A. Jenis-jenis Al-Munāsabah
Sesungguhnya diantara para Ulama ada yang memberi
perhatian yang besar terhadap ilmu al-Munāsabah ini, hingga mereka menyusun kitab-kitab khusus
untuk membahas tentang al-Munāsabah , dimana ilmu manasabah ini dapat
diklasifikasi menjadi tiga jenis
Pertama: Al-Munāsabah ayat
a.
Al-Munāsabah ayat antara
satu ayat dengan ayat yang lain
Sebagai contoh:
Antara ayat-ayat puasa dengan ayat larangan memakan harta dengan cara
yang batil, Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ
إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
Terjemahannya:
Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu;
mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka[1].
Setelah
menyebutkan ayat-ayat puasa pada surah Al-Baqarah dari ayat 183-187 Allah
mendatangkan ayat:
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم
بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ
أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٨﴾
Terjemahannya:
Dan janganlah
sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui[2].
Berkata Abu
‘Sa’ud dalam tafsirnya: ayat tersebut menunjukkan larangan memakan harta sebahagian dengan
sebahagian yang lain dengan jalan yang batil, setelah Allah melarang
orang-orang mukmin untuk menahan diri dari makan siang pada bulan ramadhan[3].
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى ﴿٤﴾ فَأَمَّا مَن
أَعْطَى وَاتَّقَى ﴿٥﴾ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ﴿٦﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى
﴿٧﴾ وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى ﴿٨﴾ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى ﴿٩﴾
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى ﴿١٠﴾
Terjemahannya:
04. sesungguhnya
usaha kamu memang berbeda-beda
05. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
06. dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
07. maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
08. Dan adapun
orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
09. serta mendustakan pahala yang terbaik,
Perbedaan amal
di dunia mengakibatkan perbedan balasan di akhirat kelak, demikian pula
perbedaan antara siang dan malam, laki-laki dan perempuan, yang berbeda jenis
dan orientasinya. Dan inilah hubungannya dengan fenomena alam yang disebutkan
oleh Allah di awal ayat dalam bentuk sumpah kepada makhluk-Nya
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى ﴿١﴾ وَالنَّهَارِ إِذَا
تَجَلَّى ﴿٢﴾ وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى ﴿٣﴾
Terjemahannya:
01.
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
02. dan siang
apabila terang benderang,
03.
b.
Al-Munāsabah antara pembuka dan penutup ayat
Misalnya dalam firman Allah:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ
فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ
اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ ﴿١﴾
Terjemahannya:
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita
yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya)
kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat[6].
Allah memulai dengan
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar” Kemudian menutupnya dengan
إِنَّ اللَّهَ
سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
Sangat jelas al-Munāsabahnya dimana Allah mendengar pengaduan wanita
tentang prihal suaminya kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ,
Allah melihat dan mendengarnya, maka sangat cocok ditutup dengan kalimat Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat[7].
c.
Munasabah antara satu kata dengan kata yang lain
dalam satu ayat
Contoh bergandengnya antara kata shalat dengan
zakat:
فَإِذَا انسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ
حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُواْ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَخَلُّواْ سَبِيلَهُمْ
إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٥﴾
Terjemahnya:
Apabila sudah
habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana
saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah
di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan
zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[8]
Abu Bakar
berkata: Sungguh saya akan memerangi orang yang memisah antara Shalat dan zakat[9].
d.
Al-Munāsabah ayat
dalam bentuk yang berlawanan
Misalnya Allah mendatangkan ayat
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ
سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ ﴿٦﴾
Terjemahannya:
Sesungguhnya
orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu
beri peringatan, mereka tidak akan beriman[10].
Setelah Allah
menyebutkan jalan-jalan hidayah, dengan hikmah Tasywiq yang membuat
penasaran dan sebagai penetapan yang benar bagi jalan yang pertama, karena
dengan adanya hal yang bertentangan sesuatu itu menjadi jelas[11].
Contoh
yang lain tentang keutamaan ilmu dan kebodohan yaitu pada surat al-‘Alaq/ 96 :
1-5 dengan ayat yang setelahnya QS al-‘Alaq /96 : 6-8.
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾ اقْرَأْ وَرَبُّكَ
الْأَكْرَمُ ﴿٣﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
﴿٥﴾ ҆
Terjemahannya:
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.[12].
كَلَّا
إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى ﴿٦﴾ أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى ﴿٧﴾ إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى
﴿٨﴾
Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena
dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya
hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu).[13]
Kata-kata
Kallā adalah sanggahan bahwa ia tidak memiliki ilmu dan kerendahan
derajatnya serendah binatang, yang mana perbuatannya dan kejahatannya tidak
memberi manfaat sama sekali kepadnya melainkan hanya akan memudharatkan dirinya
sendiri[14].
Diantara ulama yang menulis
dalam kategori ini adalah:
a.
Imam Abu al-Sa’ud (Wafat 982 H) dalam tafsirnya: Irsyad
al-‘Aql al-Salim ilā mazāyā al-Qur’an al-Karim.
b.
Imam al-Sayaukāni (Wafat 125 H) Fath al-Qadir al-jāmi’ baina fannai al-riwāyah wa al-dirāyah
c.
Al-Ālusi (Wafat 120 H) Ruh al-Ma’āni fi tafsir
Al-Qur’an Al-Aṣim wa al-Sab’u al-matsāni
d.
Abu al-Thayyib Shiddiq ibnu Hasan al-Qunuji
al-Bukhari (Wafat 1307) Fath al-Bayan fi Maqāsid Al-Qur’an[15].
Dan sebagainya.
Kedua: Al-Munāsabah antara satu surat dengan surat yang lain
Bentuk
al-Munāsabah yang mereka lakukan adalah:
1.
Menjelaskan hubungan antara pembuka surah dan
penutup surah sebelumnya,
Contoh al-Munāsabah penutup surah
al-Thur dengan awal surah al-Najm, Allah SUBHANA WA TA’ALA berfirman:
وَمِنَ اللَّيْلِ
فَسَبِّحْهُ وَإِدْبَارَ النُّجُومِ ﴿٤٩﴾
Terjemahannya:
“Dan bertasbihlah kepada-Nya
pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di
waktu fajar)”[16].
Adapun awal
Surah al-Najm, Allah SUBHANA WA TA’ALA berfirman:
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى ﴿١﴾
Terjemahannya:
Berkata al-Baqāi: Setelah Allah
menutup surah al-Thur dengan memerintahkan nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam untuk bertasbih dan bertahmid
di waktu fajar, yang tentu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaksanaknnya tanpa merasa terbebani, yang
mendapatkan berbagai cercaan berupa tuduhan sebagai seorang tukang sihir, orang
gila, dan sebagainya, maka Allah membuka surah al-Najm dengan bersumpah atas
nama bintang[18].
2.
Awal surah dan penutupnya,
Berkata
DR. Abdullah Dirāz: ketahuilah bahwa surah al-Baqarah yang panjang itu memiliki
hubungan antara pembuka dan pentup dari empat sisi:
Sisi
pertama: pada duapuluh ayat pertama (QS Al-Baqarah/2: 1-20) berisi akan inti Al-Qur’an dan
penjelasan bahwa ia adalah petunjuk yang tidak terdapat keraguan di dalamnya
bagi orang yang memiiki hati yang selamat, tidak ada yang berpaling darinya
kecuali orang yang tak memiliki hati, atau ia memiliki hati yang sakit. Pada sisi ini terdapat ajakan untuk manusia
seluruhnya untuk memeluk Islam dan berpegang teguh padanya.
Sisi kedua:
Pada QS Al-Baqarah/2: 40-162, berisi
tentang ajakan khusus kepada Ahlul Kitab untuk meninggalkan kebatilan
mereka menuju kepada Agama Islam yang haq ini.
Sisi ketiga: QS
Al-Baqarah/2: 178-283 berisi ajaran syariat Islam secara terperinci
Sisi kempat :
QS Al-Baqarah/2: 284 berisi tentang konsekwensi orang-orang yang menerima dan
menolak ajakan syariat, dan kelak mereka akan dibangkitkan sesuai dengan sikap
mereka.
Kemudian surah
ini ditutup dengan dua ayat QS Al-Baqarah/2: 285-286 berisi informasi yang menggembirakan
bagi orang yang menerima ajakan Islam yang sempurna dari sisi-sisi tersebut,
dan penjelasan tentang apa yang mereka harapkan di dunia dan di akhirat[19].
3.
Awal surah dan awal surah yang setelahnya
hubungan antara awal surah al-Falaq dengan awal surah al-Nas
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ
الْفَلَقِ ﴿١﴾
Terjemahannya:
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ
النَّاسِ ﴿١﴾
Terjemahannya:
Katakanlah:
"Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
setelah Allah
menyebutkan surah al-Falaq yang dimulai dengan isti’ādzah (memohon
perlindungan) dari keburukan yang telah diciptakan Allah yang dapat
membahayakan badan dan segala yang dimiliki oleh manusia, berupa sejumlah
keburukan yang ada di setiap tempat dan zaman secara umum, lalu secara khusus, berlindung
dari orang fasiq, tukang sihir dan orang hasad. Demikian pula Allah memulai
dengan Isti’adzah secara khusus kepada Was-was.[20].
4.
Hubungan antara Lafal dan Makna kalimat dalam ayat
Sebagai contoh perkataan saudara-saudara Yusuf dalam Al Qur’an
وَمَا أَنتَ
بِمُؤْمِنٍ لِّنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ ﴿١٧﴾
Terjemahannya:
Dan kamu
sekali-kali tidak akan Beriman (percaya kepada kami), sekalipun kami
adalah orang-orang yang benar[21].
Dan Allah tidak menyebutkan:
وَمَا أَنتَ بِمُصِدِّقٍ
Karena pada
kata Bimu’min tidak mencakup apa yang ada pada kata Bimushaddiq, pada
kata Mushaddiq hanya berupa pembenaran ucapan saja, sedangkan kata Bimukmin
bermakna membenarkan ucapan yang disertai pemberian rasa aman itulah maksud
perkataan mereka[22].
Ketiga: Al-Munāsabah antara ayat dengan surat
Atau hubungan nama surah dan isi ayat-ayatnya
Secara umum kita mendapati dalam Al Qur’an bahwa
nama surah rata-rata terletak di awal-awal ayat yang mejelaskan akan
keterkaitan antara nama surah dan isi surah yang dikandungnya, namun sebagian
surah kadang terdapat di tengah-tengah atau akhir-akhir surah.
Sepatutnya bagi seorang muslim berupaya menelaah
setiap nama surah dan kandungannya, karena penamaan itu entah karena nama itu
adalah sesuatu yang jaang disebut atau yang paling asing dalam surah itu, atau
suatu sifat yang mengkhususkannya, atau ia menjadi pembahasan yang terpanjang
dalam surah itu.
Misal penamaan surah Al-Ankabut (laba-laba), dan
tidak terdapat riwayat yang menyebutkan selain nama ini[23], hal
ini relevan dengan Firman Allah Subhana Wa Ta’ala
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاء كَمَثَلِ
الْعَنكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتاً وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ
الْعَنكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Terjemahannya:
Perumpamaan orang-orang yang mengambil
pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah.
Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka
mengetahui[24].
Diantara
ulama yang mengkhususkan tulisan mereka dalam hal ini adalah:
a.
Abu Jakfar ibnu al-Zubair (Wafat 708 H) al-Burhan
fi tartib suwar Al-Qur’an
b.
Syaikh Abu Hayyān al-Andalusi (Wafat 745 H) dalam
kitabnya al-Bahr al-Muhith
c.
Burhanuddin al-Baqāi (Wafat 885 H) Nadzhmu
al-Durar Fi Tanāsub al-āyāt wa al-suwar, dan inilah kitab yang paling
terkenal dalam menjelaskan jenis tanasub ini.
d.
Al-Suyuthi (Wafat 911 H) Tanāsuq al-Durar fi Tanāsub al-Suwar
e.
Ulama Hadits Muhammad ‘Abduh (Wafat 1905 M) yang dikumpulkan pendapat-pendapatnya
oleh muridnya Rasyid Ridha (Wafat 1354) dalam Kitab Tasir al-Manar)
f.
Al-Muraghi (Wafat 1365 H) Tafsir al-Muraghi[25], dan
sebagainya
Diantara
kitab-kitab tafsir para ulama; kita dapati bagaimana mereka memberi perhatian
besar dalam menjelaskan hubungan yang erat antara ayat dengan surah-surah Al
Qur’an, berikut kitab-kitab yang masyhur tersebut:
a.
Burhanuddin al-Baqāi (Wafat 885 H) Nadzhmu
al-Durar Fi Tanāsub al-āyāt wa al-suwar,
b.
Qathf al-Azhār fi Kasyf al-Asrār, oleh Imam
al-Suyuthi
c.
Irsyad al-‘Aql al-Salim ilā mazāyā al-Qur’an
al-Karim. Oleh
Imam Abu al-Sa’ud (Wafat 982 H)
d.
Tafsir Nidzham al-Qur’an wa
ta’wil al-Furqān bi al-Furqān, oleh Abdul Humaid al-Farāhi al-Hindi (Wafat 1349 H)
e.
Al-Tahrir wa al-Tanwir, oleh Muhammad al-Thahir bin
‘Āsyur al-Tunisi (Wafat 1393 H)
والله تعالى أعلى وأعلم بالصواب
[1] QS
Al-Baqarah/2: 187.
[2] QS
Al-Baqarah/2: 188.
[3] Abu al-Sa’ud, Irsyad al-‘Aql al-Salim ilā mazāyā al-Qur’an
al-Karim (Cet. I; Maktabah al-Riyādh al-Haditsah, Riyad) h. 318
[4] QS al-Lail/92
: 4-10
[5] QS al-Lail/92
: 1-3.
[6] QS Al
Maidah/58 : 1
[7] Zuhdi
Muhammad, al-Munāsabah baina al-fāshilah al-Qur’aniyah wa āyātih (Palestina;
2011) h.6
[8] QS al-Taubah/9 : 5
[10] QS
al-Baqarah/2 : 6.
[11] Al-Suyuthi, al-Itqān
fi Ulum al-Qur’an (Qahirah) h.291
[16] QS al-Thur/52
: 49
[17] QS al-Najm/53
: 01
[19] Ahmad ibnu
Ibrahim Al-Gharnāthi, Al-Burhān fi tartib suwar al-Qur’an (Cet. I,
Makkah, 1990) h.88.
[21] QS Yusuf/12 :
17
[23] ‘Ali Muslim, Atsar al-Nazhm fi Tanāsub al-Ma’ani fi surah al-Ankabut (Cet.
I, Makkah, 2007) h.14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar