Humaid al-Farāhi al-Hindi (Wafat 1349 H)
e.          Al-Tahrir wa al-Tanwir, oleh Muhammad al-Thahir bin ‘Āsyur al-Tunisi (Wafat 1393 H)
f.           Al-Asās fi al-Tafsir, oleh Sa’id hawā (Wafat 1989 M)[26], dan sebagainya.
والله تعالى أعلى وأعلم بالصواب


[1] QS Al-Baqarah/2: 187.
[2] QS Al-Baqarah/2: 188.
[3] Abu al-Sa’ud, Irsyad al-‘Aql al-Salim ilā mazāyā al-Qur’an al-Karim (Cet. I; Maktabah al-Riyādh al-Haditsah, Riyad) h. 318
[4] QS al-Lail/92 : 4-10
[5] QS al-Lail/92 : 1-3.
[6] QS Al Maidah/58 : 1
[7] Zuhdi Muhammad, al-Munāsabah baina al-fāshilah al-Qur’aniyah wa āyātih (Palestina; 2011) h.6
[8] QS al-Taubah/9 : 5
[9] Syamsuddin Al Qurubi, Tafsir al-Quubi Juz VIII (Mauqi’ Ya’sūb) h. 74
[10] QS al-Baqarah/2 : 6.
[11] Al-Suyuthi, al-Itqān fi Ulum al-Qur’an (Qahirah) h.291
[12] QS al-‘Alaq/96 : 1-5.
[13] QS al-‘Alaq /96 : 6-8.
[14] Umar al-Baqāi, Naẓmu al-durar fi tanāsub al-āyāt wa al-surah, Juz 30, h. 169
[15] Zahra Khalid, Baina ilmi al-Munāsabah wa al-Tafsir al-Maudhui li al-Qur’an al-Karim, h.73.
[16] QS al-Thur/52 : 49
[17] QS al-Najm/53 : 01
[18] Umar al-Baqāi, Naẓmu al-durar fi tanāsub al-āyāt wa al-surah, h. 41
[19] Ahmad ibnu Ibrahim Al-Gharnāthi, Al-Burhān fi tartib suwar al-Qur’an (Cet. I, Makkah, 1990) h.88.
[20] Umar al-Baqāi, Naẓmu al-durar fi tanāsub al-āyāt wa al-surah, h. 424
[21] QS Yusuf/12 : 17
[22] Muhammad ibnu Umar, al-Munāsabah. www.pdffactory.com (03 November 2015) h. 60.
[23] ‘Ali Muslim, Atsar al-Nazhm fi Tanāsub al-Ma’ani fi surah al-Ankabut (Cet. I, Makkah, 2007) h.14.
[24] QS Al-Ankabut/29 : 41.
[25] Zahra Khalid, Baina ilmi al-Munāsabah wa al-Tafsir al-Maudhui li al-Qur’an al-Karim, h.73
[26] Zahra Khalid, Baina ilmi al-Munāsabah wa al-Tafsir al-Maudhui li al-Qur’an al-Karim, h.74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar