Dalil-dalil keadilan sahabat
Sesungguhnya penetapan keadilan seluruh Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bukanlah didasarkan pada hawa nafsu, karena keadilan mereka ditetapkan oleh Al Qur’an dan Sunnah Rasululullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam baik yang terdahulu maupun yang belakangan berislam, yang berhijrah maupun yang tidak berhijrah, yang ikut serta dalam peperangan atupun tidak, yang terlibat fitnah maupun yang tidak di kalangan mereka[1].
Pertama: Dalil-dalil Al Qur’an
1. Dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah: 143
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
{ وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا }
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu, umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.
Ayat ini menjadi dalil atas keadilan seluruh sahabat, karena makna dari kata وَسَطًا (wasathan) adalah "عدولاً خياراً" (‘Uduulan khiyaran) adil dan terbaik atau pilihan[2]
Dan Allah tidak menjadikan sebagian saja yang adil, seandainya demikian maka Allah mungkin akan mengatakan:
{ وَكَذَلِكَ جَعَلْنابعضَكمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا }
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan sebagian dari kamu , umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.
Dan kepada merekalah ayat Al Qur’an Surat Al Baqarah: 143 ini berbicara secara langsung, diantara penuntut ilmu ada yang menyebutkan bahwa meskipun lafaz ayat ini umum akan tetapi pada hakikatnya dia adalah kekhususan bagi para Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saja, dan ini ditegaskan dalam Sunan Tirmidzi Dari Hakim meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya bahwa ia telah mendengar Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda pada firman Allah: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia..”, beliau berkata: “Sungguh kalian terdiri dari tujuh puluh ummat kalianlah yang terbaik dan paling mulia di sisi Allah”[3]
2. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Surat Ali Imraan: 110:
{ كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ }
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”
Ayat ini juga termasuk diantara dalil yang menunjukkan keadilan para sahabat - رضي الله عنهم – karena ayat ini menetapkan keutamaan mutlak terhadap umat Islam ini dari seluruh ummat yang telah berlalu, dan generasi yang paling pertama tercakup dalam ayat keutamaan ini adalah yang mendapatkan sapaan langsung ketika ayat ini diturunkan yaitu para sahabat yang mulia Ridwanullahi Ta’ala ‘Anhum ajma’iin. maka hal tersebut menunjukkan keistiqomahan mereka terhadap agama ini pada segala keadaan, menjalankan syariatnya dengan lurus dan tidak menyelisihinya, maka sungguh sangat mustahil bila Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyifati mereka akan keutamaan lantas mereka tidak termasuk orang-orang yang adil dan istiqomah, maka adakah keutamaan selain dari pada hal tersebut?
Sebagaimana pula tidak akan mungkin Allah mengabarkan kepada kita, bahwa mereka dijadikan sebagai ummatan wasathan atau adil padahal mereka tidak seperti itu, maka benar bila para sahabat dikukuhkan sebagai Ummat terbaik secara mutlak, dan mereka adalah ummatan wasathan atau adil secara mutlak. [5]
Demikianlah berbagai ayat-ayat Allah datang memuji mereka
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Hasyr: 8
{ لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ(8)
“(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al Hasyr: 8)
{ وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ }
“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr: 9).
Ash-shoodiquun (orang-orang yang benar) mereka adalah orang-orang muhajirin, dan Al Muflihuun (orang-orang yang beruntung) mereka adalah orang-orang anshar, dan iniklah yang ditafsirkan oleh Abu bakar ketika beliau berkhutbah di depan orang-orang anshar: “Sesungguhnya Allah telah menamakan kami orang-orang yang benar dan menamakan kalian dengan Al Muflihuun (orang-orang yang beruntung) dan sungguh kalian telah diperintahkan untuk bersama dengan kami:
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ }
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS. At taubah: 119)[6]
Dan sifat-sifat terpuji ini yang disebutkan dalam dua ayat tersebut telah diwujudkan oleh orang-orang Muhajirun dan Anshar dari kalangan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam , dan mereka bersifat dengan sifat-sifat tersebut, makanya Allah menutup ayat dengan menyebutkan sifat-sifat Muhajirun ebgai orang-orang yang benar, dan menutup sifat-sifat orang yang memuliakan dan menolong serta mendahulukan saudaranya dari pada diri mereka sendiri sebagai orang yang beruntung.
Dan sifat-sifat yang mulia ini tidak mungkin diterapkan oleh suatu kaum dan mereka bukan orang-orang yang adil [7]
Bahkan sampai ayat-ayat yang datang sebagai pencela bagi mereka atau sebagian dari mereka pun menjadi saksi atas keadilan mereka, dimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengampuni mereka atas apa yang telah dicelakannya dan Allah menerima taubat-taubat mereka
4. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
{ مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ(67) لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ(68)فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ }
“Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Anfaal:67-69).
Dan perhatikanlah penutup dari celaan Allah “sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” maka adakah sesuatu yang lain setelah Allah mengampuni mereka?!
5. Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
{ وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ }
“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang” (QS At Taubah: 118).
Dan perhatikanlah penutup ayat tersebut: “Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”
Dan selain daripada itu masih banyak ayat-ayat yang menjadi saksi atas pengampunan Allah Azza Wajalla dari apa yang telah mereka lakukan berupa perbuatan sebagian dosa.
Sesungguhnya ayat-ayat tersebut yang datang sebagai pencela bagi mereka atau sebagian dari mereka yang terjatuh dalam perbuatan maksiat menjadi dalil yang terbaik sebagai saksi atas keadilan mereka lebih daripada ayat-ayat sebelumnya, dimana yang dimaksud dengan keadilan seluruh sahabat adalah terjaganya mereka dari dusta dalam menyampaikan hadits Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, dan bukan makna keadilan terjaganya mereka dari dosa, atau lupa atau linglung, maka tak satupun dari kalangan para penuntut ilmu yang pernah mengatakan hal demikian, bahkan sampai dosa yang terjadi diantara merekapun Allah Azza Wajalla menjamin ampunan dan taubat yang diterima dari dosa-dosanya.
Dan tidaklah karunia ini yang datang dari Rabb mereka Allah Azza Wajalla melainkan sebagai penjelasan kepada para hamba-Nya baik yang mukmin maupun yang kafir hingga hari kiamat tentang agungnya kedudukan siapa yang dipilih oleh Allah untuk menemani pemimpin para nabi dan rasul-Nya Shallahu ‘Alaihi wasallam, dan sebagai penjelasan bagi orang-orang yang suka menghina dan mencela kedudukan dan keadilan mereka, hal itu hanya sebagai penghinaan dan pencelaan terhadap siapa yang Allah tempatkan pada kedudukan yang mulia tersebut yang tidak akan memudaratkan mereka sedikitpun, karena Allah telah menjadikan mereka sebagai generasi terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, semoga Allah Azza Wajalla melindungi kita dari penghinaan terhadap mereka.
Catatan: tulisan ini adalah terjemahan dan ana belum mentahqiqnya dengan baik, hanya saja sebagai penjagaan terhadap tulisan ini jangan smpai hilang dan terhapus dalam file.
[1] (Lihat: Taisiir Al-Lathiif Al-Khobir Fi Uluumi Hadiits Al-Basyiir An-Nadziir karya DR. Marwan hal 95)
[2] (Lihat: Jaami’ Al bayan Ath Thobari 7/2, dan Tafsir Ar Rozi 97/4, dan Al-Jaami’ liahkamil Qur’an 154/2, dan Tafsiir Al Qur’anil ‘Azhiim” 1/190.)
[3] (Lihat: Sunan Tirmidzi dalam kitab Tafsirul Qur’an bab Surat Al Imran 211/5 no 3001, dan berkata At-Tirmidzi rahimahullah: Hadits ini hasan)
[4] (Lihat: Al Kifayah halaman 93)
[5] Lihat Al Muwafaqaat 4/450-452, lihat juga Aqidah ahlu Sunnah Wal jama’ah Fish-Shohabah karangan DR. Nashir Ali Syaikh 2/801-802).
[6] (Lihat: Al ‘Awaashim minal Qawaashim Ibnul ‘Arobi hal 62, dan Al bidayah wannihayah 5/217 dst)
[7] (Lihat: Aqidah Ahlussunnah wal jama’ah fish-shohabah 2/807)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar