Menu

Sabtu, 23 April 2011

Melirik keshohihan hadits "Menundukkan Hawa Nafsu"

بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Abu Dzakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi rahimahullahu Ta'ala berkata:

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ

[حَديثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ وَرَوَيْنَاهُ فِي كِتَابِ الْحُجَّة بإسنادٍ صحيحٍ ]

Dari Abu Muhammad Abdillah bin Amr bin ‘Ash radhiallahuanhuma dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : "Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa “

Hadits hasan shahih dan kami riwayatkan dari kitab Al Hujjah dengan sanad yang shahih.

Tanggapan Para Ulama Hadits tentang keshohihannya:


(Hadits ini tergolong dho’if. Lihat Qowa’id Wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyah, karangan Nazim Muhammad Sulthan hal. 355, Misykatul Mashabih takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 167, juz 1, Jami’ Al Ulum wal Hikam oleh Ibn Rajab)

Imam Nawawi رحمه الله mengatakan bahwa hadits ini shohih, dan dalam sebagian nusakh dikatakan hasan shohih. Adapun penyebutan hadits shohih terdapat dalam nuskhah Syarh Hadits Arba’in Ibnu Daqieq Al ‘Ied رحمه الله dan kitab Al Wafie. Namun kebanyakan nusakh menyebutkan hasan shohih, dan – Wallahu A’lam – ini yang lebih kuat, karena kenyataannya memang terdapat pembicaraan pada hadits ini, dan jika dikatakan hadits shohih, maka terdapat tiqrar pada penukilan ” بإسناد صحيح ”. Adapun dalam syarh arba’in yang ditulis oleh Imam Nawawi رحمه الله sendiri juga disebutkan hadits hasan shohih.
Kemudian beliau mengatakan “ رويناه ”, namun sebenarnya yang lebih fasih menurut istilah ulama musthalah adalah “رُوْوِيْناَهُ ” artinya diriwayatkan kepada kami. Hal ini telah ditanbih oleh banyak ulama musthalah dalam buku-buku mereka.
Kemudian disebutkan di kitab Al Hujjah. Kitab Al Hujjah yang beliau maksudkan adalah sebuah kitab yang ditulis untuk membahas masalah tamassuk dengan sunnah di atas aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Menurut Imam Ath Thufi رحمه الله bahwa judulnya yang lengkap adalah :
الْحُجَّةُ فيِ اتِّبَاعِ الْمَحَجَّةِ فيِ عَقِيْدَةِ أَهْلِ السُّـنَّةِ
Imam Ath Thufi رحمه الله mengatakan bahwa buku tersebut bagus dan bermanfaat. Menurut pengakuan beliau bahwa kebanyakan dari isi buku tersebut telah beliau telaah, namun beliau lupa siapa penulis buku tersebut.
Imam Ibnu Rajab رحمه الله mengatakan bahwa buku tersebut berjudul “الْحُجَّةُ عَلىَ تَارِكِ الْمَحَجَّةِ ”, dan penulisnya adalah Al Imam Abu Fath Nashr bin Ibrahim Al Maqdisy رحمه الله (1). Dan kata Ibnu Rajab Al Hambali رحمه الله bahwa buku ini membahas tentang aqidah ahlus sunnah wal jama’ah yang ditulis secara manhaj dan metode ahlul hadits dan ahlus sunnah.
Penulis Al Wafie mengatakan bahwa buku itu berjudul “الْحُجَّةُ عَلىَ تَارِكِي الْمَسْلَكِ الْمَحَجَّةِ ”, dan penulisnya sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab رحمه الله. Menurut Imam Al Haitami رحمه الله sebagaimana yang dinukil oleh penulis Al Wafie bahwasanya beliau mengatakan buku tersebut adalah buku yang bagus dan bermanfaat dalam pembahasan ahlus sunnah wal jama’ah. Namun demikian – Wallahu A’lam – buku ini belum sampai kepada kita hingga saat ini.
Imam Nawawi رحمه الله tidak menyebutkan ulama-ulama yang lain yang meriwayatkan hadits ini selain dari kitab Al Hujjah. Sehingga ini memberikan isyarat bahwa hadits ini memang tidak diriwayatkan dalam kutub as sittah dan tidak pula dalam kutub at tis’ah. Hadits ini kebanyakan didapatkan dalam buku-buku aqidah, diantaranya : buku aqidah Al Imam Ibnu Abi Ashim yang berjudul As Sunnah, kitab Al Ibanah oleh Al Imam Ibnu Baththah, kitab Dammu Al Kalam oleh Syaikhul Islam Al Imam Al Harawiy, dan Al Imam Al Baghawi dalam Syarhu Sunnah menyebutkan dengan isnad beliau. Dari selain buku aqidah, juga disebutkan oleh Al Imam Khatib Al Baghdadi dalam Tarikh beliau, dan juga oleh Imam Ath Thabarani dalam Mu’jam beliau.
Hadits ini disebutkan oleh Imam Nawawi رحمه الله dalam Al Arba’in, sehingga ini menunjukkan bahwa beliau mentashhihkan hadits ini, karena beliau telah mensyaratkan untuk memuat hadits-hadits yang shohih saja dalam Al Arba’in. Namun sebenarnya terdapat pembicaraan pada hadits ini, sehingga sebagian pensyarah Arba’in tidak mencantumkan hadits ini dalam syarh mereka, karena mereka mensyaratkan untuk memuat yang shohih saja. Contohnya syarh Arba’in Fawaid wa Qawaid hanya mencantumkan pentadh’ifan para ulama dan tidak mensyarahnya. Demikian pula Syaikh Salim Al Hilaly dalam Iqabul Himam yang merupakan ikhtisar dari Jami’ Al Ulum wal Hikam tidak memuat syarh hadits tersebut, padahal Ibnu Rajab رحمه الله memuat syarh hadits tersebut dalam kitabnya, namun karena tidak sesuai dengan syarat dari Syaikh Salim Al Hilaly yang meringkas buku tersebut, maka dia tidak memuat syarh dari Ibnu Rajab karena menganggap haditsnya lemah.
Derajat hadits ini memang dibicarakan, sehingga Imam Ibnu Rajab Al Hambali رحمه الله menanggapi perkataan Imam Nawawi رحمه الله dengan perkataan “ هَذَا تَصْحِيْحٌ بَعِيْدٌ جِداًّ ” (pentashhihan hadits ini sangat jauh dari kebenaran. Beliau رحمه الله menolak penegasan Imam Nawawi رحمه الله bahwa hadits ini shohih.
Ada beberapa ulama yang membicarakan hadits ini, namun yang paling banyak menyebutkan illahnya adalah Imam Ibnu Rajab رحمه الله . Ada 3 illah yang beliau sebutkan terhadap hadits ini, yaitu :
1. Hadits ini semua lewat jalan Nu’aim bin Hammad Al Khuzai Al Marwazi – Abu Abdillah -. Perawi ini sebenarnya adalah imam besar, bahkan dia adalah salah seorang syaikh dari Imam Bukhari, sehingga Imam Bukhari رحمه الله pun menyebutkannya dalam haditsnya.

Sumber; Syarhuna, Muhammad Yusran Anshar, Lc




Tidak ada komentar:

Posting Komentar