Menu

Minggu, 17 April 2011

WAJIBKAH SHALAT BERJAMA’AH?


Abu Fadhl el-Bulukumbawiy
Shalat berjama’ah adalah ibadah yang disyariatkan dalam Agama Islam, tak ada perselisihan diantara Para Ulama, lalu apakah shalat fardhu lima waktu, wajib ditunaikan oleh setiap laki-laki Muslim?
Ada empat pandangan berbeda di kalangan para ulama madzhab, disebabkan perbedaan dalam memahami nash-nash yang menjelaskan tentang hukum shalat berjama’ah.

Pandangan Pertama: Sunnah Muakkadah, oleh Mayoritas Ulama’(Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ats-Tsauriy)
            Dalilnya adalah Sabda Nabi :
( صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذ بخمس وعشرين درجة )
“Shalat berjamaah itu lebih utama dua puluh lima derajat dari pada Shalat sendirian” (Muttafaq’alaih) dalam lafazh Imam Bukhari yang lain “dua puluh tujuh derajat”
Pandangan ke dua:  Fardhu Kifayah, Oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’I dalam riwayat yang lain.
            Dalilnya adalah Sabda Nabi :
« مَا مِنْ ثَلاَثَةٍ فِى قَرْيَةٍ وَلاَ بَدْوٍ لاَ تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلاَةُ إِلاَّ قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ ».
Tidaklah ada tiga orang dalam sebuah kampung atau dusun, lalu mereka tidak menegakkan shalat berjamaah, kecuali Allah akan menguasakan atas mereka Syaithan, maka shalat berjamaahlah kalian! Karena sesungguhnya Singa itu hanya mampu menerkam Domba yang bersendirian”. (HR. Abu Dawud)
            Jadi bila telah ditunaikan oleh tiga orang maka gugurlah kewajiban bagi yang lain.
Pandangan ke tiga: Fardhu ‘Ain, Oleh Al-Hanabilah, Abu Tsaur, Al-Auza’i, dan Azh-Zhohiriyah
            Dalilnya adalah :
·         Firman Allah سبحانه وتعالى  :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)
Dan tunaikanlah Shalat,keluarkanlah zakat serta rukuklah bersama dengan orang-orang yang rukuk” (QS. Al Baqarah : 43)
Dalam kaidah Ushul Fiqh disebutkan Bahwasanya Prinsip suatu perintah adalah wajib untuk dilaksanakan sampai ada keterangan yang memalingkan status hukum kewajibannya.
·         Sabda Nabi :
عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم(( من سمع النداء فلم يجب فلا صلاة له إلا من عذر((ابن حبان
Barangsiapa yang mendengarkan adzan, kemudian tidak mendatangi (shalat berjamaah di masjid)maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur”.(HR. Ibnu Hibban)

·         Dari Abu Hurairah  رضي الله عنه menceritakan bahwasanya datang seorang Tuna Netra mengadu kepada Nabi  agar diberikan rukhshah (keringanan)  untuk shalat di rumahnya saja, karena dia adalah seorang yang buta dan telah tua, rumahnya jauh di seberang lembah dari Masjid Nabi , sedangkan antara rumah dan masjid banyak binatang buas, dan tak satupun yang dapat menuntunnya ke masjid. Maka Nabi  membolehkannya, namun tatkala dia berbalik meninggalkan Nabi , Nabi  kembali memanggilnya dan bertanya kepadanya : “Apakah kamu mendengarkan adzan?” dia menjawab: “(iya)” Maka Nabi  bersabda kepadanya:
« لا أجد لك رخصة »
“Saya tidak memberikan keringanan bagimu”
«فأجب»
“Maka datangilah”
(HR. Muslim, Abu Dawud, Al-Hakim, Imam Ahmad)

Pandangan ke empat: Shalat berjamaah adalah syarat diterimanya shalat, oleh Dawud Azh-Zhahiriy, ‘Atho bin Abi Robah, Ahmad bin Hanbal, dan Abu Tsaur dalam sebuah riwayat.
            Dalilnya adalah Sabda Nabi :
(لا صلاة لجار المسجد إلا في المسجد)
Tidak ada Shalat bagi tetangga masjid, kecuali di masjid” (HR. Abu Dawud)

            Lalu manakah dari seluruh pandangan-pandangan tersebut yang paling Rajih (kuat)?
Bagi seorang Muslim, dalam menghadapi setiap perselisihan hukum agama maka wajib baginya untuk mengembalikan hukum tersebut kepada Allah dalam Al-Qur’an dan kepada Rasulullah  dalam sunnahnya. Sebagaimana Firman Allah سبحانه وتعالى  :
))َيا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا ))
Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah, dan taatilah Rasul dan pemipin diantara kalian, Maka apabila kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An-Nisa’: 59)
Bila kita meneliti lebih jauh tentang permasalahan ini sesuai dengan kaidah yang disebutkan oleh Allah yaitu dengan mengembalikan hukum tersebut kepada Allah dalam Al-Qur’an dan kepada Rasulullah  dalam Sunnhnya, maka kita akan sampai kepada sebuah kesimpulan bahwasanya shalat berjamaah bagi laki-laki muslim yang telah baligh dan berakal adalah wajib ‘ain tapi bukan syarat. Karena kuatnya dalil dan cara pendalilan yang dipegangi, Maka sah shalat orang yang menunaikannya di rumah tapi dia berdosa karena meninggalkan kewajiban shalat berjamaah.
Lalu bagaimana tanggapan terhadap pandangan yang lain bukankah mereka juga masing-masing berpendapat karena dalil?
Kita tanggapi:
Terhadap pandangan pertama: Mereka para Ulama Rahimahumullahu Ta’ala Jamii’an, menganggap bahwasanya kata-kata Khair atau afdhol hukumnya hanya terbatas pada keutamaan saja dan tidak sampai pada derajat kewajiban. Maka dia hanya sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan). Padahal pada kenyataannya kata-kata Khair atau afdhol dapat juga berstatus wajib bila ada keterangan lain yang menunjukkan bahwasanya dia adalah sebuah kewajiban. Contonya : Perintah shalat jum’at, Allah mengatakan bahwasanya itu lebih utama dalam fiman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿٩﴾
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum`at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Jum’ah: 9)
Nah apakah shalat jum’at hukumnya hanya sunnah muakkadah? Tidak . bahkan dia adalah kewajiban.
Dalam firman-Nya tentang Ahlul kitab
وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿١١٠﴾
“Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka”. (QS. Ali Imran; 110)
Apakah Ahli kitab tidak wajib beriman? Jawabannya mereka wajib beriman
Terhadap pandangan yang ke dua: Dalil ini tidaklah cukup untuk mewakili Hukum shalat berjamaah bahwasanya hanya sampai pada Fardhu kifayah saja, karena masih banyak dalil yang lain lagi yang menerangkan bahwasanya setiap laki-laki wajib shalat berjamaah di masjid, seperti hadits tentang kedatangan seorang laki-laki buta yang meminta rukhshah agar dapat menunaikannya di rumah sendirian namun Nabi  tidak mengizinkannya karena dia dapat mendengarkan adzan. Demikian pula hadits yang sekiranya bukan karena wanita, anak-anak, dan orang jompo di rumah laki-laki yang menyelisihi shalat berjamaah, niscaya Nabi  telah membakar rumah-rumah tersebut. Maka sekiranya bukan karena kewajiban, tidak mungkin hukuman itu Beliau berlakukan.
Tanggapan terhadap pandangan ke empat: kata لا (tidak) pada hadits tersebut adalah penafian kesempurnaan dan bukan penafian mutlak seperti dalam kata لا إله إلا الله yang menafikkan semua sesembahan kecuali Allah. Contoh penafian kesempurnaan yang lain seperti Hadits Rasulullah
 (لاَ يُؤمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ) رواه البخاري ومسلم
Tidaklah (sempurna) keimanan seseorang diantara kalian, hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia cinta terhadap dirinya sendiri”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka makna yang tepat dari hadits di atas adalah “Tidak (sempurna) shalat bagi tetangga masjid kecuali di Masjid. Semoga Allah senantiasa mengaruniakan Taufiq-Nya.
والله تعالى أعلى وأعلم با الصواب"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar