Menu

Sabtu, 25 April 2020

MERAUP BERKAH DI WAKTU SAHUR


Diantara keistimewaan puasa ummat Islam ialah diasyariatkannya makan sahur, suatu sunnah yang belum pernah didapatkan pada ummat-ummat sebelumnya, sehingga sunnah ini hendaknya menjadi kebanggan tersendiri bagi kaum Muslimin dengan menghidupkannya pada saat hendak melakukakan puasa baik pada puasa wajib maupun sunnah. 
DEFINISI SAHUR
     Dalam segi bahasa sahur berasal dari kata سَحَرَ yaitu akhir malam, menjelang subuh. Sedang pengertian sahur secara istilah adalah seperti yang dikatakan Imam Al Azhari beliau berkata, “Sahur  adalah segala sesuatu yang dikonsumsi pada waktu sahur, baik itu berupa makanan, susu, tepung (dan sebagainya).“ (Lihat Lisanul Arab 4:350–351).

KEUTAMAAN SAHUR

      Makan sahur adalah salah satu diantara sunnah-sunnah Nabi r yang sangat ditekankan, yang mana disamping hal itu sebagai penguat ketika melaksanakan puasa di siang hari, sahur juga memiliki keutamaan-keutamaan. Dan diantara keutamaan tersebut adalah:

1. Makan sahur adalah berkah
            Rasulullah r bersabda :
] تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً [ رواه البخاري و مسلم
            “Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada berkah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Makan sahur berarti menyelisihi ahlul kitab
            Dari Amru bin ‘Ash t, Rasulullah r bersabda :
] فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ [ رواه مسلم
            “Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahlul kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim).
3. Allah I dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang bersahur
      Mungkin berkah sahur yang terbesar adalah (karena) Allah I akan meliputi orang-orang yang sahur dengan ampunan-Nya, memenuhi mereka dengan rahmat-Nya, malaikat Allah memintakan ampunan bagi mereka, berdo’a kepada Allah agar memaafkan mereka agar mereka termasuk orang-orang yang dibebaskan oleh Allah I dari api Neraka di bulan Ramadhan.
    Dari Abu Sai’d Al Khudri t, Rasulullah r bersabda,
 ] السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ [
            “Sahur itu makanan yang berberkah, karena itu janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya seteguk air, karena Allah I dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur.” (HR. Ahmad).
       Oleh karena itu seorang muslim hendaknya tidak menyia-nyiakan pahala yang besar ini dari Rabb Yang Maha Pengasih.
NIAT
       Apabila bulan Ramadhan telah masuk maka wajib bagi setiap muslim yang mukallaf (telah baligh) untuk berniat puasa di malam harinya, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah r,
] مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ  لَهُ [ رواه الترمذي و النسائي
            “Barangsiapa yang tidak berniat untuk melakukan puasa pada malam harinya- sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. At- Tirmidzi dan An Nasa’i).
        Tidak ada dalil yang menjelaskan disyari’atkannya melafazhkan niat, karena niat letaknya adalah di hati bukan di lisan, walaupun manusia menganggapnya sebagai suatu perbuatan baik. Dan hal ini termasuk dalam perbuatan yang di ada-adakan di dalam agama (bid’ah). Syaikh Abdul Aziz  bin Baz rahimahullah berkata, "Melafazhkan niat termasuk bid’ah, sebab tidak pernah ada riwayat dari Nabi r dan seorang sahabat pun. Maka meninggalkannya adalah wajib, sebab tempat niat adalah di dalam hati dan sama sekali tidak diperlukan lafazh niat.” (Lihat Fatawa Islamiyah 1:314).

BERSAHUR DENGAN KORMA ATAU AIR PUTIH

       Sahur seorang muslim yang paling afdhal adalah dengan korma, berdasarkan sabda Rasulullah r,
] نِعْمَ سَحُورُ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ [ رواه أبو داود
            “Sebaik-baik sahurnya seorang mukmin adalah korma.” (HR. Abu Daud).
     Barangsiapa yang tidak menemukan korma, hendaknya bersungguh-sungguh untuk bersahur walau hanya dengan meneguk satu teguk air, karena keutamaan yang disebutkan tadi. Rasulullah r bersabda,
) السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ ( رواه أحمد
            “Sahur itu makanan yang berberkah, janganlah kalian meninggakannya walau-pun hanya seteguk air.” (HR. Ahmad).

WAKTU SAHUR

       Waktu sahur adalah mulai tengah malam hingga terbit fajar (subuh). Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad t, ia berkata: “Ketika turun ayat yang artinya: “Dan makan minumlah
hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam.” (QS. Al Baqarah : 187).
Pada waktu itu seseorang jika ingin berpuasa, ia mengikat benang hitam dan putih di kakinya, lalu dia terus makan dan minum hingga jelas melihat kedua benang tersebut. Kemudian Allah I menurunkan ayat:

﴿...مِنَ الْفَجْرِ... ﴾ البقرة : 187
“...(yaitu) fajar...”
Mereka akhirnya tahu bahwa yang dimaksud adalah hitam (gelapnya) malam dan terang (putihnya) siang.” (HR. Bukhari dan Muslim).
            Dan di riwayat lain dari shahabat Adi bin Hatim t, ia berkata (yang artinya), “Ketika turun ayat: “Makan dan minumlah hingga jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam (yaitu) fajar.” (QS. Al Baqarah :178).  Aku mengumpulkan antara tali berwarna hitam dan tali berwarna putih, kemudian aku meletakkan keduanya di bawah bantalku, apabila telah malam maka aku selalu melihatnya namun tidak nampak, pagi harinya aku pergi menemui Rasulullah r dan kuceritakan kepadanya perbuatanku tersebut, maka beliau pun bersabda,
] إِنَّمَا ذَلِكَ سَوَادُ اللَّيْلِ وَبَيَاضُ النَّهَارِ [
            “Maksud ayat tersebut adalah hitamnya malam dan putihnya siang” (HR. Bukhari dan Muslim).

Fajar terbagi atas dua :
1. Fajar kadzib, yaitu cahaya berwarna putih yang memancar panjang yang menjulang seperti ekor serigala, saat ini tidak dibolehkan shalat shubuh dan belum diharamkan untuk makan dan minum.
2. Fajar shadiq, yaitu cahaya yang memerah yang bersinar dan tampak di atas bukit dan gunung-gunung, dan tersebar di jalanan dan atap-atap rumah, saat inilah diharamkan
makan dan minum bagi yang akan berpuasa dan dibolehkannya malaksanakan shalat shubuh.
            Rasulullah r bersabda :
] كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا يَهِيدَنَّكُمْ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمْ الْأَحْمَرُ [  رواه الترمذي و أبو داود
            “Makan dan minumlah dan jangan kalian dihalangi (dari makan dan minum) oleh fajar yang memancar ke atas, makan dan minumlah sampai nampak fajar shadiq yang membentang.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).
      Jika telah jelas terbitnya fajar shadiq yang bertepatan dengan masuknya waktu shalat shubuh, maka saat itulah yang di namakan waktu imsak atau menahan dari makan, minum dan berjima’.
MENGAKHIRKAN SAHUR
      Disunnahkan mengakhirkan makan sahur sesaat sebelum fajar shadiq, Rasulullah r bersabda,
] لاَ تَزَالُ أُمَّتِيْ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اْلإِفْطَارَ وَأَخَّرُوا السُّحُورَ [ رواه أحمد
            “Senantiasa ummatku dalam keadaan baik apabila mempercepat buka puasa dan mengakhirkan sahur.” (HR. Ahmad).
            Dan dari Anas bin Malik  t dari Zaid bin Tsabit t, ia berkata,
) تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ r ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً ( رواه البخاري ومسلم
“Kami makan sahur bersama Rasulullah r kemudian beliau shalat.” Aku (Anas bin Malik t) bertanya, “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?” Zaid menjawab. “Kira-kira seperti lamanya membaca 50 ayat Al Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim).
            Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar—rahimahullah, “Yaitu seperti lamanya orang yang membaca (50 ayat) secara pertengahan, bukan ayat yang panjang dan bukan pula yang pendek, bukan membaca dengan cepat dan bukan pula dengan lambat.” (Lihat Fathul Baari, 4:164).
MENETAPKAN WAKTU IMSAK SEBELUM FAJAR SHADIQ
      Masyarakat muslim dewasa ini beranggapan bahwa  imsak  adalah tidak boleh makan dan minum beberapa menit sebelum waktu shubuh, ini adalah anggapan yang keliru, bahkan kekeliruan ini semakin besar dengan menentukan waktu imsak dan membuat jadwal tertentu sebelum waktu fajar shadiq. Mereka berdalilkan perkataan Zaid bin Tsabit t, ketika beliau ditanya oleh  Anas bin Malik tentang jarak antara adzan dan  sahur Rasulullah r, ia berkata,
] قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً [ رواه البخاري ومسلم
            “Kira-kira seperti lamanya membaca 50 ayat Al Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Padahal hadits di atas bukanlah batasan terakhir untuk makan sahur akan tetapi hanyalah penjelasan tentang kebiasaan Nabi r menghentikan sahur, dengan kata lain masih dibenarkan untuk makan sahur kurang dari waktu tersebut, hal ini  berdasarkan ayat dan hadits terdahulu. (Lihat dalil-dalil“Waktu Sahur” hal. 2). Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah t, bahwasanya Rasulullah r masih memberikan keringanan kepada seseorang yang apabila di tangannya ada segelas air yang belum sempat ia minum, sedangkan fajar shadiq telah masuk untuk meminumnya walaupun ia mendengarkan adzan, Rasulullah r bersabda,
] إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَاْلإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ [
            “Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan padahal gelas ada di tangannya, janganlah ia letakkan hingga memenuhi hajatnya (meminumnya).” (HR. Abu Daud, Al Hakim dan Ahmad, hadits ini dinilai hasan oleh Syekh Albani).
            Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, seorang tokoh ulama Najd, Saudi Arabia, “Dengan ini kita dapat mengetahui bahwa dua waktu yang dibuat orang yaitu waktu imsak untuk memulai tidak makan/minum di waktu sahur dan waktu terbit  fajar adalah bid’ah, sama sekali tidak ada petunjuknya dari Allah U. Itu hanyalah waswas setan untuk mengotori kemurnian din Islam. Imsak (menahan makan dan minum) yang sebenarnya menurut sunnah Nabi r adalah pada saat terbit fajar itu sendiri.” (Lihat Taysir Al 'Allam 1:429, Hadits no. 177).
      Maka jelaslah bahwa melarang makan sebelum terbit fajar shadiq dengan dalil tersebut adalah perbuatan yang di ada-adakan dalam agama (bid’ah). 

–Wallahu A’lam-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar