Menu

Minggu, 13 Mei 2012

Silsilah Pembelaan Terhadap Keadilan Sahabat 1 (Dalil-dalil Al Qur’an Tentang Keadilan Sahabat)



Dalil-dalil keadilan sahabat



Sesungguhnya  penetapan keadilan  seluruh  Sahabat Nabi  Muhammad Shallallahu ‘Alaihi  Wasallam   bukanlah didasarkan pada hawa nafsu, karena keadilan mereka ditetapkan  oleh Al Qur’an dan Sunnah Rasululullah Shallallahu ‘Alaihi  Wasallam  baik  yang terdahulu maupun  yang  belakangan  berislam, yang berhijrah maupun yang tidak berhijrah, yang ikut serta dalam peperangan atupun tidak,  yang terlibat fitnah maupun yang tidak di kalangan mereka[1].




Pertama: Dalil-dalil  Al  Qur’an


1.      Dalam Al Qur’an  Surat Al Baqarah:  143

               Allah  Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:



{ وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا }




“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu, umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.



Ayat ini menjadi dalil  atas keadilan seluruh sahabat, karena makna  dari kata وَسَطًا  (wasathan)  adalah  "عدولاً خياراً"  (‘Uduulan  khiyaran)  adil dan  terbaik atau pilihan[2]



Dan Allah tidak menjadikan sebagian saja yang adil, seandainya demikian maka Allah mungkin akan mengatakan:


{ وَكَذَلِكَ جَعَلْنابعضَكمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا }


“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan sebagian dari kamu , umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.



Dan kepada merekalah ayat Al Qur’an  Surat Al Baqarah:  143  ini berbicara  secara langsung, diantara penuntut ilmu  ada  yang menyebutkan bahwa meskipun lafaz ayat ini umum akan tetapi  pada  hakikatnya  dia  adalah kekhususan bagi para  Sahabat  Nabi   Muhammad Shallallahu ‘Alaihi  Wasallam  saja, dan ini ditegaskan dalam Sunan Tirmidzi  Dari  Hakim meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya bahwa ia  telah mendengar  Nabi  Muhammad  Shallallahu ‘Alaihi  Wasallam  bersabda pada firman Allah: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia..”,  beliau berkata: “Sungguh  kalian terdiri dari  tujuh puluh  ummat kalianlah  yang terbaik dan paling mulia di sisi Allah”[3]



bahkan ada yang mengatakan bahwa ayat ini khusus  bagi mereka  dan tidak untuk selainnya.[4]



2.      Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Surat Ali Imraan: 110:




{ كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ }



“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”


Ayat ini juga termasuk diantara dalil yang menunjukkan keadilan para sahabat - رضي الله عنهم – karena ayat ini menetapkan keutamaan mutlak terhadap umat Islam ini dari seluruh ummat yang telah berlalu, dan generasi yang paling pertama tercakup dalam ayat keutamaan ini adalah yang mendapatkan sapaan langsung ketika ayat ini diturunkan yaitu para sahabat yang mulia Ridwanullahi Ta’ala ‘Anhum ajma’iin. maka hal tersebut menunjukkan keistiqomahan mereka terhadap agama ini pada segala keadaan, menjalankan syariatnya dengan lurus dan tidak menyelisihinya, maka sungguh sangat mustahil bila Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyifati mereka akan keutamaan lantas mereka tidak termasuk  orang-orang yang adil dan istiqomah, maka adakah keutamaan selain dari pada hal tersebut?



Sebagaimana pula tidak akan mungkin Allah mengabarkan kepada kita, bahwa mereka dijadikan sebagai ummatan wasathan atau adil padahal mereka tidak seperti itu, maka benar bila para sahabat dikukuhkan sebagai Ummat terbaik secara mutlak, dan mereka adalah ummatan wasathan atau adil secara mutlak. [5]


Demikianlah berbagai ayat-ayat Allah datang memuji mereka


3.      Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an  Surat Al Hasyr:  8




{ لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ(8)


“(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al Hasyr: 8)


{ وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ }

“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr: 9).


Ash-shoodiquun (orang-orang yang benar) mereka adalah orang-orang  muhajirin, dan Al Muflihuun (orang-orang yang beruntung) mereka adalah  orang-orang anshar, dan iniklah yang ditafsirkan oleh Abu bakar ketika beliau berkhutbah di depan orang-orang anshar: “Sesungguhnya Allah telah menamakan kami  orang-orang yang benar dan menamakan kalian dengan Al Muflihuun (orang-orang yang beruntung) dan sungguh kalian telah diperintahkan untuk bersama dengan kami:


{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ }


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS. At taubah: 119)[6]


Dan sifat-sifat terpuji  ini yang disebutkan dalam dua ayat tersebut telah diwujudkan oleh orang-orang Muhajirun  dan Anshar dari kalangan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam , dan mereka bersifat dengan sifat-sifat tersebut, makanya Allah menutup ayat dengan menyebutkan sifat-sifat Muhajirun ebgai orang-orang yang benar, dan menutup sifat-sifat orang yang memuliakan dan menolong  serta mendahulukan saudaranya dari pada diri mereka sendiri sebagai orang yang beruntung.



Dan sifat-sifat yang mulia ini tidak mungkin diterapkan oleh suatu kaum dan mereka bukan orang-orang yang adil [7]



Bahkan sampai ayat-ayat yang datang sebagai pencela bagi mereka atau sebagian dari mereka pun menjadi saksi atas keadilan mereka, dimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala  mengampuni mereka atas apa yang telah dicelakannya dan Allah menerima taubat-taubat mereka


4.      Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


{ مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ(67) لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ(68)فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ }


“Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Anfaal:67-69).



Dan perhatikanlah penutup dari celaan Allah “sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”  maka adakah sesuatu yang lain setelah Allah mengampuni mereka?!



5.      Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:



{ وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ }


“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang” (QS At Taubah: 118).


Dan perhatikanlah penutup ayat tersebut: “Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”

Dan selain daripada itu masih banyak ayat-ayat yang menjadi saksi atas pengampunan Allah Azza Wajalla dari apa yang telah mereka lakukan berupa perbuatan sebagian dosa.


Sesungguhnya ayat-ayat tersebut yang datang sebagai pencela bagi mereka atau sebagian dari mereka yang terjatuh dalam perbuatan maksiat menjadi dalil yang terbaik sebagai saksi atas keadilan mereka lebih daripada ayat-ayat sebelumnya, dimana yang dimaksud dengan keadilan seluruh sahabat adalah terjaganya mereka dari dusta dalam menyampaikan hadits Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, dan bukan makna keadilan terjaganya mereka dari dosa, atau lupa atau linglung, maka tak satupun dari kalangan para penuntut ilmu yang pernah mengatakan hal demikian, bahkan sampai dosa yang terjadi diantara merekapun Allah Azza Wajalla menjamin ampunan dan taubat yang diterima dari dosa-dosanya.



Dan tidaklah karunia ini yang datang dari Rabb mereka Allah Azza Wajalla  melainkan sebagai penjelasan  kepada para hamba-Nya baik yang mukmin maupun yang kafir hingga hari kiamat tentang agungnya kedudukan siapa yang dipilih oleh Allah untuk menemani pemimpin para nabi dan rasul-Nya Shallahu ‘Alaihi wasallam, dan sebagai penjelasan bagi orang-orang yang suka menghina dan mencela kedudukan dan keadilan mereka, hal itu hanya sebagai penghinaan dan pencelaan terhadap siapa yang Allah tempatkan pada kedudukan yang mulia tersebut yang tidak akan memudaratkan mereka sedikitpun, karena  Allah telah menjadikan mereka sebagai generasi terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, semoga Allah Azza Wajalla melindungi kita dari penghinaan terhadap mereka.


 Catatan: tulisan ini adalah terjemahan dan ana belum mentahqiqnya dengan baik, hanya saja sebagai penjagaan terhadap tulisan ini jangan smpai hilang dan terhapus dalam file.


[1] (Lihat: Taisiir Al-Lathiif  Al-Khobir Fi Uluumi Hadiits Al-Basyiir An-Nadziir  karya DR.   Marwan  hal 95)



[2] (Lihat:  Jaami’  Al bayan Ath Thobari 7/2,  dan Tafsir  Ar  Rozi 97/4, dan Al-Jaami’ liahkamil Qur’an 154/2, dan Tafsiir Al  Qur’anil ‘Azhiim” 1/190.)


[3] (Lihat: Sunan  Tirmidzi dalam kitab  Tafsirul Qur’an bab  Surat Al Imran 211/5 no  3001, dan berkata At-Tirmidzi rahimahullah:  Hadits ini hasan)


[4] (Lihat: Al Kifayah halaman 93)


[5] Lihat Al Muwafaqaat 4/450-452, lihat juga Aqidah ahlu Sunnah Wal jama’ah Fish-Shohabah karangan DR. Nashir Ali Syaikh 2/801-802).

[6] (Lihat: Al ‘Awaashim minal Qawaashim Ibnul ‘Arobi hal 62, dan  Al bidayah wannihayah 5/217 dst)


[7] (Lihat: Aqidah Ahlussunnah wal jama’ah fish-shohabah 2/807)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar