Suatu
ketika tiba-tiba seorang guru bertanya kepada salah seorang muridnya, Wahai
Hatim sudah lama engkau menyertai Syaqiq Al Balkhi, aku ingin tahu pelajaran
apa saja yang engkau peroleh dalam kebersamaan itu? Maka sang muridpun kemudian
serta merta menjawab: ada delapan perkara, dan pelajaran pertama dan utama yang
diungkapkannya adalah: “Sungguh aku telah mencermati makhluk yang bernama
manusia, dan kudapat bahwa setiap orang punya kecintaan, namun tatkala mereka
telah sampai pada tempat peristrahatan terakhirnya di dunia (kubur), iapun
berpisah dengan kecintaannya itu, maka akupun jadikan amal sholehku sebagai
kecintaanku, agar ia tetap menyertaiku masuk ke dalam kuburku”
Sungguh
benar dan sangat menabjukkan apa yang diungkapkan Hatim Rahimahullah siapapun
yang mencermati makhluk yang bernama manusia ini maka ia akan menemukakan bahwa
setiap manusia punya kecintaan, diantara mereka ada yang menjadikan
kecintaannya pada tahta, ada pula harta dan pula pada wanita, keluarga, dan
sebagainya. Namun yang menjadi masalah adalah bila telah sampai pada kuburan
kecintaan itupun serta merta meninggalkannya, kecuali amalannya. dan ini sesuai
dengan hadits Nabi r yang diriwayatkan dalam Shahih Al
Bukhari dan Muslim dari sahabat yang mulia Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu
( يتبع
الميت ثلاثة فيرجع اثنان ويبقى معه واحد يتبعه أهله وماله وعمله فيرجع أهله وماله
ويبقى عمله )
“Ada tiga yang mengikuti mayat; namun akan
kembali dua dan yang tinggal bersamanya hanyalah satu, yaitu diikuti oleh
keluarganya, hartanya dan amalannya, maka kembalilah kelurga dan hartanya, dan
yang tinggal menetap bersamanya hanyalah amalannya” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Nah
sekarang pertanyaan buat kita semua adalah:
“Apakah Saya juga ingin menjadikan amal sholih
itu sebagai kecintaan dalam diri saya?”
Bila
“Ya”
Bagaimana
kita jadikan amal sholih itu sebagai kecintaan kita?
Berikut
beberapa unsur yang dapat kita jadikan sebagai kriteria untuk mengukur sejauh
mana kecintaan kita kepada amal sholih, yang selanjutnya dapat disingkat dalam
5M:
1. Mubaadarah
2. Mujaahadah
3. Muhaasabah
4. Mu’aaqabah
5. Mudaawamah
Bila
kelima unsur ini ada pada setiap kita maka insya Allah, amal shalih itu akan
terasa nikmat dan akan kita cintai sebagaimana kecintaan seseorang pada harta,
jabatan dan seterusnya, lalu apa maksud dari kelima istilah-istilah tersebut?
1. Mubaadarah
Mubadarah
adalah
bersegera dalam melakukan sebuah amalan yang telah diketahui, dalam kamus cinta
dikenal bahwa seseorang yang mencintai seseorang atau sesuatu maka ia akan
bersegera kepadanya, seorang kekasih akan segera menemui kekasihnya bila ia
tahu kalau kekasihnya sudah mampu ditemui, demikian pula seorang pecinta harta
akan segera berusaha memanfaatkan peluang untuk meraih harta yang
diiming-imingkannya
dalam
Al Qur’an maupun Hadits-hadits Nabi telah banyak perintah Allah maupun
Rasul-Nya untuk bersegera diantaranya:
Firman
Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
وَسَارِعُوا إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ
لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu
kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang ruangnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa,(QS. Ali Imraan: 133)
Bahkan Allah perintahkan untuk saling berlomba satu sama
lain agar menjadi yang paling tercepat
سَابِقُوا إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالأرْضِ
أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ
يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari
Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al Hadiid: 21)
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
Maka berlomba-lombalah kamu (dalam
berbuat) kebaikan. (QS. Al Baqarah: 148)
Dalam Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda
sembari memperingatkan:
« بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا
وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا ».
“Bersegeralah kalian beramal sebelum datangnya fitnah yang seperti gelap
gulita, dimana seseorang beriman pada pagi hari namun kafir pada sore hari,
atau beriman pada sore hari namun kembali kafir di pagi hari, dia jual agamanya
hanya karena mengharap secuil dari perkara dunia” (HR. Muslim)
Inilah salah satu sifat Nabi-nabi (Ibrahim, Musa, Nuh, Luth, Daud,
Sulaiman, Ayyub, Ismail, Idris, Zulkifli, Zun Nun
(Yunus), dan Zakaria) yang Allah puji dalam ayat-Nya:
إِنَّهُمْ كَانُوا
يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا
خَاشِعِينَ
Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan
cemas” (QS. Al Anbiya’: 90)
Demikian pula siapa yang ingin dipuji oleh Allah maka
hendaklah ia bersegerah dalam mengerjakan amal sholih
وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan mereka bersegera dalam mengerjakan berbagai
kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh” (QS.
Ali Imraan: 114)
Makanya Nabipun tak ketinggalan dalam memotivasi setiap
Muslim agar bersegerah meraih keutamaan sebagai contoh adalah selalu menjaga
shalat lima waktu di masjid dengan mendapatkan takbiratul
ihram awal imam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“مَنْ
صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ
الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ، بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ
النِّفَاقِ” .
“Barangsiapa yang shalat karena Allah empat puluh hari secara
berjama’ah dengan mendapatkan takbiratul ihram pertama imam, maka ia dipastikan
akan terhindar dari dua hal: terhindar dari api neraka dan terhindar dari
penyakit nifaq atau munafiq.”
Dan
inipulalah yang telah diraih Tabi’in Mulia
Said bin Al Musayyib Rahimahullah sehingga dengan penuh syukur iapun berkata: “Tidaklah seorang muadzin mengumandangkan adzan selama
tiga puluh tahun, kecuali saya sudah berada di dalam masjid.”
Adapula diantara salaf kita sebagai tukang batu, ketika hendak memasang batu terakhirnya ia mendengar adzan, iapun tak kuasa menyelesaikan satu buah batu terakhir itu hingga ia besegerah ke masjid, dan nanti diselesaikannya setelah sholat ditunaikan.
Demikian pula
seorang tukang besi yang sedang mengayunkan alat pemukul besinya ke atas tak
kuasa memukulkannya melainkan ia buang ke belakang dan bersegerah ke masjid.
itulah
jiwa-jiwa yang telah dipenuhi rasa cinta
yang sangat besar terhadap amal sholihnya, hingga dalam kesibukan dalam waktu
yang panjangpun, tidak menjadikan mereka bosan untuk senantiasa bersegerah.
“Ya Allah karuniakanlah kami kemampuan
untuk senantiasa bersegerah dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Mu sebagaimana
yang telah Engkau karuniakan kepada para salaf kami”
2. Mujaahadah
Sesorang tidak
akan memiliki sifat Mubaadarah kecuali bila pada dirinya juga memiliki
sifat Mujaahadah, yaitu kesungguhan dalam melakukan amalan
sekalipun amalan itu berat
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ
اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk
(mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka
jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik”. (QS. Al
Ankabuut: 69)
Dalam ayat ini kata
jihad selain bermakna memerangi orang-orang kafir atau pemberontak juga
bermakna Mengerahkan segala
kemampuan dan potensi baik berupa perkataan ataupun perbuatan
Kata mujahadah juga
kadang diidentikkan dengan perjuangan, dan telah dimaklumi bahwa setiap
perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan, demikian pula dalam masalah amal
shalih, apatahlagi sebagai orang yang telah menobatkan amal shalih itu sebagai
kecintaannya tentu ia juga akan berjuang dengan mengarahkan segala potensinya
dan mengorbankan apa yang ia miliki untuk dapat melaksanakan amal sholih yang
ia cintai.
Seorang yang cinta
shalat lail akan mengorbankan waktu tidurnya,
Seorang yang cinta
puasa-puasa sunnah akan mengorbankan syahwat makannya,
Seorang yang cinta
sedekah akan mengorbankan hartanya,
Seorang yang cinta
jihad akan mengorbankan jiwanya,
Seorang yang cinta
ilmu akan rela berpisah dengan keluarga dan kampung halaman
Dan begitulah
seterusnya
Mus’ab bin ‘Umair Radhiyallahu
‘Anhu rela meninggalkan ibunya yang tak menerima keislamannya dan segala
fasilitas yang selama masa jahiliah dinikmatinya demi kecintaannya kepada
Allah, Rasulullah dan Islam
Abu hurairah Radhiyallahu
‘Anhu rela tertidur/pingsang kelaparan di depan pintu rumah Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wassallam demi ilmu sampai pernah dibangunkan dengan sepatu berbau
di hidungnya karena diduga sebagai orang gila
Demi menghidupkan
shalat lail Seorang salaf rela berkeliling di sekitar rumahnya dan bahkan
ada yang menceburkan dirinya ke laut tatkala mengantuk di malam hari.
Karena kecintaannya
terhadap sedekah dan perjuangan di jalan Allah Umar bin Khaththab Radhiyallahu
‘Anhu menyedekahkan seperdua dari hartanya, demikian pula Abu Bakar Radhiyallahu
‘Anhu dengan seluruh harta yang dimilikinya hingga tak menyisakan bagi
keluarganya kecuali Allah dan Rasul-Nya.
3. Muhaasabah
Seorang
pecinta amal juga tidak akan terlepas dari muhasabah yaitu intropeksi atau
evaluasi diri, disebabkan jiwa manusia tidaklah monoton pada sebuah keadaan,
kadang semangat dan kadang malas, oleh karena krusialnya masalah ini Allah Subhanahu
Wa Ta’ala sampai menghimpit perintah muhaasabah diantara dua
perintah takwa
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18)
Dengan muhasabah inilah
seorang pecinta amal akan mudah mengetahui sampai dimana kuantitas dan kualitas
amalannya, dan darinya pulalah ia tahu akan kelebihan dan kekurangannya, hingga
dengan mudah ia dapat mengawasi setiap amalannya, jangan-jangan telah kurang
dan tercecer dan iapun meraih kembali amalan tersebut.
4. Mu’aaqabah
Setelah seoarang pecinta
amal memuhasabah dirinya dan mendapatkan ada kekurangan dalam amalannya,
selanjutnya tindakan Mu’aaqabah yaitu memberi hukuman atas kelalaian
yang telah dilakukannya, dan hal ini dapat masuk dalam kategori Qhodho atau
melakukan amalan bukan pada waktunya
Sebagai contoh Nabi kita ‘Alaihishsholatu
Wassalam bila tidak sempat mengerjakan qiyamullail (Shalat malam)
maka beliau akan menggantinya di siang hari sebanyak dua belas rakaat
Di tahun terakhir Nabi ‘Alaihishsholatu
Wassalam menetapdalam masjid (i’tikaf) selama duapuluh hari karena
di tahun sebelumnya beliau tidak sempat beri’tikaf
Seorang muslim dan terkhusus wanita
yang tidak sempat mengerjakan puasa di bulan Ramadhan karena sakit atau haidh
atau udzur lainnya maka hendaklah ia mengqodho’nya di luar bulan ramadhan
Karena terlalaikan oleh kebunnya
dari shalat berjama’ah, seorang sahabat menginfakkan kebunnya di jalan Allah
dan Rasul-Nya.
Seorang yang mencuri dan sampai
pada Nishobnya (ukuran syar’i) hendaknya dipotong tangannya.
Seorang lelaki dan wanita yang
berzina bila belum menikah maka hendaknya dicambuk dan diasingkan, dan bila
telah menikah hendaknya dirajam.
Seorang yang membunuh hendaknya
juga dibunuh, yang memotong hidung, atau gigi orang lain tanpa hak maka
hendaknya dihukum sesuai apa yang telah dilakukannya.
Demikianlah Islam ini mengajarkan
hukuman-hukuman di dunia dengan hikmah agar sebuah amal baik dapat terpelihara
dan lestari, dan amal buruk terhindarkan di tengah kehidupan manusia.
5. Mudaawamah
Bila seorang telah memiliki empat
unsur di atas maka dengan mudah ia akan meraih unsur kelima ini yaitu Mudaawamah
atau konsisten dalam mengerjakan amalannya, dan inilah yang senantiasa
dituntut dalam beramal, yang tidak hanya mengenal dan beribadah kepada Allah
pada suatu waktu dan tempat namun di waktu dan tempat yang lain iapun
meninggalakan kebiasaan baiknya.
Firman
Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Tuhanmu
sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”. (QS.Al Hijr: 99)
Allah mengabadikan
perkataan Nabi Isa Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ
حَيًّا
“Dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup” (QS. Maryam: 31)
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata:
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya tentang amalan yang paling dicintai oleh Allah maka
beliau bersabda:
أدومها وإن قل
“(Amalan yang
paling dicintai oleh Allah) adalah yang paling kontinyu meskipun sedikit” (HR. Bukhari)
Allah Dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam mencelah orang yang telah mengerjakan sebuah kebaikan lalu
kemudian ia meninggalkannya
وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ
أَنْكَاثًا
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai
kembali” (QS. An Nahl:92)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berpesan kepada Abdullah
bin ‘Amr bin al ‘Aash Radhiyallahu ‘Anhuma
يا عبد الله لا تكن مثل فلان كان يقوم الليل فترك قيام الليل
“Wahai Abdullah janganlah kamu seperti fulan
yang dulu rajin mengerjakan qiyamullail namun sekarang ia telah meninggalkannya”
(Muttafaq
‘Alaih)
Dan bila kelima unsur ini telah terkumpul
pada seseorang, maka insya Allah dia akan termasuk diantara orang yang
menjadikan amalannya sebagai kecintaannya dalam kehidupannya. Dan sebagai
contoh kami tutup tulisan ini dengan menyebutkan sosok pribadi sahabat yang
mulia Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu mengisahkan:
suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada
para sahabatnya: “Siapakah diantara kalian yang berpuasa hari ini? Abu
bakar Radhiyallahu ‘Anhu menjawab: “Saya” Lalu Rasul bertanya lagi: “Siapakah
diantara kalian yang mengiringi jenazah hari ini”? Abu bakar Radhiyallahu
‘Anhu menjawab: “Saya” Lalu Rasul bertanya lagi: “Siapakah diantara
kalian yang telah memberi makan pada hari ini? Abu bakar Radhiyallahu ‘Anhu
menjawab: “Saya” Lalu Rasul bertanya lagi: ”Siapakah diantara kalian yang
telah menjenguk orang sakit hari ini? Abu bakar Radhiyallahu ‘Anhu menjawab:
“Saya” kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah
terkumpul perkara tersebut pada diri seorang hamba kecuali pasti masuk surga” (HR.
Muslim)
Semoga
Bermanfaat
Wallahu
Ta’ala A’laa Wa A’lam Bishshowaab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar