Menu

Jumat, 26 November 2010

DAKWAH KE JALAN ALLOH DAN AKHLAK SEORANG DA’I

الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، ولا عدوان إلا على الظالمين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، إله الأولين والآخرين، وقيوم السماوات والأرضين، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله وخليله وأمينه على وحيه، أرسله إلى الناس كافة بشيرا ونذيرا، وداعيا إلى الله بإذنه وسراجا منيرا، صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه الذين ساروا على طريقته في الدعوة إلى سبيله، وصبروا على ذلك، وجاهدوا فيه حتى أظهر الله بهم دينه، وأعلى كلمته ولو كره المشركون، وسلم تسليما كثيرا أما بعد:

Segala puji hanyalah milik Alloh Rabb (pemelihara) alam semesta, dan akibat (yang baik) hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa serta tidak ada permusuhan melainkan hanya kepada orang-orang yang berbuat aniaya (zhalimin). Aku bersaksi bahwa tiada ilaah (sesembahan) yang haq untuk disembah kecuali hanyalah Alloh semata yang tiada sekutu bagi-Nya, (Dialah) sesembahan yang pertama dan yang belakangan, yang menegakkan langit dan bumi. Aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya serta kekasih (khalil) dan kepercayaan (amin)-Nya yang bertugas menyampaikan wahyu-Nya, yang Alloh mengutus beliau kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan peringatan, yang menyeru kepada Alloh dengan izin-Nya dan pembawa pelita yang terang benderang. Sholawat dan Salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada beliau dan kepada keluarga beliau serta para sahabat beliau yang meniti di atas jalan beliau di dalam berdakwah ke jalan Alloh, yang mereka bersabar di atasnya dan berjihad di dalamnya sampai Alloh memenangkan bagi mereka agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, walaupun orang-orang musyrik membencinya. Amma Ba’du :

Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk beribadah kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan untuk mengagungkan perintah dan larangan-Nya serta untuk mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS adz-Dzaariyat : 56)

Dan firman-Nya Azza wa Jalla :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

”Wahai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang yang bertakwa.”

Dan firman-Nya Azza wa Jalla :

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

”Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah itu ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS ath-Tholaq : 12)

Alloh Subhanahu menjelaskan bahwa Dia menciptakan makhluk-Nya supaya Ia diibadahi, diagungkan dan ditaati perintah dan larangan-Nya, sebab ibadah adalah mentauhidkan-Nya dan mentaati-Nya disertai dengan pengagungan akan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya. Alloh Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa Ia menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya yang ada di dalamnya, agar supaya diketahui bahwa Ia berkuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa diantara hikmah keberadaan (eksistensi) makhluk-Nya adalah, supaya Alloh dikenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan Dia Jalla wa ’Ala adalah Maha Berkuasa dan Mengetahui atas segala sesuatu. Demikian pula diantara hikmah penciptaan makhluk dan eksistensi mereka adalah supaya mereka menyembah-Nya, mengagungkan-Nya, mensucikan-Nya dan merendahkan diri di bawah keagungan-Nya.

Sesungguhnya ibadah itu adalah dengan merendahkan diri kepada Alloh Jalla wa ‘Ala dan menghinakan diri di hadapan-Nya. Tugas-tugas berupa perintah (untuk melaksanakan perintah-Nya) dan meninggalkan larangan-Nya yang Alloh perintahkan kepada mukallaf disebut sebagai ibadah, dikarenakan ibadah itu dikerjakan dengan merendahkan dan menghinakan diri di hadapan Alloh Azza wa Jalla.

Kemudian, ketika ibadah itu tidak mungkin dapat ditentukan perinciannya secara bebas oleh akal, sebagaimana tidak mungkin pula akal dapat mengetahui hukum-hukum berupa perintah dan larangan secara terperinci, maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab suci untuk menjelaskan tentang tujuan Alloh menciptakan makhluk, menerangkan serta menguraikan perinciannya kepada manusia, sehingga mereka menyembah Alloh di atas petunjuk yang terang, dan sehingga mereka berhenti dari apa yang Alloh larang bagi mereka di atas petunjuk yang terang pula.

Para Rasul ‘alaihimush Sholatu was Salam, mereka adalah petunjuk bagi makhluk, mereka adalah para a`immatul huda (imam yang memberikan petunjuk) dan da’i bagi seluruh manusia dan jin yang berdakwah kepada ketaatan dan peribadatan hanya bagi Alloh. Alloh Subhanahu pun memuliakan hamba-hamba-Nya dengan eksistensi para Rasul dan menunjukkan kasih sayang-Nya dengan mengutus para Rasul kepada mereka.

Alloh menjelaskan melalui perantaraan para nabi ini jalan yang lurus dan shirathal mustaqim, sampai manusia memperoleh kejelasan akan urusan mereka dan sampai mereka tidak berkata lagi : “Kami tidak tahu apa yang Alloh kehendaki dengan kami, tidak datang kepada kami seorang pembawa berita gembira dan peringatan”, maka Alloh memutuskan dalih apologi ini dan menegakkan hujah dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab suci, sebagaimana firman Alloh Jalla wa ‘Ala :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.” (QS an-Nahl : 36)

Dan firman-Nya Subahanahu :

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS al-Anbiyaa’ : 25)

Dan firman-Nya Azza wa Jalla :

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

”Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan)” (QS al-Hadid : 25)

Dan firman-Nya Subhanahu :

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ

”Manusia itu dulunya adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (QS al-Baqoroh : 213)

Alloh Subhanahu menjelaskan bahwa Ia mengutus para rasul dan menurunkan kitab suci adalah untuk memberikan keputusan di tengah-tengah manusia dengan al-Haq (kebenaran) dan al-Qisthi (keadilan) dan untuk menerangkan kepada manusia tentang apa yang mereka perselisihkan di dalamnya berupa hukum-hukum dan aqidah serta tauhidullah dan syariat-Nya Azza wa Jalla.

Sesungguhnya firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala : { كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً } ”Manusia itu dulunya adalah umat yang satu”, maksudnya yaitu (manusia dulu) berada di atas al-Haq (kebenaran), mereka tidak berselisih semenjak zaman Adam ’alaihi ash-Sholatu was Salam sampai zaman Nuh... Dahulunya manusia berada di atas petunjuk, sebagaimana diutarakan oleh Ibnu ’Abbas radhiyallahu ’anhuma dan sekelompok dari kaum salaf dan kholaf. Kemudian kaum Nabi Nuh melakukan kesyirikan sehingga mereka saling berselisih tentang perkara yang ada pada mereka dan mereka berselisih tentang kewajiban mereka di dalam memenuhi hak Alloh. Tatkala kesyirikan dan perselisihan ini terjadi, Alloh-pun mengutus Nabi Nuh ’alaihi ash-Sholatu was Salam dan para rasul setelah beliau, sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla :

وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

”Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS an-Nahl : 64)

Alloh menurunkan kitab suci adalah untuk menjelaskan hukum Alloh terhadap segala hal yang manusia perselisihkan, untuk menjelaskan tentang segala hal yang tidak diketahui manusia dan untuk memerintahkan manusia agar mereka komitmen terhadap syariat Alloh dan berhenti pada batasan-batasannya serta melarang manusia dari segala hal yang dapat mencelakai mereka baik di dunia maupun di akhirat.

Alloh Jalla wa ’Ala menutup para rasul dengan rasul yang paling utama, imam mereka dan penghulu mereka, yaitu nabi kita, imam kita dan penghulu kita, Muhammad bin ’Abdillah –semoga shalawat dan salam dari Alloh senantiasa tercurahkan kepada beliau dan kepada para nabi lainnya-, beliau menyampaikan risalah, menunaikan amanah, menasehati ummat, berjihad di jalan Alloh dengan sebenar-benarnya jihad dan menyeru kepada Alloh baik secara sembunyi maupun terang-terangan.

Beliau mengalami kesulitan di jalan Alloh dengan kesulitan yang amat sangat, namun beliau tetap bersabar atasnya sebagaimana para nabi sebelum beliau bersabar –’alaihimush Shalatu was Salam-. Beliau bersabar sebagaimana mereka bersabar, menyampaikan risalah sebagaimana mereka menyampaikan, akan tetapi kesulitan beliau lebih banyak dan kesabaran beliau lebih besar.

Beliau menegakkan tanggung jawab risalah dengan sempurna, semoga Alloh memberikan shalawat dan salam kepada beliau dan para nabi lainnya, beliau menetap selama 13 tahun menyampaikan risalah Alloh dan menyeru kepada-Nya serta menyebarkan hukum-hukum Alloh. Diantaranya selama 13 tahuh beliau di Ummu Quro –Makkah al-Mukarramah-, berdakwah pertama kali dengan sembunyi-sembunyi kemudian secara terang-terangan, menjelaskan kebenaran, lalu beliau dihalang-halangi.

Akan tetapi, beliau tetap bersabar di dalam dakwah dan sabar terhadap gangguan manusia, padahal mereka (kaum kafir) mengakui akan kejujuran dan sifat amanah beliau. Mereka mengakui keutamaan, nasab dan kedudukan beliau, akan tetapi (mereka menolak) dikarenakan hawa nafsu, hasad (dengki) dan penentangan para pembesar mereka, dan dikarenakan kebodohan dan taklid kaum awam mereka. Para pembesar mereka menolak, angkuh dan dengki sedangkan kaum awam mereka bertaklid, membeo dan membebek, sehingga beliau pun –’alaihi ash-Sholatu was Salam- diganggu dengan sebab ini dengan gangguan yang luar biasa.

Firman Alloh Subhanahu berikut ini menunjukkan kepada kita betapa para pembesar (kaum kafir) mengakui kebenaran namun mereka menentangnya, yaitu :

قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ

”Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), Karena mereka Sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (QS al-’An’am : 33)

Alloh Subhanahu menjelaskan bahwa mereka bukanlah mendustakan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam, bahkan mereka mengetahui akan kejujuran dan sifat amanah Rasul di dalam batin mereka. Mereka dahulu menyebut Nabi sebagai ”al-Amin” (orang yang terpercaya) sebelum beliau ’alaihish Sholatu was Salam diberi wahyu, akan tetapi mereka mengingkari kebenaran dikarenakan dengki dan bersikap aniaya kepada beliau ’alaihish Sholatu was Salam.

Kendati demikian, Nabi ’alaihish Sholatu was Salam tidak peduli dan tidak ambil pusing terhadap hal ini, bahkan beliau tetap sabar, penuh harapan dan terus berjalan. Beliau senantiasa menyeru kepada Alloh Azza wa Jalla dan bersabar atas aral rintangan yang menghadang, bersungguh-sungguh dalam berdakwah dan menangkis segala gangguan dengan kesabaran, menolak segala gangguan yang berasal dari mereka dengan segenap kemampuan, sampai-sampai perkara ini semakin membesar sehingga kaum kafir itu berkeinginan untuk membunuh Nabi ’alaihish Sholatu was Salam.

Maka pada saat itulah Alloh mengizinkan beliau untuk keluar ke Madinah dan beliaupun ’alaihish Sholatu was Salam berhijrah ke sana. Madinah menjadi tempat pemelihara Islam yang pertama dan agama Alloh tampak di dalamnya. Kaum muslimin pun mulai memiliki negara dan kekuatan, Nabi ’alaihish Sholatu was Salam tetap terus berdakwah dan menerangkan kebenaran serta mensyariatkan berjihad dengan pedang.

Beliau mengutus delegasi-delegasi beliau untuk menyeru manusia kepada kebaikan dan petunjuk, dan merekapun memperluas dakwah nabi mereka ’alaihish Sholatu was Salam. Beliau juga mengutus saroya (pasukan ekspedisi kecil) dan turut berperang di dalam peperangan-peperangan yang telah dikenal, sampai Alloh memenangkan agama-Nya melalui perantaraan beliau dan sampai Alloh menyempurnakan agama dan menyempurnakan nikmat-Nya kepada umat-Nya, kemudian Nabi ’alaihish Sholatu was Salam meninggal dunia setelah Alloh menyempurnakan agama dan setelah beliau ’alaihish Sholatu was Salam menyampaikan risalah yang terang.

Para sahabat beliau memikul amanat sepeninggal beliau, mereka menapaktilasi jalan beliau dan menyeru kepada Alloh Azza wa Jalla. Mereka tersebar di seluruh penjuru dunia sebagai para du’at yang menyeru kepada kebenaran dan para mujahid di jalan Alloh Azza wa Jalla. Mereka tidak takut di jalan Alloh ini, celaan para pencela dan mereka tetap menyampaikan risalah Alloh. Mereka hanya takut kepada Alloh dan tidak takut kepada seorangpun kecuali hanya kepada Alloh Azza wa Jalla.

Mereka tersebar di muka bumi sebagai para mujahidin perang, du’at (penyeru) yang membawa petunjuk dan para shalihin yang melakukan perbaikan. Mereka menyebarkan agama Alloh dan mengajarkan manusia syariat-Nya. Mereka menerangkan aqidah yang Alloh mengutus para Rasul dengannya, yaitu mengikhlaskan ibadah hanya kepada Alloh semata dan meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya, baik kepada pepohonan, bebatuan, patung-patung dan selainnya. Tidak berdo’a melainkan hanya kepada Alloh saja, tidak beristighotsah (meminta pertolongan) melainkan hanya kepada Alloh, tidak berhukum kecuali dengan syariat-Nya, tidak sholat kecuali ditujukan untuk-Nya, tidak bernadzar melainkan untuk Alloh... dan perbuatan ibadah lainnya...

Mereka menerangkan kepada manusia, bahwa ibadah itu hanyalah hak Alloh semata. Mereka membacakan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Alloh Subhanahu :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ

”Wahai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian.”

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ

”Dan Tuhanmu telah memutuskan agar supaya kamu tidak menyembah melainkan hanya kepada-Nya”

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

”Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.”

فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

”Janganlah kalian menyeru (berdo’a) sesuatupun disamping Alloh.”

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

”Katakanlah : sesungguhnya sholatku, penyembelihanku, hidup dan matiku hanya untuk Rabb Pemelihara alam semesta.”

لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

”Tidak ada sekutu bagi-Nya dan dengan yang demikian inilah aku diperintahkan dan aku adalah orang pertama yang berserah diri.”

Mereka bersabar atas dakwah ini dengan kesabaran yang luar biasa dan mereka berjihad di jalan Alloh dengan sebesar-besarnya jihad. Alloh pun ridha terhadap mereka dan mereka juga ridha kepada Alloh.

Para imam pembawa petunjuk dari para tabi’in dan atba’ut tabi’in, baik dari Arab maupun non Arab, turut mencontoh mereka. Mereka meniti jalan ini, yaitu jalan dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla. Mereka mengemban tanggung jawab dakwah ini dan menunaikan amanat, diiringi dengan kejujuran, kesabaran dan ikhlas di dalam jihad di jalan Alloh. Mereka memerangi siapa saja yang keluar dari agama-Nya dan orang yang tidak membayar jizyah (upeti) yang telah Alloh wajibkan apabila mereka memang termasuk orang yang wajib membayarnya (kafir dzimmi, pent.). Mereka adalah pengemban dakwah dan imam petunjuk pasca Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam.

Demikianlah para pengikut sahabat dari para tabi’in dan atba’ut tabi’in serta para A`immatul Huda (imam pembawa petunjuk). Mereka meniti jalan ini sebagaimana pendahulu mereka dan mereka bersabar di dalamnya.

Agama Alloh tersebar dan kalimat-Nya menjadi tinggi melalui upaya para sahabat dan para pengikut mereka dari kalangan ahli ilmu dan iman, baik orang ’Arab maupun ’Ajam (non ’Arab), baik dari selatan atau utara Jazirah ini (Jazirah Arab, pent.) maupun dari luar jazirah dari seluruh penjuru dunia. Yang Alloh telah menetapkan atasnya kebahagiaan dan masuk ke dalam agama Alloh, turut bergabung di dalam dakwah dan jihad serta bersabar di atasnya.

Sehingga mereka memiliki kekuasaan, kepeloporan dan kepemimpinan di dalam agama oleh sebab kesabaran, keimanan dan jihad mereka di jalan Alloh Azza wa Jalla. Sungguh benar firman Alloh ini bagi mereka ketika menyebutkan Bani Israil :

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

”Dan kami jadikan di antara mereka itu para imam yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (QS as-Sajdah : 24).

Sungguh benar jika hal ini ditujukan bagi para sahabat Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam dan siapa saja yang meniti di atas jalan mereka. Mereka telah menjadi para imam yang memberi petunjuk dan du’at (penyeru) kepada kebenaran serta para figur pemimpin yang diteladani. Disebabkan oleh kesabaran dan keimanan itulah mereka dapat meraih kepemimpinan di dalam agama. Para sahabat Rasul Shallallahu ’alaihi wa Salam dan para pengikutnya yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari ini, mereka adalah para imam, para pemberi petunjuk dan mereka adalah teladan di dalam jalan kebenaran.

Dengan demikian, maka menjadi jelaslah bagi para penuntut ilmu, bahwa dakwah ke jalan Alloh merupakan suatu hal yang paling urgen, dan bahwasanya umat di setiap zaman dan tempat benar-benar sangat membutuhkan kepada dakwah, bahkan kebutuan mereka terhadap dakwah adalah suatu hal yang dharurat (sangat mendesak).

Pembahasan tentang dakwah ke jalan Alloh Azza wa Jalla ini teringkas dalam beberapa poin berikut :

Poin pertama : Hukum dan keutamaan dakwah

Poin kedua : Cara pelaksanaan dakwah dan sarana-sarananya.

Poin ketiga : Penjelasan tentang hal yang didakwahkan

Poin keempat : Penjelasan tentang akhlak (perangai) dan sifat (karakter) yang sepatutnya para da’i berperangai dengannya dan meniti di atasnya.

Maka kami katakan, dan hanya Alloh-lah Dzat yang dimintai pertolongan dan hanya kepada-Nya kita bertawakal serta Dia-lah yang maha menolong lagi memberikan taufiq kepada hamba-hamba-Nya Subhanahu wa Ta’ala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar