Menu

Sabtu, 11 Desember 2010

Nasehat Bagi Para Da'i

Fatwa Samahatu Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz رحمه الله
Tentang Uslub (Metode) mengkritik dan mengoreksi kesalahan sesama da’i

Sesungguhnya Allah  memerintahkan berbuat adil dan ihsan, dan melarang dari kezholiman, melampaui batas dan permusuhan. Dan Allah  telah mengutus nabi-Nya Muhammad  seba-gaimana mengutus seluruh rasul dengan tugas berda’wah kepada tauhid dan meng-ikhlaskan ibadah hanya kepada Allah . Allah  memerintahkan untuk menegak-kan keadilan dan melarang dari kebalikan-nya yaitu beribadah kepada selain Allah , berpecah-belah, bercerai-berai dan men-zholimi hak-hak sesama hamba.
Pada masa ini telah tersebar bahwa banyak orang-orang yang berintisab (me-nyandarkan diri) kepada ilmu, da’wah dan kebaikan, yang menodai banyak kehorma-tan dari saudara-saudaranya para da’i yang terkenal. Mereka mencela kehormatan para penuntut ilmu, da’i dan muhaadhir. Mereka melakukan itu secara rahasia pada majelis-majelis mereka dan mungkin saja mereka merekamnya pada kaset-kaset lalu menyebarkannya kepada khalayak ramai, dan kadang mereka melaku kan hal tersebut secara terang-terangan pada penga jian-pengajian umum di masjid-masjid, dan cara seperti ini menyelisihi apa yang Allah  perintah-kan kepada rasul-Nya ditinjau dari bebe-rapa sisi,diantaranya:
1. Hal ini merupakan kezholiman ter-hadap hak-hak kaum muslimin, secara khusus para penuntut ilmu dan da’i yang telah berusaha untuk memahamkan ma-nusia, membimbing mereka, memper-baiki aqidah serta manhaj mereka, dan mereka telah berusaha keras untuk me-ngatur (mentanzhim) pelajaran-pelajaran, pengajian-pengajian dan menulis buku-buku yang bermanfaat.

2. Perbuatan tersebut memecah be-lah persatuan kaum muslimin dan shaf-shaf mereka, padahal mereka sangat membutuhkan persatuan dan jauh dari bercerai-berai, berpecah-belah serta ba-nyak terlibat dalam saling membicarakan (mencela) diantara mereka. Apalagi para da’i yang dicela tersebut adalah dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dikenal memerangi bid’ah, khurafat dan senantia-sa menghadapi para penyeru-pernyeru kepada bid’ah dan khurafat serta menyi-
ngkap program-program dan aib-aib mereka.
Kami tidak memandang ada maslahat dalam perbuatan ini, kecuali yang didapat-kan oleh para musuh-musuh Allah yang senantiasa menunggu-nunggu (mengintai) dari kalangan orang-orang kafir, munafiq atau ahlul bid’ah dan kesesatan.

3. Perbuatan ini menolong dan mendu-kung para orientalis dan mustaghribin (orang-orang yang terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman Barat) dan selain mereka dari orang-orang Mulhid (orang-orang yang menyimpang) yang terkenal senantiasa mencela para da’i, berdusta atas nama mereka dan senantiasa mengajak kepada hal-hal yang bertentangan dengan apa yang ditulis oleh para da’i tersebut. Dan bukan merupakan hak Ukhuwah Islamiyah orang-orang yang suka meng-kritik itu menolong musuh-musuh Allah untuk menghadapi saudara-saudaranya para penuntut ilmu, da’i dan selain mereka.

4. Sesungguhnya perbuatan ini merusak hati-hati kaum muslimin secara umum dan khusus, menyebar luaskan kedustaan dan isu-isu yang batil, dan merupakan penyebab banyaknya ghibah dan namimah, serta membuka pintu-pintu kejahatan kepada orang yang lemah jiwanya yang kebiasaan mereka menyebarkan syubhat, membuat fitnah dan sangat bersemangat untuk menyakiti kaum mu’mimin dengan apa yang mereka tidak kerjakan.

5. Bahwa kebanyakan dari perkataan yang dikatakan tidak memiliki hakikat, dia hanyalah sangkaan-sangkaan yang diperindah oleh syaithan kepada pengi-kutnya dan syaithan memperdaya mereka dengannya. Allah  berfirman :
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ إِثْمٌ وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ  الحجرات : 12
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah keba-nyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan-lah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.(QS. Al Hujuraat : 12)

Seorang mu’min sepantasnya mem-bawa perkataan saudaranya sesama mu’min kepada makna yang terbaik. Sebagian salaf mengatakan :
“Jangan kamu menyangka sebuah kali-mat yang keluar dari (mulut) saudaramu itu jelek sementara kamu mendapatkan ada kemungkinan makna yang baik dari perkataan tersebut”.

6. Ijtihad-ijtihad sebagian ulama dan para penuntut ilmu dalam masalah yang boleh mereka berijtihad di da-lamnya, maka dia tidak dihukumi dengan itu dan tidak dicela selama dia memiliki kemampuan untuk berijtihad. Jika ada seseorang yang menyelisihinya dalam masalah itu, maka sepantasnya dia berdialog dengan cara yang terbaik dengan harapan untuk mencapai kebe-naran dengan jalan yang terdekat dan menolak was-was syaithan dan hasut-annya diantara kaum mu’minin. Jika itu
tidak mampu dilakukan dan seseorang melihat bahwasanya dia mesti menjelaskan penyimpangan, maka hendaknya itu dila-kukan dengan ibarat dan isyarat yang terbaik dan terlembut, tanpa menyerang dan melukai atau melampaui batas dalam perkataannya yang kadang membuat orang menolak kebenaran atau berpaling darinya, dan tanpa menyinggung masalah-masalah pribadi atau menuduh niat-niat atau me-nambah perkataannya yang dia tidak kata-kan. Adalah Rasulullah  mengatakan da-lam hal yang seperti ini :
 مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا
“Mengapa kaum-kaum tersebut mengatakan begini dan begitu“ (HR. Muslim)

Maka yang saya nasihatkan kepada para ikhwan yang mencela kehormatan-kehormatan para du’aat dan menyinggung mereka untuk bertobat kepada Allah  dari apa yang mereka tulis dengan tangan-tangan mereka atau diucapkan oleh lisan-lisan mereka yang merupakan penyebab kerusakan hati sebagian pemuda, mela-irkan kedengkian diantara mereka, mela-laikan mereka dari menuntut ilmu yang bermanfaat dan da’wah ilallah, menyibuk-kan mereka kepada membicarakan tentang si fulan dan fulan, dan mencari-cari apa yang mereka anggap sebagai kesalahan orang lain dan memancingnya serta me-maksa-maksakan untuk itu. Sebagaimana kami nasihatkan agar mereka menutupi apa yang mereka telah lakukan berupa tulisan atau yang lainnya yang bisa membebaskan diri mereka dari perbuatan ini dan meng-hilangkan apa-apa yang tersimpan pada benak orang-orang yang mendengarkan perkataan mereka, dan melakukan amalan-amalan yang memiliki buah/hasil yang mendekatkan diri kepada Allah  serta bermanfaat bagi hamba-hamba. Dan hen-
daknya mereka berhati-hati dari keter-gesa-gesaan mengkafirkan atau menfa-siqkan atau membid’ahkan selain mereka tanpa keterangan yang jelas dan dalil. Nabi  bersabda :
 إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا  رواه البخاري و مسلم
“Apabila seseorang berkata kepada saudara-nya: “Wahai Kafir, maka perkataan itu akan kembali kepada salah satu diantara keduanya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Termasuk hal yang disyariatkan kepa-da para pengajak kepada kebenaran dan penuntut ilmu, jika ada yang mereka per-masalahkan dari perkataan ulama atau selain mereka, agar kembali kepada ulama-ulama yang mu’tabar (diakui keilmuannya), bertanya kepada mereka tentang masalah tersebut agar mereka menjelaskan secara jelas permasalahan-nya dan menempatkan pada hakikatnya (tempat yang sebenarnya) serta menghi-langkan pada jiwa mereka keraguan dan syubhat, dan ini merupakan pengamalan firman Allah  dalam surat An Nisaa : 83 :
 وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ اْلأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبـَــــعْتُمُ الشَّيـْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً 

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang
ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu me-ngikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)”. (QS. An Nisaa : 83)
Dan Allah  yang memperbaiki keadaan seluruh kaum muslimin, menyatu-kan hati-hati mereka di atas dasar taqwa, memberikan taufiq kepada seluruh ulama kaum muslimin dan para du’aat yang me-ngajak kepada kebenaran sesuai dengan apa yang diridhoinya dan bermanfaat untuk hamba-hamba-Nya, menyatukan kalimat mereka di atas petunjuk, melindu-ngi mereka dari sebab-sebab perpecahan dan ikhtilaf, menolong kebenaran dan me-rendahkan kebatilan, sesungguhnya Dialah penolong dan yang mampu melaksanakan-nya.

Maraji’:
1. Majmu’ Fataawa Wa Maqalaat Mutanawwi’ah, Syekh Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazz 7 : 311 – 314
2. Al Fataawa Asy Syar’iyah Fi Al Masail Al Ashriyyah Min Fataawa ‘Ulaamai Al Balad Al Haram hal. 338 – 341

Berkata Tabi’i Jalil Sa’id bin Musayyib رحمه الله:
“Tiadalah seorang yang mulia alim dan memiliki keutamaan melainkan memiliki aib, namun diantara manusia ada yang tidak pantas disebut aib-aibnya” (Lihat Jami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi 2:821)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar