Menu

Jumat, 10 Desember 2010

Sunnah dan Bid'ah di hari Asyura'

Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan yang dimuliakan oleh Allah  di dalam Al Qur'an(QS. At Taubah:36).

Sebagaimana telah disabdakan pula oleh Rasulullah  dalam hadits beliau(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah .
Maka sebagaimana Allah  telah memuliakannya, maka kita pun harus memuliakannya. Namun dengan cara yang telah dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bukan dengan taklid buta, mengikuti tradisi yang diwariskan turun-temurun, atau disandarkan pada hadits-hadits yang tidak shahih.

Asyura' dalam Ajaran Islam

Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa pada hari 10 Muharram disyariatkan untuk berpuasa. Ibnu Abbas menceritakan, "Rasulullah  tiba di Madinah, lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura' (tanggal 10 Muharram), maka beliau bertanya, "Hari apakah ini?" Mereka menjawab, "Ini adalah hari yang baik. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa  berpuasa pada hari itu karena syukur kepada Allah. Dan kami berpuasa pada hari itu untuk mengagungkannya." Nabi  bersabda, "Aku lebih berhak atas Musa daripada kalian," maka Nabi  berpuasa Asyura' dan memerintahkan untuk berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim).

Harus Menyalahi Ahli Kitab

Para sahabat berkata kepada Rasulullah , "Ya Rasulullah, sesungguhnya Asyura' itu hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani." Maka Rasulullah  bersabda, "Tahun depan insya Allah kita akan puasa (juga) pada tanggal sembilan(Muharram)." (HR. Muslim dari Ibnu Abbas).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, sabda Rasulullah , "Berpuasalah pada hari Asyura' dan selisihilah orang-orang Yahudi itu, berpuasalah (juga) sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya."
Dari hadits Ibnu Abbas di atas sebagian ulama diantaranya Imam Ibnul Qayyim menganjurkan berpuasa tiga hari tanggal 9, 10 dan 11 Muharram . Namun hadits tersebut lemah karena pada sanadnya terdapat Ibnu Abi Layla yang manurut Al Hafizh Ibnu Hajar hafalannya sangat buruk.
Oleh karena itu puasa yang dianjurkan hanyalah pada tanggal 9 dan 10 Muharram akan tetapi jika ada keraguan dalam penetapan awal bulan maka Imam Ahmad menganjurkan berpuasa tiga hari agar puasa pada tanggal 9 dan 10 diyakini dengan benar telah dikerjakan (lihat: Al Mughni 4/441)

Keutamaan Asyura'

Dari Abu Qatadah , bahwa Nabi  ditanya tentang (keutamaan) puasa Asyura’, maka beliau menjawab:
“Ia (puasa) ‘Asyura, menghapus dosa tahun lalu.” (HR. Muslim)
Hal ini sangat jelas merupakan keutamaan Allah bagi kita yang menghapus dosa setahun hanya dengan berpuasa sehari saja, sesungguhnya Allahlah Pemilik keutamaan yang agung.
Karena itu, pantas jika Ibnu Abbas menyatakan, "Saya tidak pernah melihat Rasulullah  sangat memperhatikan berpuasa (sunnah) pada suatu hari karena ingin mengejar keutamaannya melebihi puasa hari ini (Asyura') " (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah  bersabda,
 أَفْضَلُ الصّـِيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ 
"Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yang bernama Muharram. (HR. Muslim).
Bid'ah-bid'ah Asyura'

10 Muharram 61 H adalah hari terbunuhnya cucu Rasulullah  yang mulia Al-Husain bin Ali  di padang Karbala. Karena peristiwa berdarah ini, setan berhasil menciptakan dua kebid'ahan sekaligus.

Pertama: Bid'ah Syi'ah

Asyura' dijadikan oleh Syi'ah sebagai hari berkabung, duka cita, dan menyiksa diri sebagai ungkapan dari kesedihan dan penyesalan. Pada setiap Asyura', mereka memperingati gugurnya Al-Husain  dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela seperti berkumpul, menangis, meratapi Al-Husain  secara histeris, membentuk kelompok-kelompok untuk pawai berkeliling di jalan-jalan dan di pasar-pasar sambil memukuli badan mereka dengan rantai besi, melukai kepala dengan pedang, mengikat tangan dan lain sebagainya. (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah, Ahmad Al-Kisrawiy Asy-Syi'iy, hal. 141).

Kedua: Bid'ah Jahalatu Ahlissunnah

Sebagai tandingan dari apa yang dilakukan oleh orang Syi'ah di atas, orang Ahlussunnah yang jahil (bodoh) menjadikan hari Asyura' sebagai hari raya, pesta dan serba ria.
Menurut Ahmad Al-Kisrawi Asy-Syi'iy, "Dua budaya (bid'ah) yang sangat kontras ini, menurut literatur yang ada bermula pada jaman dinasti Buwaihi (321H - 447 H.) yang mana masa itu terkenal dengan tajamnya pertentangan antara Ahlussunnah dan Syi'ah. Orang-orang jahil dari kalangan Ahlussunnah menjadikan Asyura' sebagai hari raya dan hari bahagia, sementara orang-orang Syi'ah menjadikannya sebagai hari duka cita, mereka berkumpul membacakan syair-syair haru kemudian menangis dan menjerit." (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah hal.142).
Sementara Syekh Ali Mahfudz mengatakan bahwa di Kufah ada kelompok Syi'ah yang sangat ghuluw (berlebihan) dalam mencintai Al-Husain  yang dipelopori oleh Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi (tahun 67 H dibunuh oleh Mush'ab bin Az-Zubair). Ada pula kelompok Nawashib (yang anti Ali  beserta keturunan beliau), yang di antaranya adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan telah disebut di dalam hadits shahih,
 أَنَّ فِي ثَقِيفٍ كَذَّابًا وَمُبِيرًا 
"Sesungguhnya (akan muncul) di Tsaqif (kepala suku dari Hawazin) seorang pendusta dan pembantai." (HR. Muslim)
Pendusta tadi adalah Al-Mukhtar yang memperselisihkan keimamahan Ibnul Hanafiyah, dan pembantai tadi adalah Al-Hajjaj yang membenci Alawiyyin, maka yang Syi'ah tadi menciptakan bid'ah duka cita sementara yang Nawashib menciptakan bid'ah bersuka ria. (Al-Ibda' hal. 150).

Di antara bid'ah-bid'ah yang banyak dikerjakan oleh masyarakat pada hari Asyura adalah:

1. Menambah belanja dapur

Banyak riwayat yang mengatakan, "Barangsiapa yang meluaskan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura', maka Allah akan melapangkan (rizkinya) selama setahun itu." (HR. At-Thabrani, Al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Barr).
Hadits telah dinyatakan lemah oleh banyak diantaranya Imam Ahmad, Ibnul Qayyim, ‘Uqaily dan Asy Syaukani. Sedangkan Ibnul Jauzi menulisnya di dalam kumpulan hadits palsu. (Lihat juga penjelasan syaikh Albani dalam Tamamul Minnah, hal 410)

2. Mandi khusus, memakai celak mata dan mewarnai kuku

Mereka meriwayatkan sebuah hadits, "Barangsiapa yang memakai celak pada hari Asyura', maka ia tidak akan mengalami sakit mata pada tahun itu. Dan barangsiapa mandi pada hari Asyura', ia tidak akan sakit selama tahun itu." (Hadits ini palsu menurut As-Sakhawi, Mulla Ali Qari dan Al-Hakim) (Al-Ibda', hal. 150-151)
Imam Suyuthi juga telah menyebutkan ketiga perkara di atas sebagai bid’ah munkarah karena dasarnya hadits palsu

3. Memberi makan seorang mukmin di malam Asyura'

Mereka tidak segan-segan membuat hadits palsu dengan sanad dari Ibnu Abbas yang mirip dengan hadits orang Syi'ah yang berbunyi:
"Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura' dari bulan Muharram, maka Allah memberinya (pahala) sepuluh ribu malaikat, sepuluh ribu haji dan umrah dan sepuluh ribu orang mati syahid. Dan barangsiapa memberi buka seorang mukmin pada malam Asyura', maka seakan-akan seluruh umat Muhammad  berbuka di rumahnya sampai kenyang." (Hadits palsu dinyatakan oleh Imam As-Suyuthi dan Asy-Syaukani, dalam Al Fawaid Al Majmu’ah no. 33).

4. Membaca doa Asyura', seperti yang tercantum dalam kumpulan doa dan Majmu' Syarif
yang berisi minta panjang umur, kehidupan yang baik dan husnul khatimah. Begitu pula keyakinan mereka bahwa siapa yang membaca doa Asyura' tidak akan meninggal pada tahun tersebut adalah bid'ah yang jahat. (As-Sunan wal Mubtada'at, hal.134).
7. Membaca "Hasbiyallah wani'mal wakil" pada air kembang untuk obat dari berbagai penyakit.

8. Shalat Asyura'

Haditsnya adalah palsu, seperti yang disebutkan oleh Ibnul Jauzi di dalam Al-Maudhu’at no 1005. Wallahu A'lam.

Referensi : Buletin An Nur No.231 Thn VI, dengan beberapa perubahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar